Kenaikan tarif Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) per Oktober 2012 di Kota Bogor menuai kecaman dari berbagai pihak. Hari ini, Rabu (17/10) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bogor menggelar aksi di depan Balai Kota Bogor, jalan Ir. H. Juanda, Bogor dengan mengerahkan sekitar 100 orang warga.
Mereka menolak kenaikan tarif PDAM dikarenakan hal tersebut merupakan salah satu bentuk liberalisasi pengelolaan air oleh pemerintah. “Mereka menjadikan air ini sebagai barang komersil untuk mengambil keuntungan lebih,” ujar Dwi Henri Cahyono, Ketua Dewan Pengurus Daerah HTI Kota Bogor dalam aksinya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan dan Industri No. 23 tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada PDAM, keuntungan yang wajar diperoleh PDAM adalah 10 persen berdasarkan rasio laba terhadap aktifa produk.
Namun, dalam laporan laba rugi PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor tahun 2007 hingga 2010 yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, rasio laba yang diperoleh PDAM yaitu 18,51 persen (2007), 20,42 persen (2008), 21,48 persen (2009) dan 17,50 persen (2010).
“Ini tidak lain karena pemerintah dan PDAM bertindak sebagai pedagang terhadap rakyatnya sendiri,” ujar Dwi. Ia menambahkan seharusnya pemerintah mengelola air untuk kepentingan masyarakatnya bukan, untuk mengambil keuntungan darinya.
Pantauan Republika, sekitar seratus orang berkumpul di jalan Ir. H. Juanda membentangkan spanduk-spanduk penolakan terhadap kenaikan tarif PDAM. Sebuah mobil box digunakan untuk orasi meneriakan tuntutan mereka. Mereka pun menyebarkan selebaran tentang pernyataan sikap HTI terhadap tarif baru ini.
Tidak hanya HTI, sebelumnya dari kalangan mahasiswa pun sempat melakukan aksi di depan Balai Kota Bogor dan DPRD Kota Bogor meneriakan hal yang sama. Mereka meminta Diani Budiarto, Walikota Bogor untuk mencabut peraturan Walikota No. 21 tahun 2012 tentang kenaikan tarif PDAM. (republika.co.id, 18/10/2012)