Mediaumat.com. Jakarta. Ironis, seorang gadis jadi korban penembakan Taliban mendapat apresiasi yang luar biasa dari media Barat, namun ratusan anak-anak dan wanita korban pembantaian Amerika didiamkan saja. Padahal korbannya sama-sama anak Muslim Pakistan.
Makanya, Farid Wadjdi pun berang ketika sebuah majalah kenamaan Amerika mengokohkan Malala Yousafzai sebagai tokoh dan pemikir global. “Itu tidak lebih dari propaganda Barat untuk mengalihkan kekejaman Amerika di Pakistan dan Afghanistan,” tegasnya kepada mediaumat.com, Selasa (27/11).
Menurut pengamat hubungan internasional tersebut penembakan Malala jelas merupakan tindak keji, namun sikap Barat yang terus menerus membangun opini kepahlawan tentang gadis kecil ini tentu jauh lebih keji lagi.
Media Barat menjadikan kasus Malala sebagai dasar untuk mengopinikan kekejaman Taliban terhadap anak-anak yang tidak berdaya. Tetapi anehnya media Barat diam terhadap tindakan yang jauh lebih keji dari sekedar penembakan Malala. “Amerika yang dengan pesawat drone-nya membunuh ratusan anak-anak yang tidak bersalah di Waziristan. Kenapa banyak media Barat mendiamkan hal ini?” tanyanya.
Selain media Barat, kemunafikan ditunjukkan pula oleh pemerintah Pakistan yang banyak memberikan pujian terhadap Malala. “Namun kenapa diam saat ratusan anak-anak Pakistan lainnya dibantai oleh drone?” ungkapnya.
Dengan pujian yang berlebihan itu, tuding Farid, Pakistan pun berusaha menutupi pengkhianatan kejinya dengan memberikan jalan seluas-luasnya bagi Amerika untuk membunuh rakyatnya sendiri atas nama perang melawan Taliban.
Malala sesungguhnya hanya ‘tumbal’ dari permainan politik keji Amerika dan sekutu-sekutunya sekaligus korban pengkhianatan penguasa Pakistan. Melalui penembakan Malala Amerika dan Pakistan berupaya melegalkan pembantaian mereka terhadap umat Islam di Waziristan , yang akan menambah korban dari anak-anak dan wanita. Dengan alasan bahwa Amerika menyerang Taliban yang tidak berprikemanusian terhadap anak-anak seperti Malala !
Sementara pemerintah Pakistan juga berusaha menutupi pengkhianatan keji mereka yang telah memberikan jalan seluas-luasnya bagi Amerika untuk membunuh rakyatnya sendiri atas nama perang melawan Taliban.
Tentu bukan suatu kebetulan kalau, pasca serangan terhadap Malala Yousafzai, jumlah korban serangan drone meningkat menjadi 18 dan 27 pada hari sebelum dan sesudahnya. Setelah munculnya serangan terhadap Malala, hilangnya nyawa dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh AS terhadap rakyat yang tidak bersalah tidak lagi menarik perhatian . Teralihkan. Ini tentu bukan suatu kebetulan.
Kemarin, Foreign Policy (FP) yang didirikan Samuel Huntington mendaulat Malala Yousafzai sebagai salah satu tokoh dan pemikir global tahun ini. Keberanian gadis berusia 15 tahun ini telah membuat majalah politik yang didirikan oleh Samuel Huntington mensejajarkan Malala dengan Aung San Suu Kyi dan Hillary Rodham Clinton. FP menyebut Malala sebagai musuh dan martir perlawanan terhadap totalitarianisme Taliban yang merayap ke kampung halamannya.[] Joko Prasetyo