Sejumlah kejanggalan aksi teror di Solo mulai banyak diungkap berbagai pihak. Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya kejanggalan dalam penyergapan yang dilakukan hari Jumat (31/8) lalu. Antara lain dari pistol yang disita dari terduga teroris adalah Bareta dengan tulisan Property Philipines National Police. Padahal sebelumnya Kapolresta Solo Kombes Asdjima’in menyebutkan, senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.
“Pertanyaannya, apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran atau ada pihak lain sebagai pelakunya?” tutur Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangannya, Minggu (2/9/2012).
Adapun situs merdeka.com (Senin/ 27/08/2012 ) mengutip dari sumber internal kepolisian , menduga pelaku penembakan dan pelemparan granat di pos pengamanan Kota Solo yang terjadi 17 Agustus disertir polisi. Polisi menangkap seorang pelaku bernama NB.NB diketahui adalah seorang anak anggota TNI di Kebumen, Jawa Tengah. Selain itu, NB ternyata juga mantan anggota Polri.
Sumber di internal kepolisian menyebutkan, NB adalah anggota Satlantas Lantas. Namun karena desertir, NB lalu diberhentikan tidak dengan hormat. Terakhir pangkatnya brigadir polisi.NB ditangkap di rumah orang tuanya di Desa Semanding Kecamatan Gombong, Kebumen pada tanggal 20 Agustus 2012 lalu. Dari rumah orang tuanya, NB lalu dibawa ke Solo.
Sementara itu Harits Abu Ulya pengamat kontra terorisme mempertanyakan tentang kemungkinan teror Solo merupakan produk operasi intelijen. Menurutnya BNPT dengan Densus88 yang dimiliki sebelum melakukan penindakan tentu ada intelijen analisis tentang siapa mereka.
Nah, yang menggelitik jika selama ini peta jaringan mereka demikian detil di miliki oleh BNPT kenapa intelijen analisis tidak melahirkan tindakan yang sama seperti yang pernah dilakukan terhadap kelompok 5 di Bali beberapa bulan yang lalu? Dan tidak perlu menunggu tewasnya aparat karena diberondong oleh Farhan cs. Orang 5 tewas di Bali hanya karena diduga hendak merompok dan dari hasil perampokan akan digunakan tindak pidana terorisme.
“Kenapa pre-emptif tidak juga dilakukan kepada Farhan atau Muhsin sebelum mereka beraksi membuat terror? Toh melalui Abu Omar yang diketahui sebagai ayah tiri Farhan yang sudah ditangkap beberapa bulan lalu di Jakarta juga bisa di korek informasi mengenai jaringan mereka dan kemungkinan puzzle kekerasan muncul dari orang-orang di sekiling mereka,” tanyanya.
Ditambah lagi fakta dilapangan mengindikasikan tidak sulit bagi aparat intelijen Densus88 melacak jejak mereka dari sejak aksinya tanggal 17, 18, 30 Agustus. Dalam hitungan jam Densus88 bisa mengunci gerak mereka yang berakhir dengan baku tembak penyergapan.
Menurut Harist dari peristiwa diatas akhirnya banyak melahirkan pertanyaan, apakah mungkin ini produk intelijen hitam yang memprovokasi anak-anak muda yang darah heroismenya menggelegak? Kenapa juga peristiwa kali ini berketepatan jelang kunjungan tamu “penting” Menlu AS Hillary Clinton?
Mengingat setiap ada kunjungan tamu “penting” dari Amerika selalu disambut dengan penangkapan dan eksekusi orang-orang dengan lebel teroris.Termasuk ustad Abu Bakar Ba’asyir menjadi “tumbal” sebelum Obama mendarat di Jakarta.
“Sekalipun aksi teror di Solo adalah sebuah fakta yang tidak direkayasa, tapi stimulan lahirnya tindakan adalah sesuatu yang sangat mudah direkayasa,”tegasnya. (AF)
gak salah lagi deh .. ini ABS / Asal Boss Senang….! kan Boss mau datang…mengokohkan penjajahan dinegeri ini…..hanya dengan Khilafah negeri ini dan negeri2 lainnya MERDEKA…!!!!
semoga itu tdk berlajut, aq mempelajari banyak hal ttg ini sob, klo mrk tau teori RPP, tentu tdk akan mau menjaga bahkan mengawal Hillary, kecuali mrk dibutakan oleh perilaku asing dgn dana yg mengucur deras, ttp mrk tdk sadar dana itu diambil dari perampokan asing thdp kekayaan alam Indonesia
seharusnya kekayaan tambang itu milik rakyat Indonesia, mengapa demi menaikan anggaran keamanan musti “nyadong” ndoro tuan Hilary Clinton yang nyata-nyata mau mengeruk tambang di Papua???