Siapapun yang membaca pasal-pasal Konstitusi Mesir terkait dengan militer, maka ia akan merasakan adanya perhatian pasal-pasal tersebut untuk kemerdekaan lembaga militer dari negara, serata membedakannya dari lembaga-lembaga yang lain.
Pasal yang berbicara tentang anggaran militer—misalnya—tidak mengungkapkan rincian pengeluaran dengan dalih kerahasiaan. Sementara pasal yang berbicara tentang deklarasi perang, maka hal itu harus mendapat persetujuan institusi militer dalam mendeklarasikannya. Dengan demikian, ini artinya bahwa presiden dan pemerintahannya tidak memiliki hak untuk membuat keputusan perang kecuali setelah ada persetujuan dari institusi militer. Bahkan, ada pasal lain yang sangat mengedepankan hak istimewa dan kemerdekaan militer, hingga dalam persidangan dan pengadilan.
Dalam hal ini, direktur Pusat Studi dan Penelitian Strategis untuk kemuliaan Mesir, Mayor Jenderal Ahmad Fuad mengomentari anggaran militer, ia berkata: “Bantuan militer ke Mesir masih menjadi misteri yang belum terungkap hingga saat ini, bahwa ada kekayaan najis milik para mantan pemimpin yang belum diketahui statusnya. Ini artinya bahwa masih ada hubungan khusus antara militer dan Amerika yang memberikan bantuan tersebut.
Sementara dalam peradilan, maka pasal (198) memberikan kewenangan pada militer untuk mengadili warga sipil di pengadilan militer dengan dalih membahayakan angkatan bersenjata. Pasal itu berbunyi: “Tidak seorang pun dapat mengadili warga sipil di pengadilan militer kecuali dalam kejahatan yang membahayakan angkatan bersenjata.” Ini artinya bahwa pengadilan militer berada di atas pengadilan sipil di dalam negara.
Dengan demikian, bahwa hak istimewa (kekhususan) yang diberikan oleh konstitusi pada militer akan membuat lembaga tersebut tertutup dan merdeka dari negara. Sehingga inilah yang membuat tentara sebagai penguasa sebenarnya bagi negara (kantor berita HT, 6/1/2013).