Pada hari Senin (26/11, King Abdullah Bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue, Pusat International Untuk Dialog Antaragama dan Budaya Raja Abdullah Bin Abdul Aziz, resmi akan dibuka dengan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud Al-Faisal, Menteri Luar Negeri Austria Michael Spindelegger, dan Menteri luar Negeri Spanyol Jose Manuel Garcia-Margallo. Acara peresmian itu juga akan dihadiri oleh sejumlah tokoh internasional, dan sekitar 600 tokoh dari kalangan budayawan, intelektual, wartawan, penulis, serta para perwakilan agama dan budaya dari seluruh dunia (alriyadh.com, 22/11/2012).
Raja Abdullah bin Abdul Aziz pada bulan Juli 2007 telah melontarkan inisiatifnya untuk mengadakan konferensi internasional pertama untuk dialog antaragama di Madrid. Seperti yang telah dikatakan bahwa itu dilakukan “untuk memperbaiki” citra Islam setelah peristiwa 11 September, dan setelah ia bertemu dengan Paus Vatikan. Sehingga, ia juga menyeru para tokoh agama Kristen dan Yahudi, serta para perwakilan dari agama Hindu, Budha, Shinto dan Konghucu. Konferensi itu akan mengadopsi Deklarasi Madrid, yang mengakui adanya “keragaman dan perbedaan di antara manusia”, dan ia menyerukan untuk mempromosikan “budaya saling menghormati”. Sekarang, Pusat International Untuk Dialog Antaragama dan Budaya itu diresmikan dengan tujuan itu akan menjadi platform untuk dialog antaragama dan konsolidasi pemikirannya.
Sementara Islam telah menetapkan sejumlah “kaida syar’yah”dalam memperlakukan non-Muslim, di antaranya:
Pertama, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian jika mereka mendebat kamu, maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu masuk Islam”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (TQS. Ali Imran [3] : 19-20).
Berita ini pasti benar dan harus diyakini, sebab berita tersebut difirmankan oleh Allah SWT sendiri, yaitu: bahwa agama yang benar, yang diridhai oleh Allah untuk para hamba-Nya—selamanya—adalah (Islam), dan bukan agama lain yang manapun. Lebih lagi, untuk memahami berita tersebut tidak memerlukan ijtihad, dan tidak ada perbedaan.
Juga sabda Rasulullah Saw kepada Umar bin al-Khaththa: “Seandainya Musa masih hidup, niscaya ia tidak melakukan apapun selain mengikuti aku.” (HR. Ahmad).
Kedua, Islam telah menetapkan mekanisme dan hukum dalam memperlakukan non-Muslim sesuai dengan syariah Islam. Sehingga, apabila mereka orang Nashrani (Kristen) atau Yahudi, maka mereka adalah Ahlul Kitab, dan bagi mereka ada hukum-hukum khusus yang berbeda dengan hukum-hukum terkait orang-orang musyrik, seperti orang Hindu, Budha dan lain-lainnya.
Ketiga, semua yang memiliki kewarganegaraan Negara Islam, semuanya adalah warganegara. Mereka semua memiliki hak dan kewajiban. Mereka wajib menerapkan syariah Islam, dimana masalah ini sudah sangat jelas dan terperinci. Mereka dibiarkan dengan keyakinan dan ritual keagamaan mereka selama itu masih dalam koridor aturan (ketertiban) umum.
Wahai kaum Muslim:
Sungguh, Keluarga Saud ini tidak hanya memerangi wali dari khalifah kaum Muslim di Najd dan Hijaz, serta mendirikan Kerajaan yang hina, yang bersekongkol dengan kaum kafir Barat, namun ia juga berusaha mencampuradukkan pemikiran Islam, dan menjauhkan kaum Muslim dari agamanya. Bahkan mereka tidak puas dengan itu semua, sehingga mereka ingin menyamakan antara Islam dengan Hindu dan Buddha tanpa ada rasa malu sedikit pun pada Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman.
Ingat! Semua upaya mereka ini merupakan bagian dari kampanye global yang dilakukan secara massif untuk melawan opini umum kaum Muslim yang menginginkan penerapan kembali syariah Islam sebagai sebuah sistem yang mengatur semua aspek kehidupan, di bawah naungan Negara Khilafah Islam, yang berdirinya kembali sudah di depan mata. Namun, sayang seribu sayang, bahwa semua upaya yang mereka lakukan tidak pernah berhasil, sebab Allah SWT akan menyempurnakan cahaya-Nya, apapun upaya yang mereka lakukan. Sebagaimana firman-Nya:
﴿ يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴾
“Mereka berkehendak untuk memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Namun sebaliknya, Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9] : 32). [Abu Suhaib al-Qahtani, Arab Saudi]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 26/11/2012.