Adalah hal yang perlu diperhatikan serangan terhadap Malala Yousafzai (seorang remaja putri Pakistan yang ditembak oleh Taliban) pada tanggal 9 Oktober yang terjadi hanya satu hari setelah dilakukan demonstrasi oleh PTI (Pakistan Tehreek-e-Insaf) atas serangan pesawat tak berawak adalah hal yang menarik.
Sebelum serangan itu, perhatian dunia terhadap kekejaman dan pemboman barbar atas warga sipil tak berdosa di wilayah persukuan Pakistan (FATA) sedang meningkat. Beberapa aksi yang dilakukan PTI diikuti 32 orang Amerika dan Inggris . Media seperti BBC membuat liputan, ketidakketinggalan menlu Rusia juga mengecam. Terdapat tulisan editorial terhadap serangan pesawat tak berawak itu di Financial Times dan surat kabar lain. Semua itu mencerminkan perhatian global atas kejahatan yang dilakukan AS terhadap rakyat Pakistan.
Hal yang juga menarik untuk dicatat , pasca serangan terhadap Malala Yousafzai, jumlah korban serangan drone meningkat menjadi 18 dan 27 pada hari sebelum dan sesudahnya. Setelah munculnya serangan terhadap Malala, hilangnya nyawa dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh AS terhadap rakyat yang tidak bersalah tidak lagi menarik perhatian media internasional. Teralihkan. Ini tentu bukan suatu kebetulan.
Para korban serangan pesawat drone yang merupakan penduduk miskin itu dibiarkan berjuang sendiri melawan AS justru angkatan bersenjata Pakistan yang berjanji untuk melindungi rakyat Pakistan. Penduduk sipil maupun para pimpinan militer negara itu yang mengabaikan pembunuhan warga Pakistan merupakan orang-orang yang terlibat dalam kejahatan keji ini!
Masyarakat Pakistan sangat tidak terorganisir dan mereka tidak cepat bereaksi atas apa yang terjadi. Namun kali ini, baik masyarakat sipil, media, pemerintahan sipil, militer, dll muncul dengan sangat terorganisir untuk menentang serangan yang dilakukan terhadap Malala dalam hitungan hanya 24 jam.
Obama pun segera tampil mengutuk serangan biadab terhadap Malala. Lupa bahwa lewat perintah Obamalah terjadi pembunuhan warga sipil Pakistan tidak bersalah setiap hari. Hilary Clinton juga siap dengan pernyataan yang mengutuk kebiadaban serangan terhadap Malala tersebut. Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon mengutuk serangan itu. Penyanyi pop Madona langsung segera mengetahui hal itu dan menangisi Malala dan mendedikasikan sebuah lagu kepadanya. BBC membuat liputan tentang tragedi Malala dan melaporkan Adam Ellick telah membuat sebuah film dokumenter tentang dirinya pada tahun 2009.
Reaksi terorganisirpun semakin tampak. Yayasan HAM Anak-anak menominasikan Malala untuk mendapatkan International Peace Prize bagi Anak dan pemberian Penghargaan Perdamaian Nasional kepadanya oleh pemerintah pada tahun 2012.
Tapi yang paling menarik adalah fakta bahwa Christiana Amanpour dari CNN, yang diduga memiliki hubungan dengan CIA, membuat sebuah program khusus CNN mengenai Malala. Orang yang sama itu, Christiana Amanpour, menjadi terkenal karena membuat liputan mengenai Osama bin Laden di Pakistan pasca 9/11 dalam upaya memfitnah Pakistan. Ketika itu dia diusir keluar dari Pakistan.
Reaksi yang langsung dan terorganisir dengan baik dari media, masyarakat sipil, Sekretaris Jenderal PBB, kantor politik tertinggi di Washington, para penyanyi, dll, menyampaikan kesan bahwa mereka siap atas situasi apapun bahkan sebelum anak malang itu diserang. Kepedulian Christiana Amanpour dan kecaman dari Barak Obama menunjukkan bahwa masalah ini adalah sangat penting dan strategis bagi Amerika Serikat. Hal ini memperjelas jejak kaki CIA dalam melakukan kejahatan.
Upaya serupa telah dilakukan di masa lalu untuk mengungkapkan ancaman serius ke seluruh dunia sebagai akibat sangat berbahaya dari ‘teroris’ di Waziristan Utara. Upaya propaganda membangun ancaman terorisme dari Waziristan dilakukan secara terorganisir. Seperti kasus seorang wanita yang dicambuk oleh Taliban beberapa tahun yang lalu, tuduhan oleh pemerintah Inggris terhadap 11 warga Pakistan (yang kemudian nama mereka dibersihkan dari semua tuduhan) dengan tuduhan merencanakan pemboman di Inggris beberapa tahun yang lalu dan pernyataan Gordon Brown bahwa 75 persen dari komplotan teroris di Inggris berasal dari Wilayah Utara Pakistan adalah sebagian dari upaya yang dilakukan sebelumnya untuk mencari pengesahan untuk dimulainya operasi militer di Waziristan Utara.
Amerika Serikat dan Inggris telah menggunakan penipuan secara konsisten sebagai instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan strategis mereka. Hampir sepuluh tahun kemudian, tak seorang pun mampu menemukan senjata pemusnah massal di Irak, tetapi genosida rakyat Irak belum mampu menimbulkan rasa belas kasihan Barak Obama, Hilary Clinton, Sekjen PBB, Modona, maupun Christiana Amanpour.
Mereka hanya menangis saat mendukung orang yang terluka ketika ada keterkaitan strategis atas kepentingan AS! Perlu diingat bahwa ketika kita mendekati tahun 2015, AS akan mencoba mempercepat pembunuhan penduduk Pakistan yang tidak bersalah baik melalui serangan pesawat tak berawak maupun dengan mendalangi insiden sejenis Malala untuk menarik perhatian setiap orang atas keseriusan ancaman dari kelompok militan.
Ini adalah versi yang lebih canggih dari ungkapan ‘berbuat lebih banyak’. Agenda tersembunyi dari ungkapan itu adalah untuk mempercepat langkah atas prediksi dari Laporan Tren Global CIA pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa KPK dan Balochistan tidak akan berada dalam kendali Pemerintah Pakistan pada tahun 2015.(RZ: http://thefrontierpost.com/article/186971: 14 Oktober, 2012)