Hari ini, Menteri Dalam Negeri Inggris Theresa May menghalangi ekstradisi Gary McKinnon ke Amerika Serikat, seorang yang mengaku menghack sistem komputer Pentagon, hanya dua minggu setelah persetujuan dan ekstradisi atas lima tahanan Muslim, yang salah satunya-Talha Ahsan, sebagaimana juga McKinnon, menderita sindrom Asperger.
Kami tidak merasa sakit hati terhadap berita baik McKinnon dan tidak merasa iri kepadanya atas kenyataan bahwa ia telah lolos dari ‘ketidakadilan’ gaya Amerika. Tapi kami ingin mengungkapkan hal-hal berikut tentang bagaimana kasus-kasus ini ditangani oleh pemerintah Inggris, dan apa yang dikatakannya tentang standar keadilan Inggris – atau tidak adanya ketidakadilan pada mereka.
Kasus ini membuktikan, jika bukti semakin diperlukan, bahwa keadilan di Inggris tidak buta terhadap ras dan agama, namun beroperasi dengan standar keadilan yang ganda – dimana satu caranya adalah bagaimana menangani kaum Muslim dan cara satunya lagi bagaimana jika menangani orang-orang lain – yang didorong oleh kepentingan negara Inggris dan kepentingan politik pemerintah.
Ada satu standar kewarganegaraan untuk McKinnon – untuk membelanya melawan ekstradisi ke luar negeri meskipun itu adalah sekutu terdekat mereka – dan satu lagi standar untuk warga Muslim dan penduduk – yang dikirim ke AS atau ditinggalkan selama bertahun-tahun, sebagaimana banyaknya tahanan Guantanamo, dan sebagaimana kasus Shaker Aamer (warga Arab Saudi yang tinggal di Inggris dan ditahan AS di Guantanmo).
Ada satu standar perasaan iba untuk McKinnon karena dia memiliki kesehatan yang rentan karena menderita Asperger, dan satu standar lagi untuk Talha Ahsan, yang ditinggalkan dengan risiko dipenjara seumur hidup di penjara ‘supermax’ AS meski ia juga menderita Asperger.
Risiko McKinnon melakukan bunuh diri dikutip sebagai sebuah alasan kekhawatiran pemerintah Inggris yang sama yang secara efektif membiarkan Abu Hamza untuk disiksa selama bertahun-tahun di Belmarsh karena kurang tidur, membangunkannya setiap jam untuk ‘memeriksa bahwa dia baik-baik saja’ (suatu praktek standar yang dilakukan untuk pengawasan atas orang yang mau melakukan bunuh diri).
Pemerintah Inggris memenangkan berita tabloid tentang bagaimana berurusan dengan ‘tersangka teror’ dengan mengekstradisi para tersangka Muslim (yakni orang-orang yang dituduh teroris tetapi tidak terbukti bersalah atas kejahatan dalam banyak kasus) hanya dua minggu lalu – namun belum memenangkan berita utama untuk bisa menghentikan ekstradisi dan menunjukkan hari ‘kasih sayang’.
Kami telah melihat lagi bahwa keadilan di Inggris lebih berkaitan dengan kemanfaatan politik daripada prinsip hukum. Ibu dari semua negara demokrasi ini telah terbukti lebih berurusan dengan populisme, sementara mengkekalkan hukuman terhadap umat Islam yang berani mengangkat suara mereka melawan ketidakadilan terhadap sesama muslim di seluruh dunia.
Jika semua warga negara tidak diperlakukan dengan setara maka Inggris setidaknya harus jujur dan mengatakannya demikian, bukannya dengan menyebarkan kebohongan bahwa sistemnya dibangun di atas pluralisme, keadilan dan supremasi hukum.
Sekali lagi kita melihat wajah jelek dari sistem demokrasi, dan bagaimana hal itu digunakan untuk memenuhi kepentingan penegakkan pemerintahan.
Saat ini, tidak ada pemerintah yang akan membela keadilan bagi umat Islam dengan cara yang diharapkan seorang warga negara kepada pemerintah mereka untuk membela mereka.
Dan itulah sebabnya kita semua disebut sebagai kaum Muslim – orang-orang yang pertama menyaksikan kemunafikan sistem ini – dengan cara melipatgandakan upaya mereka untuk mendirikan pemerintahan Islam di dunia Muslim yang akan membela kepentingan Islam dan umat Islam di seluruh dunia.
Hizbut Tahrir
Inggris
30 Dhu al-Qi’dah 1.433
16 Oktober 2012
Sumber: hizb.org.uk (17/10/2012)