Kelompok-kelompok Islam di Mesir menggelar aksi demonstrasi pada hari Jum’at (9/11) menuntut penerapan Syariah. Sementara Ikhwanul Muslimin dan partainya, yaitu Partai Kebebasan dan Keadilan, serta Partai “an-Nur” yang mewakili kelompok Salafi justru memboikot demonstrasi ini, dan menolak untuk berpartisipasi.
Kedua gerakan ini terlibat dalam Komisi Penyusunan Konstitusi, namun keduanya tidak berusaha untuk mengubah Pasal Kedua dalam konstitusi sesuai syariah sebagaimana yang diberitakan.
Semua sudah tahu bahwa Pasal Kedua sudah ada dalam konstitusi Mesir sejak 1971, namun itu sama sekali tidak mengubah apa pun dalam institusi, struktur dan kebijakan negara. Sementara negara tetap tidak Islami, di mana Pasal Kedua menetapkan hal seperti berikut ini: “Islam sebagai agama negara; bahasa Arab bahasa negara, dan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang.”
Dan penyusunnya, Anwar Sadat mengatakan “tida ada intervensi agama ke dalam politik”, yakni negara Mesir adalah negara sekuler, karena Pasal Kedua ini tidak membuatnya menjadi negara Islam, atau menggunakan pendekatan politik Islam di semua bidang. Bahkan kondisi seperti tetap bertahan di era Husni Mubarak.
Para demonstran menuntut untuk membuat Pasal Kedua ini menetapkan bahwa “Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang, tidak menerima perubahan atau referendum.” Padahal semua tahu bahwa negara di Mesir sistem pemerintahannya adalah republik demokrasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal Pertama. Dan Pasal Ketiga menetapkan bahwa kedaulatan di tangan rakyat semata, yakni hak membuat undang-undang ada di tangan rakyat. Pasal Ketiga juga menetapkan bahwa dasar bagi perekonomian Republik Arab Mesir adalah sistem demokrasi sosialis. Dengan demikian, semua pasal ini bertentangan dengan Pasal Kedua yang menetapkan bahwa prinsip-prinsip Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang, atau bahwa Pasal Kedua tidak berarti apa-apa.
Sementara Islam mewajibkan bahwa sistem pemerintahan adalah sistem khilafah Islam; kedaulatan bagi syariah Islam, sehingga rakyat atau legislasinya tidak berhak membuat undang-undang; asas ekonominya adalah akidah Islam, di mana sistem ekonomi dibangun di atas akidah Islam, sehingga dalam merancang politik ekonomi harus sesuai dengan hukum Islam yang lahir dari akidah Islam.
Konstitusi Mesir itu sebenarnya terinspirasi oleh pasal-pasal konstitusi Barat. Sehingga semua sistem negara, mulai dari pemerintahan, ekonomi, pendidikan dan sistem sosial, serta politik dalam negeri, luar negeri, perang, industri, sistem peradilan, dan lainnya adalah berasal dari sistem dan politik yang bertentangan dengan Islam, meskipun dalam konstitusi itu terdapat Pasal Kedua tersebut.
Perlu diketahui bahwa Hizbut Tahrir di Mesir tengan melakukan berbagai aktivitas secara serius untuk membuat kaum Muslim mengadopsi dan bekerja secara sungguh-sungguh bersama dengan Hizbut Tahrir untuk menjadikan akidah Islam sebagai asas negara, sistem dan politiknya, serta apa saja yang terkait dengannya, seperti mengoreksi pemerintah, Undang-Undang Dasar dan undang-undang, di mana al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas syar’iy adalah satu-satunya sumber undang-undang, dan menjadikan sistem pemerintahannya adalah sistem khilafah Rasyidah (kantor berita HT, 11/11/2012).