Lebih dari 1.600 agen mata-mata yang baru Departemen Pertahanan AS akan mengumpulkan temuan intelijen dan melaporkannya kepada CIA.
Militer AS berencana untuk mengirim lagi ratusan mata-matanya ke luar negeri sebagai bagian dari rencana ambisius untuk melipatgandakan lebih dari dua kali lipat jaringan spionase nya.
Badan Intelijen Pertahanan (Defence Intelligence Agency-DIA), unit intelijen militer Pentagon, akan merekrut 1.600 “kolektor” data intelijen- jumlah ini meningkat dari beberapa ratus orang agen di luar negeri yang telah digunakan dalam beberapa tahun terakhir, kata beberapa sumber kepada The Washington Post.
Jika digabungkan dengan pertumbuhan CIA yang sangat besar sejak serangan 11/9, perekrutan itu akan menciptakan jaringan spionase yang besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Berita ini mungkin akan meningkatkan kekhawatiran tentang akuntabilitas program rahasia militer AS di tengah kekhawatiran memuncaknya program pesawat tanpa awak CIA.
PBB mengatakan pada bulan lalu mereka bermaksud untuk menyelidiki kematian warga sipil dari serangan pesawat tanpa awak. AS telah menolak untuk mengakui keberadaan program tersebut di Pakistan. Militer AS tidak mau tunduk pada persyaratan untuk memberitahukan serangan drone itu kepada Konggres sebagaimana yang dilakukan CIA, sehingga meningkatkan kontroversi.
Saat AS menarik diri dari Afghanistan dan operasi militer di Irak mereda, para pejabat pemerintah mencari cara untuk mengubah fokus DIA dari medan perang intelijen untuk berkonsentrasi pada pengumpulan data intelijen tentang isu-isu kelompok militan Islam di Afrika, perdagangan senjata di Korea Utara dan Iran, dan pembangunan militer di Cina.
Rekrutan baru DIA itu akan mencakup para atase militer dan lain-lain yang tidak bekerja dengan cara menyamar. Namun para pejabat AS mengatakan kepada Washington Post bahwa peningkatan agen itu akan didorong oleh generasi baru mata-mata yang akan mengikuti perintah dari Departemen Pertahanan.
DIA semakin banyak merekrut warga sipil untuk mengisi jajarannya seperti yang terlihat dalam penempatan agennya sebagai para akademisi dan para eksekutif bisnis pada posisi militer yang sensitif di luar negeri.
Para pejabat mengatakan banyaknya agen untuk direkrut memberikan tantangan tersendiri karena badan itu mungkin berusaha untuk membuka lowongan di luar negeri untuk merekrut agen rahasianya.
Berita ini muncul saat pemerintahan Obama menghadapi kecaman yang meningkat atas penggunaan drone CIA untuk menargetkan musuhnya luar negeri. Program drone akan terus ada di bawah naungan CIA. Para agen DIA akan berkonsentrasi pada intelijen militer, seperti melacak pengembangan pesawat, dan akan melaporkan temuannya kepada CIA.
Sejak serangan 11/9, pusat kontraterorisme CIA telah berkembang dari hanya 300 agen menjadi lebih dari 2.000 agen.
Namun, para pejabat mengatakan bahwa kegiatan badan tersebut telah melakukan tindakan yang berlebihan di seluruh dunia karena perluasan cakupannya. Ratusan tugas militer akan diserahkan bekerjasama dengan DIA.
“CIA tidak ingin mencari rudal permukaan-ke-udara di Libya” ketika mereka juga di bawah tekanan untuk menilai kekuatan pihak oposisi di Suriah, kata seorang perwira tinggi mantan intelijen militer kepada The Wahington Post.
Rencana ini mendapat tantangan di Washington, di mana para kritikus menganggap terlalu mudahnya memberikan persyaratan kepada CIA. Pernah pecah persaingan sengit antara dua badan intelijen setelah sebelumnya diupayakan oleh Pentagon untuk memperluas peran intelijen – khususnya saat Donald Rumsfeld menjadi menteri pertahanan.
Kali ini proyek serupa didorong oleh para mantan agen CIA termasuk Michael Vickers, seorang pejabat senior intelijen di Pentagon dan seorang veteran CIA, dan Leon Panetta, seorang mantan direktur CIA dan sekretaris Departemen Pertahanan saat ini. []rz/guardian.co.uk