KADER partai politik kian berlomba meraup uang negara secara ilegal. Kini bahkan pemerintah mengeluarkan peringkat parpol yang memiliki kader terbelit masalah korupsi.
Awalnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat pada 13 Juni mengeluh bahwa mestinya Demokrat tidak menjadi bulan-bulanan pemberitaan tersangkut korupsi. Alasannya masih ada partai politik yang kasus korupsinya di atas Demokrat.
Seperti biasanya Yudhoyono tidak berterus terang soal partai-partai yang lebih korup jika dibandingkan dengan Demokrat itu. Justru Sekretaris Kabinet Dipo Alam sigap membeberkan peringkat partai-partai korup dalam kurun 2004-2011. Indikatornya ialah permohonan surat izin pemeriksaan pejabat negara dari partai politik terkait dengan kasus korupsi.
Hasilnya pejabat negara berasal dari Golkar menempati urutan teratas sebanyak 64 orang (36,36%) diikuti PDIP 32 orang (18,18%) dan Demokrat 20 orang (11,36%).
Partai-partai lain seperti PPP sebanyak 17 orang (3,97%), PKB 9 orang (5,11%), PAN 7 orang (3,97%), PKS 4 orang (2,27%), dan PBB sebanyak 2 orang (1,14%).
Partai-partai politik itu tentu saja berang dan menilai pernyataan Dipo Alam bersifat tendensius, provokatif, dan mengadu domba.
Kali ini kita mengapresiasi keterbukaan Dipo Alam. Data yang diungkapkannya itu berbicara banyak hal.
Ternyata, selama tujuh tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa, Partai Demokrat yang langsung berada di bawah kendali Yudhoyono termasuk dalam tiga besar parpol yang korup.
Itu berarti pernyataan Presiden Yudhoyono yang diserukan pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada 8 Desember 2009, bahwa ia sendiri yang memimpin langsung perang melawan korupsi, tidak mendapat dukungan penuh dari internal Demokrat. Buktinya, tahun-tahun berikutnya masih ada kader inti Demokrat tersandung oleh kasus korupsi.
Memori publik masih segar mengingat kasus dugaan korupsi Wisma Atlet Palembang yang membawa Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke penjara terjadi pada 2011. Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wakil Sekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh meledak pada 2012. Kini KPK masih mengembangkan kasus Hambalang yang disebut-sebut melibatkan sejumlah elite Partai Demokrat.
Kita menyorot Partai Demokrat bukan karena membenarkan kasus korupsi yang dilakukan kader Golkar ataupun PDIP serta partai lain. Korupsi oleh siapa pun dan partai mana pun harus dikutuk dan dihukum berat.
Namun, posisi Demokrat yang berada di tiga besar parpol korup menunjukkan pedang samurai Presiden Yudhoyono tidak cukup tajam alias majal menebas koruptor di lingkaran terdekat.
Mestinya Dipo Alam juga membuka jumlah kerugian negara dari kasus-kasus yang melibatkan parpol korup itu. Dengan demikian, juga menjadi jelas manakah parpol asal pejabat negara yang paling ganas korupsi.
Kita khawatir jika semuanya dibuka, jangan-jangan ibarat menepuk air di dulang tepercik wajah sendiri. (mediaindonesia.com, 2/10/2012)