Kantor berita Reuters mengutip dari sumber-sumber kelompok oposisi Suriah dan diplomat Barat, dimana mereka mengatakan bahwa hari ini (19/7) Presiden Suriah Basyar al-Assad pindah ke kota pelabuhan Latakia, untuk mengendalikan dari sana apa yang disebutnya dengan “operasi pembalasan” atas tewasnya empat pemimpin senior keamanan, dan sekaligus pilar rezimnya dalam ledakan yang telah memporak-porandakan gedung keamanan nasional di Damaskus kemarin.
Sumber-sumber itu menambahkan bahwa Assad-yang tidak menampakkan secara terbuka sejak pemboman kemarin-sedang mengendalikan operasi pemerintahan militer. Namun tidak jelas apakah Assad telah pergi ke kota yang menghadap ke Laut Mediterania itu sebelum serangan atau setelahnya. Dikatakan bahwa kota Qardahah, kota tempat kelahiran Assad terletak di provinsi Latakia.
Sejumlah pemimpin senior Suriah tewas kemarin dalam pemboman yang targetnya adalah sebuah pertemuan yang dikenal dengan sel pengendalian krisis di gedung keamanan nasional di ibukota Suriah, Damaskus.
Sebuah pernyataan dari Komando Umum Militer Suriah yang mengumumkan tentang tewasnya Menteri Pertahanan Suriah Jenderal Daud Rajiha, dan ipar Presiden Basyar al-Assad, Assif Syaukat.
Serangan itu juga menewaskan Menteri Dalam Negeri Suriah, Muhammad Ibrahim al-Sya’ar dan ketua sel pengendalian krisis, Hassan Turkmani, di samping melukai Ketua Biro Keamanan Nasional, Hisyam Bakhtiar (aljazeera.net, 19/7/2012).
*** *** ***
Mengomentari berita di atas, Direktur Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir, Utsman Bakhash menulis dalam status facebooknya: “Setelah jatuhnya empat Firaun penjahat di Suriah, maka babak berikutnya adalah Firaun terbesar, Assad dan saudaranya, Maher. Mereka inilah yang telah meneggelamkan negeri Syam dengan darah anak-anak, kaum perempuan dan pemuda tak berdosa. Langkah terakhir dan yang paling penting setelah itu adalah menjatuhkan rezim, dan semua simbolnya, serta konstitusi dan semua peraturannya.
Ini adalah pesan bagi semua yang berakal, bagaimana akhir dari orang yang berbuat zalim terhada negeri Syam dan warganya, di mana kami melihatnya sekarang tengah menjadi seorang buronan yang diselimuti ketakutan dan kebingungan, yang tidak lagi memiliki pilihan selain membunuh orang-orang tak bersenjata.
Sungguh, ini adalah pesan bagi mereka yang di dalam akalnya masih terdapat sedikit kesadaran dan pemahaman, bahwa rezim ini sedang terengah-engah dengan nafas terakhirnya, sehingga ia harus segera menyatakan bertaubat kepada Allah, dan melepaskan diri dari rezim penjahan ini, kemudian bergabung dengan kelompok revolusi kaum Mukmin yang berjuang melakukan pembebasan. Sementara kepada setiap prajurit yang masih membawa senapan untuk membela rezim yang sudah di ujung tanduk kehancurannya ini, maka saya katakan kepada mereka: “Umur rezim ini sudah sampai pada saat-saat terakhirnya, maka bersegeralah sebelum waktunya berakhir, karena kereta revolusi hampir lewat, dan pintu taubat hampir tertutup, jadi tidak akan ada kesempatan lagi bagi dirinya, tidak Assad dan tidak pula keluarga Assad dari hukuman kelompok revolusi di dunia, dan hukuman Allah di akhirat.”
Di tengah euforia yang dirasakan oleh mereka yang berduka, tertindas dan para keluarga korban kejahatan rezim Assad, maka kita harus mengingatkan pada diri kita dan mengingatkan mereka agar kegembiraan karena tewasnya para pembunuh saudara-saudara mereka itu tidak lantas melupakan apa yang menjadi tujuan mereka hingga mereka rela mempertaruhkan nyawanya, yaitu menggulingkan rezim, dan tidak menerima setiap sistem yang dipasarkan oleh Amerika dan Barat kepada kami, seperti sistem demokrasi yang hanya untuk menjamin kepentingan Barat, namun mereka wajib mengumumkan tegaknya kembali negara Islam yang memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah semata, yaitu negara yang peraturan dan konstitusinya Islam; tokoh-tokoh dan para pemimpinnya mencerminkan kepridian Islam; tsaqofah (budaya) dan akidah (ideologi)nya Islam; serta negara yang penampilan dan esensinya berakar dari Islam.” [Muhammad Bajuri].