Ulama bukanlah pewaris peradaban Barat yang dibawa Adam Smith, John Locke atau Macchiaveli yang sekuler tetapi ulama adalah pewaris Nabi Muhammad SAW yang menerapkan syariah Islam.
Sekitar seribu kyai, tokoh masyarakat dan mubalighah dari berbagai penjuru Provinsi Lampung hadir dalam acara Silaturahim Akbar Keluarga Besar Hizbut Tahrir Indonesia, Ahad (2/9) di Graha Gading Karang, Bandar Lampung.
Di depan pintu masuk, panitia menyambut kedatangan peserta dengan hangat, bersalaman dengan para ulama dan tokoh masyarakat yang datang memenuhi undangan. Suara Qasidah Burdah yang dilantunkan Bustomi Al-Jawi dengan indah memenuhi ruangan mengiringi acara pembukaan.
Ketua DPD I HTI Lampung Dudi Arfian dalam sambutannya mengatakan, HTI bersama ulama dan umat mengadakan Liqa Syawal (halal bi halal) ini guna mengokohkan ukhuwah berjuang bersama umat untuk tegaknya institusi khilafah.
Dudi menjelaskan, umat ini akan menjadi umat terbaik dengan Islam. Para ulama bukanlah pewaris peradaban Barat yang dibawa Adam Smith, John Locke, Machiaveli yang sekuler tetapi ulama adalah pewaris Nabi Muhammad SAW yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah dalam Daulah Islam/Khilafah.
“Menegakkan khilafah adalah mahkota segala fardhu. Dengan dukungan para ulama, para tokoh umat yang ikhlas menyambut seruan ini akan dibayar dengan janji Allah akan kejayaan Islam, dan tentunya surga,” ungkapnya.
Ahmad Faiz, mewakili DPP HTI, menyampaikan kalimatul hikmah. Ia menjelaskan peran penting ulama dan para tokoh dalam perjuangan syariah dan khilafah. Ia menceritakan, sebelum bertemu Hizbut Tahrir, banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab meski dirinya menimba ilmu/nyantri di Tulungagung, Jawa Timur.
Salah satu pertanyaan tersebut adalah bukankah dalam Islam, orang berzina bila belum pernah menikah dihukum cambuk, yang pernah menikah bila berzina dirajam, yang mencuri telah mencapai nishab dipotong tangannya. ”Tapi kenapa sekarang tidak diterapkan?” tanyanya kepada kyai di tempatnya nyantri saat itu.
“Pertanyaan saya dijawab oleh Kyai di pesantren saya; itu kan dulu, zaman sekarang berbeda… Aneh sekali jawaban itu. Apa Islam tidak relevan lagi?” tanyanya.
Ahmad pun membacakan sebuah hadits, “Sesungguhnya hancur binasa bangsa-bangsa sebelum kamu disebabkan, bila yang mencuri datang dari kalangan kaum elite, mereka biarkan tanpa diambil tindakan apa pun. Tetapi, bila yang mencuri datang dari orang-orang lemah, segera mereka ambil tindakan. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Ketegasan ini yang seharusnya dicontoh oleh kaum Muslimin, sayang hukum di zaman ini pandang bulu. Sangat berbeda ketika hukum Islam diterapkan pada masa Daulah Islam/Khilafah pada zaman Rasul dan Sahabat serta khalifah setelahnya. “Kalau sekarang KUHP, Kasih Uang Habis Perkara!” kritiknya.
Ia kemudian menceritakan pengalamannya ketika bertemu mahasiswa IPB yang melakukan aksi di jalan menyerukan penerapan syariah dan khilafah. “Subhanallah, mereka masih kuliah, bukan santri, bahkan belum membaca kitab kuning. Tapi suaranya lebih lantang dari para ulama. Kitab yang mereka kaji tidak lagi’kuning’ melainkan putih, karena saking banyaknya difotokopi!” ujarnya dengan nada tinggi.
Ia pun mempertanyakan keulamaan kyai dan ustadz yang menolak syariah dan khilafah. Karena menurutnya asal ikhlas dan masih waras, pasti mau menegakkan syariah dan khilafah. Menegakkan syariah dalam bingkai khilafah adalah a’dzamul wajiban (kewajiban paling besar). “Kontrak antara rakyat dan pemimpin adalah menjadikan syariah menjadi satu-satunya yang diterapkan!” pekiknya kemudian disambut takbir hadirin.
Selain itu, beberapa kalimatu minal ‘ulama dan tokoh juga turut menggelorakan semangat. “Para ulama pesantren harus bersama-sama memperjuangkan tegaknya khilafah!” tegas Kyai Bambang, Pimpinan Ponpes Miftahul Huda 628 Kalianda Lampung Selatan.
“Agar hidup kita menjadi lebih baik dan berkah, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan menegakkan syariah dan khilafah,” tegas salah seorang tokoh Lampung Hi Asep Sukohar.
Bahkan mantan Ketua NU Lampung Timur KH Komaruddin HS mengatakan agar para ulama mengajak santri dan umatnya untuk bergabung bersama Hizbut Tahrir. Menurutnya, telah berdiri gerakan Islam yang ikhlas menegakkan syariah.
“Karena HT adalah parpol Islam yang tegak di atas akidah, berjuang menegakkan hukum-hukum Allah secara menyeluruh dalam khilafah Islamiyah. Dan partai ini konsisten menyuarakan syariah dan khilafah di tengah banyaknya parpol Islam yang menolaknya,” ungkap Komaruddin.
Terakhir, DPD I HTI Lampung M Warji, menyampaikan Seruan Hizbut Tahrir bahwa dengan tegaknya khilafah, sistem sanksi, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, semua dapat diterapkan. Tanpa khilafah, semua hukum itu ditelantarkan.
Ia pun mengajak para ulama yang hadir untuk aktif memperjuangkan khilafah dengan penuh kesungguhan dengan berjamaah, ikhlas karena Allah semata bukan karena dorongan materi. “Kami mengajak para ulama untuk mengambil bagian lebih besar dalam perjuangan ini. Karena ulama adalah pewaris para Nabi. Hal inilah yang membuat ulama berperan besar merubah masyarakat, dengan menjadikan mereka sumber rujukan,” ajaknya.
Didukung Ulama
Bukan hanya di Lampung, di Tulungagung, Berau, Luwu dan Mojokerto acara serupa diselenggarakan pula pada hari yang sama.
Di Tulungagung, Jawa Timur, sekitar 1000 kyai, asatidz, dan para santri dari Kabupaten Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar sukseskan Silaturahim Akbar Keluarga Besar HTI, Ahad (2/9) malam di Aula Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Al-Azhaar.
Sedangkan di Berau, Kalimantan Timur, acara dihadiri sekitar 200 ulama, polisi, tokoh masyarakat, ormas, partai politik, paguyuban, organisasi kemahasiswaan, dan juga pelajar.Ahad (2/9) di Gedung Busak Malur. Acara berlangsung meriah dan penuh dengan suasana kekeluargaan.
Di Luwu, Sulawesi Selatan Liqa’ Syawwal diselenggarakan pada Ahad (2/9) di Aula Masjid Agung Kabupaten Luwu. Dalam kesempatan itu Ketua MUI Kabupaten Luwu Ustadz Aswawi menyeru para peserta. “Kehadiran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan apa yang diperjuangkannya harus kita dukung,’’ ungkapnya.
Sementara itu di Mojokerto, Jawa Timur, sekitar seribu kyai, ustadz dan santri memenuhi masjid Ponpes Riyadlul Jannah, Pacet. Pengamanan acara ini didukung oleh Banser NU wilayah Pacet. Mereka termasuk KH Zaini (Ketua Tarekat At Tijani Mojokerto); KH Qowaid (Ketua Majlis Taklim Al Muasirah); Ustadz Samsul Abadi (Ketua DPD I Sarekat Islam Jatim); KH Masyhudi (Pengasuh Pondok Pesantren As Shomadiyah); dan Kyai Djoko Santoso (Pengasuh Pondok Pesantren Al Mukhlishin) mendukung perjuangan HTI untuk menegakkan syariah dalam bingkai khilafah.
“Persatuan umat Islam dan khilafah adalah solusi atas semua permasalahan umat Islam dan kita harus bersatu dalam memperjuangkan penegakkan syariah dan khilafah,” ajak Kyai Djoko.
Berjuang Bersama
Sedangkan di Jombang, Jawa Timur, acara berlangsung pada Jumat 7 September. Sekitar 600 ulama dari Jombang, Nganjuk dan Kediri hadir menyukseskan acara silaturahim ini. Di antara ulama yang hadir nampak pula KH Farid Ma’ruf (Pimpinan Ponpes Al Mimbar, Sambong, Jombang); Ustadz Syamsul Hadi (Mubaligh Kediri); KH Mustofa Alwi (Pimpinan Ponpes Uswatun Hasanah, Nganjuk).
Keesokan harinya, tepatnya pada Sabtu, 8 September perhelatan berlangsung di Pangandaran, Gresik dan Lhokseumawe. Liqa’ Syawwal Ulama yang digelar di Pangandaran, Jawa Barat, dihadiri sekitar 300 ulama. “Alhamdulillah saya dipertemukan dengan Hizbut Tahrir, saya mengerti dengan apa yang dibawa HT dan insya Allah akan selalu berjuang bersama HT dalam menegakkan khilafah. Allahu Akbar!” pekik Ajengan Saeful Qital (Ulama Cigugur) di Gedung Dakwah Padaherang. Sontak pesertapun bertakbir.
Di Gresik, Jawa Timur, lebih dari 2.300 kyai, tokoh masyarakat, ustadz dan para muhibbin dari berbagai pesantren di kota Sidoarjo, Surabaya, dan Gresik berbondong-bondong mendatangi kegiatan Liqo Syawal Ulama 1433 H bersama Hizbut Tahrir Indonesia di Ponpes Maskumambang, Kec Dukun, Kab Gresik.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib menyatakan sistem yang diterapkan negara hanya ada dua kemungkinan. Kalau negara tidak menerapkan syariah Islam, maka pasti menerapkan sistem kufur. Kalau negara tidak menerapkan syariah Islam pasti terjadi kekacauan.
“Karena itu menegakkan khilafah yang akan menerapkan syariat Islam adalah kewajiban kaum Muslimin termasuk para ulama. Kalau ada ulama yang tidak memperjuangkan syariah Islam maka perlu ditanya keulamaannya,” tegasnya.
Acara temu ramah bersama HTI Kota Lhokseumawe, Aceh, dihadiri puluhan peserta dari kalangan mahasiswa dan juga tokoh masyarakat Lhokseumawe. Acara yang bertema Mewujudkan Islam Rahmat Sekalian Alam tersebut berlangsung di Aula Pemko Lhokseumawe.
Pada Ahad, 9 September Silaturahim Akbar Keluarga Besar HTI berlangsung di enam kota yakni: Banjar (Jawa Barat), Semarang, Mandailing Natal, Pekanbaru, Bojonegoro dan Jambi.
Di Banjar, sekitar seribu kyai, ustadz, tokoh masyarakat dan para muhibbin serta seluruh pendukung penegakan syariah dan khilafah se-Kota Banjar hadir dalam acara yang berlangsung di Graha Banjar Idaman. Kalimat dukungan dari para ulama Banjar dalam memperjuangkan khilafah disampaikan oleh Kyai Kartono, Kyai Sofyan dan Kyai Afifudin. “Kami siap memberikan dukungan dan ikut berjuang bersama HTI dalam menegakkan Syariah dan Khilafah, dan akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan HTI dalam memperjuangkannya” tegas Afifudin.
Di Semarang, Jawa Tengah, sekitar 600 ulama se-Semarang Raya berkumpul, bergabung dalam acara Silaturahim Akbar Keluarga Besar Hizbut Tahrir Indonesia yang diselenggarakan di lapangan SD Hidayatullah Yayasan Abul Yatama, Banyumanik, Semarang. Sebelum acara dimulai peserta disuguhi dengan tampilan audio visual berupa Makanah Hizbut Tahrir Indonesia. Sajian ini dikemas dalam display layar di depan dan empat tv plasma di jajaran peserta serta dengan audio 15.000 watt yang mantap membuat suasana acara menjadi membahana walaupun diselenggarakan di lapangan.
Di Mandailing Natal, Sumatera Utara, sekitar 300 ulama menyukseskan silaturahim yang digelar di Masjid Agung Nur Ala Nur, Panyabungan. Dalam acara tersebut hadir pula utusan dari berbagai pesantren, BKM Masjid dan berbagai ormas Islam seperti Jamaah Tabligh dan Global Ikhwan. Selain dari Mandailing Natal, ulama berdatangan dari Padang Sidempuan, Padang dan Lawas Utara.
Sedangkan di Pekanbaru, Riau, DPD I HTI Riau menggelar Liqa’ Syawwal di Masjid Al Munawwarah, Kampus Universitas Islam Riau. Hadir sebagai pembicara KH Syamsuddin Mu’ir (Dosen UIR), KH Hafidz Abdurrahman (Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI) KH Amin (Pimpinan Ponpes Perawang Kab Siak Propinsi Riau) dan UU Hamidi (Tokoh Budayawan Riau).
Adapun di Bojonegoro, Jawa Timur, sekitar 1.500 ulama Bojonegoro, Tuban dan Lamongan hadir menyukseskan pertemuan yang berlangsung di Ponpes Al Asy’ari, Ceweng Dander Bojonegoro yang diasuh oleh KH. Ahmad Khoirul Anam Al Asy’ari. Beberapa ulama yang berkesempatan menyampaikan ‘Kalimah minal Ulama’ antara lain: Gus M Washilul Murod (Pengasuh Ponpes Ashomadiyah Tuban); H Sudarman (Tokoh masyarakat Bojonegoro) dan Ustadz Shohibul Huda (Pengasuh Ponpes Ribathul Muslimin Blimbing Paciran).
Di Jambi, perhelatan berlangsung di Masjid Nurdin Hasanah Telanai Pura Jambi. “Masuklah Islam secara kaffah, yang artinya seluruh sendi kehidupan harus diatur dengan Islam,” demikian ujar Syahrul Musta’in, petinggi HTI Palembang saat memberikan tausyiah pada acara Liqa’ Syawwal HTI Jambi. Sekitar 50 ustadz, pengurus Ormas, BKMT, termasuk dai keturunan Cina Ustadz Abdul Hamid Kho menyukseskan acara ini.
Ketika tulisan ini dibuat, acara Silaturahim Akbar Bersama Keluarga Besar Hizbut Tahrir berlangsung di berbagai kota di Indonesia hingga puncaknya di Jakarta yang diagendakan berlangsung pada 25 September di Monumen Nasional dengan target 10.000 peserta.[] joy dari kontributor daerah