Mencermati Elektabilitas Parpol Islam

Andrew Knapp, menuturkan bahwa fungsi Partai Politik antara lain: mobilisasi dan integrasi, sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih, sarana rekruitmen, dan Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan, (Assidiqui, Pengantar Ilmu Hukum Tatat Negara, Jilid II).

Ketika fungsi partai politik tidak berjalan maksimal, maka implikasinya adalah menurunnya elektabilitas parpol. Sepertinya hal itu Inheren dengan apa yang terjadi pada elektabilitas parpol Islam saat ini.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini mengeluarkan survei terkait elektabilitas partai politik menjelang pemilu 2014. Hasil survei menyebutkan tingkat elektabilitas partai politik yang berbasiskan massa Islam yakni PKS, PAN, PPP dan PKB pada Oktober 2012 adalah dibawah 5 persen atau menurun dibanding parpol nasionalis.

Survei ini dilakukan pada 1-8 Oktober 2012 dengan sample 1.200 responden di 33 provinsi dengan menggunakan metode pengacakan beringkat (multistage random sampling)berupa pengumpulan data melalui wawancara tatap muka responden, menggunakan kuesioner, serta tingkat kesalahan sekitar 2,9 persen. (antaranews.com, 14/10).

Tanggapan beragam pun muncul, diantaranya datang dari Marwan Ja’far, ketua DPP PKB yang menilai hasil survey LSI tersebut jauh dari objektivitas . Nada penolakan juga datang dari Sekretaris Jenderal PAN, Taufik Kurniawan. Ia meragukan indepedensi Lembaga survei yang dibiayai Negara itu. “Masyarakat tahu independensi survei, darimana sumber pembiayaannya,” paparnya sebagaimana dikutip republika.co.id (14/10).

Menyoal akurasi survei

Apabila mencermati akurasi hasil survei LSI, seringkali memang tidak akurat, dan indepedensinya layak untuk diragukan. Paling memprihatinkan khususnya menyangkut survei pemilu daerah. Seperti halnya ‘ramalan” pilkada DKI Jakarta 2012 baru-baru ini ternyata meleset. Pula Pilkada Aceh 2012, pilkada Jabar 2008.

Namun berbeda dengan survei yang dilakukan di tingkat nasional, dalam hal ini kinerja LSI cukup bagus, meski juga dituding menggiring. Menjelang pemilu 2009 misalnya, beberapa lembaga survei termasuk LSI mengeluarkan hasil survei dengan akurasi nyaris tepat saat memprediksi pemenang pemilu 2009, yakni partai Demokrat, disusul Golkar, PDIP, dan PKS. Pun dengan survei menjelang pemilu Presiden terkait kemenangan SBY.

Satu sisi, kelemahan akurasi hasil survei juga bisa menjadi kewajaran dikarenakan beberapa hal mempengaruhi. Pertama: perubahan sikap politik pemilih. Seperti diketahui, sebagian besar pemilih merupakan kategori pemilih mengambang, sehingga mereka bisa merubah dukungannya hanya dalam hitungan hari, bahkan jam, salah satunya diakibatkan trik-trik ilegal yang bisa saja dilakukan oleh partai politik tertentu. Kedua: wajar manakala hasil survei meleset disebabkan hanya menggunakan sample dari sebagian kecil masyarakat.

Faktor kemunduran Parpol Islam

Namun, hasil survei kali ini tampak begitu relevan. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor kenapa tingkat kepercayaan masyarakat pada parpol Islam menurun. Inipun bisa kita buktikan apabila kita mendengar perbincangan masyarakat sekitar ketika menyoal parpol Islam.

Faktor pertama: Parpol Islam menjauhi sikap politik Islam. Hal ini mengakibatkan masyarakat sulit membedakan mana partai Islam dengan partai sekular. Contohnya ialah ketika partai memilih menjadi partai terbuka, menjagokan kalangan non muslim sebagai calon pemimpin daerah, dsb. Implikasinya lepaslah dukungan masyarakat yang memiliki kesadaran ideologis.

Kedua: Tidak memiliki basis massa pemilih loyal. Selama ini partai Islam tidak mengikat pemilih atau pendukung dengan ikatan berdasar ideologi. Hal ini menyebabkan para pemilih mudah sekali untuk menjadi pemilih kutu loncat. Senjata-senjata peraup suara yang sering digunakan seperti memberi imbalan kemanfaatan sementara, itupun juga dilakukan oleh partai sekular. Publikasi diberbagai media masih kalah dengan parpol sekular melalui kekuatan media dan kekuatan finansial yang dimiliki. Pun soal figuritas partai, ketenarannya dibawah figur parpol sekular .

Ketiga: Perilaku elit pimpinan partai mengecewakan. Masyarakat semakin kebingungan ketika beberapa partai Islam yang dianggap bersih ternyata elit partai memberikan image sebaliknya. Begitu pula perilaku hedonis dengan bergaya hidup mewah para elit yang memberikan kesan kurang peka terhadap kondisi masyarakat sekitar.

Keempat: Persaingan semakin ketat. Kantong-kantong suara dari para pemilih tradisional seperti pandangan Muhammadiyah memilih PAN, Nahdhatul Ulama memilih PKB, itu tidak relevan lagi. Sebab partai sekular sudah mengakomodir dengan cara mengangkat beberapa tokoh elemen Islam di jajaran kepengurusan partai.

Kemudian pesaing lain juga datang dari para partai pendatang baru dengan berbagai potensinya. Mereka punya kader-kader muda untuk diusung menjadi pemimpin, jika parpol Islam masih sekedar mengusung jargon saatnya pemimpin muda.

Pembenahan Partai Islam

Hasil survei ini memang tidak bisa dijadikan pedoman seutuhnya, namun jika dikorelasikan dengan fenomena apatisme masyarakat pada parpol Islam, maka tidak tepat apabila parpol kemudian bersikap acuh dan tidak mengadakan perbaikan.

Menjadi partai Islam sejatinya bukan sekedar memiliki basis massa muslim, atau sekedar mengatasnamakan partai Islam dalam perijinan pembentukan partai, namun landasan dan sikap politik partai tersebut juga harus mengambil jalan politik Islam.

Menurut para ulama, hakikat berdirinya partai Islam ialah sesuai dengan perintah Allah Swt:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Al-khair), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (QS Ali ‘Imran : 104).

Solusi pertama: Giat melakukan edukasi dan artikulasi politik Islam. Partai Islam harus menyeru kepada Al-Khair. Imam Ibnu katsir menafsirkan kata  Al-Khair pada ayat diatas ialah mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana Islam telah memberikan peraturan hidup sempurna yang terpancar dari akidah Islam. Baik menyangkut pribadi, masyarakat, maupun negara. Itulah ideologi Islam.

Selain berupa kewajiban, menyerukan Ideologi Islam secara massif juga dapat menciptakan basis massa pemilih loyal. Partai dan masyarakat akan diikat oleh pemikiran dan perasaan yang sama untuk berjuang menerapkan ideologi Islam sebagai tuntutan keimanan dan kemaslahatan.

Kedua: Benar-benar menjadi representasi umat. Partai Islam harus selalu membela hak-hak umat, hadir ditengah-tengah umat untuk memberikan solusi-solusi permasalahan umat. Dengan begitu, masyarakat tidak mudah lagi diiming-imingi untuk menjadi pemilih kutu loncat melaui berbagai modusnya jika itu bertentangan dengan Ideologi partai yaitu ideologi Islam.

Ketiga: Meningkatkan fungsi koreksi. Partai Islam harus lebih masif lagi melakukan aktivitas menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Selain wajib, hal ini juga dapat membantu bargaining partai ditengah-tengah umat guna meraih simpati umat. Banyak hal yang bias dilakukan semisal menolak kebijakan penguasa yang mengambil kebijakan dzalim seperti menolak kenaikan BBM, menolak kenaikan TDL, menolak pelemahan pemberantasan korupsi, dsb. Bukan justru berkolaborasi mengambil kebijakan yang tidak pro masyarakat.

Ketiga: Partai Islam harus lebih Ikhlas. Sikap ikhlas akan mendorong partai agar lebih berani menyuarakan Islam, mudah untuk menerima kebenaran yang datang, dan akan takut bila menganggap menyuarakan Islam berdampak partai menjadi tidak laku. Sikap Ikhlas partai menjadikan partai tidak kuatir lagi atas kemungkinan potensi berkurangnya jatah kursi.

Melalui perncanaan, konsolidasi, dan gerak terencana dan ditopang jumlah kader yang signifikan guna mengoptimalkan gerak mesin politik partai. InsyaAllah partai Islam bisa menjadi terdepan. Masyarakat pun berbondong-bondong mendukung partai Islam untuk menegakkan ideologi Islam. Namun tidak mesti dukungan itu harus berbentuk dukungan dalam pemilu sebagaimana anggapan banyak kalangan.

Jika partai Islam sudah bekerja cerdas, bekerja keras, dan bekerja Ikhlas. Maka akhirnya semua bergantung pada-Nya. Dan Allah menolong hamba-Nya selama hamba menolong agama-Nya. “Barang siapa yang menolong agama Allah niscaya Allah akan menolongnya dan akan meneguhkan kedudukannya.” (QS. Muhammad: 7). Wallahu a’lam.

Ali Mustofa Akbar
Analis CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)

 

2 comments

  1. Ketika semua partai islam tampil pragmatis tak ubahnya seperti partai sekuler nasionalis, tidak memiliki keunggulan komparatif berupa: basis idiologi yang kokoh, pemikiran politik islam yang bersih, murni, jelas dan menonjol, serta tidak menunjukkan misi islamisasi yang jelas, maka umat pun tidak punya alasan untuk mengistimewakan (membedakan) mereka atas partai sekuler yg ada.

  2. ya benar, saya setuju dengan artikel ini…saya kecewa dgn partai islam skrng yg krg masih malu2 dikatakan partai islam, apalagi menerapkan nilai2 keislamannya dalam politik dan pengkaderannya. mrk kurang peduli dng urusan umat islam dan problemanya, mereka hnya memikirkan partai dan golongannya..andaikan mereka peduli pada masalah keumatan, pasti mereka selalu bekerjasama dan bersatu dnga partai islam lain untuk memujudkan tujuan2 syariat islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*