HTI Press, Ahmadabad,- Pemerintah India nampaknya tidak serius memulihkan kembali nasib korban kerusuhan Gujarat 2002, hingga menyebabkan setidaknya 16.000 Muslim Gujarat telantar hingga kini. Hal itu terungkap dalam artikel Roxy Gagdekar di Daily News & Analysis (DNA) India, Kamis (1/3/2012).
Gagdekar mengutip rilis hasil survei LSM Janvikas tentang status komunitas minoritas di India setelah terjadinya kerusuhan. Survei itu mengungkapkan, sepuluh tahun pasca kerusuhan, kaum Muslim masih menjadi orang-orang buangan baru, yang lebih sering ditolak untuk mendapatkan fasilitas mendasar yang disediakan bagi orang-orang dari komunitas lain.
“Sebanyak 16.000 kaum Muslim yang terlantar akibat kerusuhan itu masih tinggal di koloni-koloni bantuan dan mereka ditolak untuk mendapatkan bahkan fasilitas yang paling dasar sekalipun,” ungkap rilis Janvikas.
Kerusuhan Pebruari 2002 tersebut mengungsikan lebih 200.000 orang di seluruh Gujarat. Orang-orang masih terlantar selama hampir dua tahun setelah peristiwa tahun 2002 itu. Namun, LSM-LSM dan organisasi-organisasi bantuan Islam telah menempatkan kembali sebanyak 16.087 orang di 83 koloni bantuan yang berbeda.
“Mereka orang-orang yang tidak dapat atau tidak berani pulang kembali ke tempat tinggal asalnya dan telah tinggal di tempat penampungan selama 10 tahun terakhir,” kata Vijay Parmar, CEO Janvikas.
“Pemerintah tidak melakukan apa-apa untuk menciptakan kesadaran tentang skema jaminan sosial yang diperuntukkan bagi Para Pengungsi Dalam Negeri (IDP). Para janda dan orang-orang miskin hanya dapat menerima sebagian manfaatnya hanya karena intervensi LSM-LSM,” kata Khatunben, penduduk Nagar, sebuah koloni bantuan di Ahmadabad, ibukota negara bagian Gujarat.
Walhasil, lanjut Gagdekar, kerusuhan yang terjadi sepuluh tahun silam tersebut bukan hanya mendorong kaum Muslim ke dalam kampung-kampung kumuh kaum minoritas (ghetto) di seluruh negeri tetapi juga pemerintah tidak mencatat mereka sebagai orang-orang yang membutuhkan bantuan.
“Pengabaian pemerintah terhadap mereka sangat jelas!” tegas Gagdekar. Hal itu setidaknya dibuktikan dengan sedikit sekali upaya yang dilakukan untuk memukimkan mereka kembali ke kampung halamannya dan memberikan mereka akses atas skema pemerintah, fasilitas kesehatan dan pinjaman.
Seperti diketahui, kerusuhan 2002 meletus setelah kereta api yang membawa para peziarah Hindu diserang dan dibakar oleh orang-orang tak dikenal yang diklaim sebagai Muslim di Gujarat. Setidaknya 59 orang Hindu tewas dalam serangan tersebut. Setelah serangan itu, lebih dari seribu orang, sebagian besar Muslim, tewas.
Konsil HAM PBB pada 2009 mengecam India karena tidak memberikan keadilan bagi korban kerusuhan Gujarat di tahun 2002 dan mengatakan bahwa penyelidikan terhadap kekerasan tersebut dipersulit. []rz/joy