HTI Press, Jakarta- Sikap diam yang ditujukkan oleh Pemerintah Indonesia terhadap pembantaian kaum muslimin di Rohingya dinilai ambigu oleh Komisioner Komnas HAM Saharuding Daming.
Sebab, ketika ada negara tetangga lain yang warganya ditimpa ketidakadilan ASEAN akan paling vocal bersuara. Namun, ketika negara-negara ASEAN terlibat kasus-kasus pelanggaran HAM, maka Indonesia sebagai pimpinan ASEAN cenderung membisu seribu bahasa. “Ini adalah ambigu yang ekstrim,” ujarnya pada Mediaumat.com, Senin (30/7) di Jakarta.
Indonesia pun sebagai pemimpin ASEAN, menurutnya, senantiasa ingin menjaga solidaritas serta komitmen untuk tidak mencampuri urusan masing-masing negara. Sebab, hal itu sudah menjadi tradisi ASEAN sehingga Indonesia dan negara-negara yang lain merasa punya ikatan moral untuk tidak memojokkan Myammar.
Faktor lain menurut Daming dengan diamnya Indonesia, karena soal bisnis dan untuk menjaga hubungan baik kedua negara.
“Jangankan Indonesia, Amerika Serikat sendiri ketika Hillary Clinton berkunjung di Myammar ternyata mereka lebih tertarik membicarakan persoalan bisnis dari pada Rohingya,” Imbuhnya.
Ia menambahkan Rohingya dianggap sebagai persoalan kecil yang tidak boleh mengganggu agenda yang jauh lebih besar untuk kepentingan negara itu.
Dikesempatan yang sama Saharuding Daming pun mempertanyakan pemberian Nobel penghargaan kepada Aung San Suu Khi. Menurutnya penghargaan itu perlu dicermati ulang, dikarenakan tidak berefek apapun untuk perdamaian secara global di negaranya.
“Bagi saya hadiah nobelnya perlu dikaji ulang, Perdamaian itu hanya berlaku untuk kelompoknya sendiri, begitu pada kelompok lain Suu Kyi tidak peduli,” terangnya.[] fatih mujahid
HAM kan bukan untuk orang Islam/ muslim