Tudingan media-media liberal bahwa umat Islam Bekasi melarang umat Kristen beribadah dibantah oleh Humas Polri. Menurutnya warga menolak karena HKBP Fildalfia tidak memiliki IMB karenanya disegel oleh pemda Bekasi.
Seperti yang dilansir Media Indonesia online (25/12) Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Agus Rianto, di Mabes Polri, Selasa (25/12) menyatakan ada sejumlah alasan warga melarang kebaktian di HKBP Fildalfia. Antara lain, tempat itu masih disegel oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain itu, pengurus gereja yang pernah mengajukan surat ke Ketua RW, tidak mengatakan bangunan itu akan difungsikan sebagai gereja. Jemaat HKBP Filadelfia juga mencabut kesepakatan dengan masyarakat secara sepihak. Kesepakatan itu mereka tandatangani pada Maret lalu. Namun, April mereka mencabutnya secara sepihak
Jemaat HKBP Filadelfia terpaksa beribadah di halaman kantor Kepolisian Sektor Tambun, Bekasi, karena gerejanya disegel pemerintah kabupaten Bekasi. Warga sekitar pun sempat melempari jemaat dengan telur. Terkait hal ini, Polri mengimbau agar masyarakat tidak saling memprovokasi.
“Kami mengimbau masyarakat tidak terprovokasi dan saling provokasi. Apa yang menjadi masalah bicarakan sesuai mekanisme yang ada. Saya yakin jika mekanisme dilaksanakan dengan benar, pasti solusi tercapai, damai, toleransi terjalin, jangan sampai ternodai,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Agus Rianto.
Selama ini pihak Kristen dengan bantuan media liberal dan LSM liberal terus menerus menyerang umat Islam dengan tudingan umat Islam tidak toleran. Dua kasus yang selalu diangkat adalah GKI Yasmin Bogor dan HKBP Fildalfia Bekasi.
Media liberal dengan cara yang licik menutupi fakta bahwa yang ditolak oleh warga adalah pembangunan gereja illegal yang tidak memenuhi syarat perundangan-undangan.
Media massa liberal juga menutupi fakta bahwa telah terjadi penipuan terhadap warga muslim dalam berbagai kasus. GKI Yasman Bogor telah memalsukan tanda tangan warga.
Dalam kasus GKI Kuningan tipu daya juga dilakukan. Mereka menyampaikan dan meminta dukungan kepada masyarakat Muslim untuk mendirikan TK dan TPA.
Masyarakat mengiria yang dimaksud TK adalah Taman Kanak-kanak dan TPA adalah Tempat Pendidikan Al-Quran. Akan tetapi terangnya, yang dimaksud TK adalah Tempat Kebaktian dan TPA adalah Tempat Pendidikan Al-Kitab.
Pihak GKI dengan cara menimpu berhasil mengumpulkan dukungan 82 warga untuk perizinan pembangunan gereja tersebut.
Merasa tertipu, sekitar 20 orang menyatakan mencabut dukungan pendirian gereja yang pernah diberikannya. Masyarakat Muslim Kelurahan Purwawinangun pun mengumpulkan ribuan tanda tangan penolakan warga atas rencana pendirian gereja tersebut. (AF)