Kampus Filipina Larang Pemakaian Jilbab

Kebijakan Pilar College yang melarang mahasiswi mengenakan jilbab mengundang amarah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan komunitas Muslim Filipina.

“Kami meminta mereka untuk mematuhi hukum yang ada, karena kebijakan itu melanggar aturan,” ujar S Alih Aiyub, Sekjen Konferensi Nasional Ulama Filipina (NCMF) di Mindanao Barat, seperti dikutip onislam.net, Rabu (1/8).

Merespons protes komunitas muslim, Dewan Kota sendiri telah mempertanyakan kebijakan itu. Namun, universitas Katolik tertua di Mindanao ini tetap menolak untuk mencabut larangan itu.

Dalam surat balasan kepada Walikota Celso Lobregat tertanggal 9 Juli, Suster Maria Nina Balbar, Presiden Pilar College, mengatakan pihaknya tetap akan melaksanakan aturan itu. “Sumber dari aturan yang kami buat berdasarkan kepercayaan Katolik Roma. Kami tidak akan menyimpang dari sumber itu,” kata Balbar.

Ia menjelaskan pihaknya menerima mahasiswa dari berbagai agama. Sebelum itu, terlebih dahulu mereka menjalani sesi wawancara dan menyetujui aturan berupa tidak diperbolehkannya menggenakan jilbab atau cadar.

Pakar hukum NCMF, Edilwasif Baddiri, mengkritik kebijakan itu. Ia mengatakan apa yang diterapkan oleh Pilar College melanggar klausul kebebasan beragama konstitusi Filipina tahun 1987 dan Pasal 32 UU Republik No. 9710 Magna Carta. “Setiap hak Muslim dijamin kedua payung itu,” tegasnya.

Dalam kasus tertentu, kata dia, sebuah sekolah Muslim diperkenankan untuk menetapkan aturan berupa kewajiban mengenakan jilbab kepada siswi atau mahasiswi.

Sekjen Aliansi Advokat HAM Filipina (PAHRA), Rosemarie R Trajano, menilai kebijakan institusi jangan sampai melanggar kebebasan beragama. Hak untuk menjalankan kebebasan beragama harus diperlakukan sebagai sebuah prinsip terpenting. (republika.co.id, 1/8/2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*