Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menegaskan bahwa sistem Khilafah Islam berbeda dengan sistem Imamah yang diyakini aliran Syiah. Menurut Syamsudin Ramadhan, pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HTI, salah satu perbedaan adalah Syiah menganggap seorang Imam adalah ma’sum, sedangkan seorang khalifah tidak.
“HT juga berbeda pandangan dengan Khomeini yang menerapkan demokrasi,” jelas Syamsudin Ramadhan kepada hidayatullah.com dalam kegiatan “Liqo Syawal Hizbut Tahrir Indonesia” dan “Silahturahim Akbar Keluarga Besar Hizbut Tahrir Indonesia” di lapangan Monumen Nasional (Monas), Selasa (24/09).di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Selasa (25/09/2012).
Hizbut Tahrir juga memiliki buku yang tegas mengkritik sistem konstitusi Iran. Sebelum in HT telah merilis konsep Imamah Syiah yang dituangkan dalam kitab “Sistem Pemerintahan di Dalam Islam” dan dalam kitab “Struktur Pemerintahan di Dalam Islam”.
Menuruutnya, kedua buku ini sudah ditulis Syeikh Taqiyudin An Nabhani sebagai pegangan umat agar bisa membedakan penerapan konsep pemerintahan Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan versi Syiah yang dinilai memiliki banyak hal yang bertolak belakang dengan Islam.
“Mereka (Syiah, red) menganggap bahwa pemimpin setelah Nabi Shalallhu Alaihi Wassalam adalah ditunjuk oleh Nabi, itu sudah kita kritik dengan mendalam,” tambah Syamsudin lagi. Dan itu yang membedakan antara konsep Khilafah ala Hizbut Tahrir dan konsep Imam ala Syiah.
Sebelumnya, dalam acara “Liqo Syawal dan Silahturahim Akbar Keluarga Besar Hizbut Tahrir Indonesia” itu, HTI juga menjelaskan gerakannya tidak pernah menawarkan kepada tokoh spiritual Syiah Iran, Imam Khomeini sebagai khalifah pasca terjadinya Revolusi Iran. (hidayatullah.com, 26/9/2012)