Mahkamah Agung Bangladesh (18/9) telah membatalkan penangkapan Prof. Dr. Sayyid Ghulam Mawla melalui Pengadilan Tingkat Pertama. Mahkamah Agung menolak klaim pemerintah bahwa kegiatan Hizbut Tahrir masuk dalam ketentuan Undang-Undang Anti-Terorisme yang dituduhkan.
Namun putusan Mahkamah Agung tersebut tidak menyenangkan pemerintah, sehingga pemerintah memutuskan untuk tidak menghormati putusan pengadilan itu dengan cara menculiknya. Ini adalah pengadilan yang sama, dimana pemerintah bersungguh-sungguh melaksanakan semua keputusan hukumnya jika keputusan hukumnya itu sesuai keinginannya, seperti dalam kasus pemerintah sementara!
Selain itu, penjatuhan sanksi terhadap para pembunuh ayah Sheikh Hasina dengan didominasi dorongan dendam adalah contoh lain dari penegakan hukum oleh Hasina dan pemerintahnya! Ironisnya, undang-undang yang sama ini sekarang justru dilecehkan sendiri olehnya. Dengan demikian, semua ini menunjukkan akan standar ganda dan kemunafikan rezim yang berkuasa dan sistem demokrasi.
Diculik
Istri Syed Golam Maula, penasihat senior Hizbut Tahrir Bangladesh dan dosen pada Studi Manajemen Universitas Dhaka, pada Senin (24/9) menyatakan bahwa suaminya telah menjadi korban ‘penghilangan secara paksa’.
Pada jumpa pers yang diselenggarakan di ruang pengacara Maula, Shahida Ahmed mengaku bahwa mereka tidak tahu tentang keberadaan suaminya.
Pada 19 September, wali Maula Latif Ahmed mengajukan dokumen yang diperlukan atas jaminan pembebasan penasehat Hizbut Tahrir kepada kepala Penjara Kashimpur Abul Bashar.
Namun pada saat itu, kepala penjara, bukannya menyerahkannya kepada walinya itu, malah menyerahkannya kepada sekelompok orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota Detektif Kepolisian.
Shahida Ahmed mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui mengenai keberadaan Maula sejak ‘penangkapan ilegal’ dari gerbang penjara itu.
Maula Latif menyatakan bahwa polisi pada hari Kamis mengaku dihadapan Wakil Rektor bahwa mereka telah menahan seorang dosennya.
“Keluarganya termasuk saya dan empat putri kami masih tidak tahu di mana dia berada, atau bagaimana keadaannya. Adalah lebih baik jika dia berada dalam tahanan di Penjara Kashimpur tanpa diadili,” tegas Maula Latif.
Penangkapan Berulang
Golam Maula, putra mendiang Syed Tajul Islam Dhanmondi, bersama dengan para anggota Hizbut Tahrir lainnya, pada 2 Mar 2010 dituduh melanggar UU Anti Terorisme tahun 2009 oleh Kantor Polisi Model Uttara.
Dia ditangkap pada tanggal 8 Juli 2010 di daerah Kataban Dhaka dan dipindahkan dari Penjara Pusat di Dhaka ke Penjara Kashimpur, empat hari kemudian.
Pengadilan Tinggi pada 23 Juli memberikan Maula enam bulan jaminan. Pada tanggal 19 September, Divisi Pengadilan Banding hakim Mohammad Abdul Wahhab Miah membatalkan permohonan penuntutan yang mencari keputusan tetap perintah Pengadilan Tinggi.
Sebelumnya, Maula pernah ditangkap sebelum tanggal 18 September 2008 karena tuduhan kegiatan teroris dari Rajshahi bersama dengan 9 anggota Hizbut Tahrir lainnya. Ia kemudian dibebaskan.
Tuduhan terorisme terhadap aktifis Hizbut Tahrir jelas mengada-ngada. Mengingat HT dalam perjuangannya telah menegaskan berulang-ulang menggunakan jalan dakwah dan politik, bukan dengan angkat senjata atau kekerasaan.
Perjuangan Hizbut Tahrir untuk membebaskan rakyat Bangladesh dari penjajahan sistem kafir dengan menegakkan kembali syariah dalam bingkai khilafah semakin mendapat hati warga. Melihat kenyataan itu, penguasa Bangladesh antek penjajah, melarang kegiatan Hizbut Tahrir pada tanggal 22 Oktober 2009 dengan menganggap organisasi itu sebagai ancaman bagi terkecuali Juru Bicara HT Bangladesh, saat itu, Prof Mohiuddin Ahmeddan.[]Rz/Joy