Salah seorang pendiri pertama Partai Keadilan dan Kebebasan (FJP), yang merupakan sayap politik Ikhwanul Muslimin) Ahmed El-Hamrawi, telah mengundurkan diri karena menolak surat yang bernada persahabatan yang dikirim oleh Presiden Morsi kepada Presiden Israel Shimon Peres
Ahmed El-Hamrawi, anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin, telah mengundurkan diri baik dari kelompok Ikhwanul Muslimin maupun sayap politiknya, Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sebagai protes atas surat yang dikirimkan oleh Presiden Mesir Mohamed Morsi kepada rekannya Presiden Israel, Shimon Peres.
Surat itu yang dikirim pada tanggal 17 Oktober untuk memperkenalkan duta besar Mesir yang baru diangkat untuk Israel, telah memicu kontroversi karena berisi kata-kata penuh keramahtamahan.
“Pesan ini merupakan pengkhianatan nasional dan agama, yang mengabaikan darah yang telah ditumpahkan sejak tahun 1948 oleh tangan Zionis,” dalam surat pengunduran diri dari El-Hamrawi.
El-Hamrawi, yang telah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin selama 28 tahun dan merupakan salah seorang pendiri pertama Partai FJP, mengatakan bahwa surat itu telah menghancurkan sejarah Ikhwanul Muslimin dan semua yang mereka yakini. Tidak jelas kapan El- Hamrawi mengundurkan diri, namun surat pengunduran dirinya diterbitkan oleh harian Al-Masryeen pada hari Sabtu.
Dalam surat kepresidenan itu, Morsi, yang mengundurkan diri dari Ikhwanul setelah terpilih menjadi presiden, memilih kata-kata untuk menyebut Peres sebagai seorang “teman baik dan akrab”, menurut harian Times of Israel, yang menerbitkan salinan surat tersebut.
“Kami menganggap bahwa Mubarak dan kelompoknya adalah para pengkhianat, tapi ternyata lingkaran pengkhianatan itu jauh lebih besar. Jika Mubarak adalah harta karun Israel, maka Morsi adalah teman setia mereka, seperti yang dijelaskan oleh suratnya,” tambah El- Hamrawi.
Juru bicara kepresidenan Yasser Ali menegaskan keaslian surat itu pada hari Jumat, dengan mengatakan bahwa surat itu mengikuti aturan protokoler.
Mantan Asisten Menteri Luar Negeri Hani Khalaf mengatakan kepada situs berita Arab Ahram pada hari Kamis bahwa istilah-istilah yang dipakai dalam surat itu mungkin tidak dipilih secara khusus.
“Ada template (model) untuk surat tersebut yang tidak diubah dengan berubahnya para pejabat, administrasi atau negara ke mana surat itu dikirim.”
“Karena merupakan prosedur rutin, surat itu dapat keluar dari Kementerian Luar Negeri kepada biro umum tanpa dicek terlebih dulu oleh presiden,” tambah Khalaf.
Sebelum Revolusi 25 Januari, Ikhwanul Muslimin telah mengorganisir sejumlah protes untuk menuntut pengusiran duta besar Israel untuk Mesir, kelompok itu juga menyelenggarakan bebarapa konvoi bantuan ke wilayah Gaza. (RZ/ Ahram Online, Senin 22 Oktober 2012)