Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rokhmat S Labib mengajak umat Islam untuk meninggalkan demokrasi. “Tinggalkan demokrasi, tegakkan khilafah!” serunya dalam Workshop Hizbut Tahrir: Demokrasi atau Khilafah?, Ahad (9/12) di Kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Crown Palace, Jl Soepomo Jakarta Selatan.
Untuk mendukung argumennya, Rokhmat setidaknya menyebut tiga alasan. Pertama, demokrasi bertentangan dengan akidah Islam. Dalam demokrasi rakyat memberikan cek kosong kepada wakil rakyat dan penguasa untuk membuat dan menerapkan hukum. “Sedangkan dalam sistem khilafah, rakyat mengangkat seorang khalifah untuk menerapkan syariah,” tegasnya.
Kedua, demokrasi boros sedangkan khilafah hemat. Agar terpilih jadi wakil rakyat, presiden atau pun kepala daerah butuh biaya yang tinggi serta dilakukan pemilihan secara priodik, bisa 4 tahun sekali atau lima tahun sekali. “Untuk meneruskan SBY sebagai presiden saja, memakan biaya ratusan milyar bahkan trilyunan, kan boros sekali,” tegasnya.
Sedangkan dalam Islam, yang dipilih hanya khalifah. Para pejabat di bawahnya ditunjuk oleh khalifah. “Khalifah tetap menjabat selama tidak melanggar syariah, kalau melanggar baru dicopot,” tegasnya.
Ketiga, konsekuensi dari borosnya demokrasi maka wakil rakyat dan pejabat berkhianat kepada rakyat agar mendapatkan dana segar untuk modal pemilu. “Untuk mendapatkan uang tersebut maka dibuatlah UU dan kebijakan yang menguntungkan asing meskipun merugikan rakyat banyak, pembuatan dan penerapan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas salah satu buktinya,” ungkap Rokhmat.
Rokhmat pun menyimpulkan, di samping bertentangan dengan akidah Islam, demokrasi yang sudah dijalankan di Indonesia sejak reformasi dan menelan biaya yang tidak sedikit ini malah mengokohkan penjajahan dan tidak kunjung membuat rakyat sejahtera. “Maka umat Islam harus kembali kepada khilafah!” tegasnya kepada seratusan peserta yang hadir. (mediaumat.com, 9/12)
Demokrasi bukan dari Islam, sehingga mengambil, mencintai dan mendakwahkannya adalah Haram Hukumnya