REFLEKSI AKHIR TAHUN 2012 HIZBUT TAHRIR INDONESIA : (5) Proses Legislasi: Sarat Kepentingan Kapitalisme dan Merugikan Kepentingan Rakyat

Dalam negara demokrasi, legislasi UU, Hukum dan peraturan merupakan salah satu nafas kehidupannya.  Proses legislasi di negeri ini – juga layaknya di negara demokrasi lainnya di seluruh dunia – dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan DPR/Parlemen.  Sebuah UU lahir setelah melalui pembahasan antara Pemerintah dan DPR.  Inisiatif pengajuan RUU bisa berasal dari Pemerintah (eksekutif) dan bisa juga berasal dari DPR.  Dengan begitu, UU yang dibuat menampakkan wajah Pemerintah dan DPR sekaligus, meski pada persepsi masyarakat wajah DPR dalam penetapan sebuah UU lebih menonjol, sebab sebuah RUU menjadi UU prosesnya lebih banyak ditentukan di DPR.

Legislasi yang terjadi itu sekaligus memberikan deskripsi tentang proses-proses politik, kekuasaan, tawar menawar, bargaining, bahkan tak jarang juga menggambarkan transaksi politik, kekuasaan dan kepentingan pemilik modal.  Legislasi itu juga bisa menggambarkan potret kehidupan masyarakat ke depan.  Sebab legislasi itu menggambarkan bagaimana kehidupan dan interaksi yang ada di masyarakat ke depan diatur.

Wajah legislasi juga bisa dijadikan indikasi sejauh mana kepentingan rakyat diperjuangkan oleh wakil-wakil rakyat di Parlemen.  Sekaligus juga bisa dijadikan indikasi sejauh mana Pemerintah mengurusi kepentingan rakyat, bagaimana Pemerintah memandang posisi rakyat dan hubungan pemerintah dengan rakyat.  Sebab pada faktanya sebagian besar RUU diajukan oleh Pemerintah.  Dengan melihat dan menganalisis RUU yang diajukan oleh pemerintah maka semua itu bisa dipahami.

Sepanjang tahun 2012 ini 24 RUU yang disetujui oleh DPR menjadi UU.  Dari jumlah itu enam UU berupa pengesahan Konvensi Internasional atau perjanjian dengan negara lain.  Tiga UU terkait APBN yaitu tentang APBN-P 2012, tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2011 dan APBN 2013.  Satu UU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan lima UU tentang pembentukan Daerah Otonom baru. Sembilan UU lainnya adalah UU tentang: Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; Penanganan Konflik Sosial; Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; Sistem Peradilan Pidana Anak; Pendidikan Tinggi; Veteran Republik Indonesia; Industri Pertahanan; Perkoperasian; dan UU tentang Pangan.  Secara lengkap UU yang disetujui selama 2012 dapat dilihat di tabel.

 

  Tentang
1 Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-test-ban Treaty)
2 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
3 Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Daerah Administrasi Khusus Hongkong Republik Rakyat China Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Agreement Between The Government Of The Hongkong Special Administrative Region Of The People’s Republic Of China Concerning Mutual Legal Assistance In Criminal Matters)
4 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012
5 Pengesahan Asean Convention On Counter Terrorism (Konvensi Asean Mengenai Pemberantasan Terorisme)
6 Pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families (Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya)
7 Penanganan Konflik Sosial
8 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
9 Pengesahan Optional Protocol To The Convention On The Rights Of The Child On The Involvement Of Children In Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata
10 Pengesahan Optional Protocol To The Convention On The Rights Of The Child On The Sale Of Children, Child Prostitution And Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak)
11 Sistem Peradilan Pidana Anak
12 Pendidikan Tinggi
13 Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
14 Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011
15 Veteran Republik Indonesia
16 Industri Pertahanan
17 Perkoperasian
18 Pangan
19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013
20 Pembentukan Propinsi Kalimantan Utara
21 Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Jawa Barat
22 Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung
23 Pembentukan Kabupaten Manokwari Selatan
24 Pembentukan Kabupaten Pegunungan Arfak di Provinsi Papua Barat.

 

Proses legislasi UU tahun ini tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya yang terkesan kejar setoran dan tidak melalui kajian yang matang, menampung aspirasi masyarakat dan tak jarang terkesan manipulatif.  Akibatnya begitu UU disahkan langsung di-judicial review di MK. Dari jumlah UU yang disahkan tahun ini, lima UU di antaranya di-judicial review ke MK yaitu: UU No. 2 Th. 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; UU No. 4 Th. 2012 tentang APBNP 2012; UU No. 8 Th. 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 11 Th. 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; dan UU No. 12 Th. 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Tak berbeda dengan sebelumnya proses penyiapan dan pembahasan RUU diinisiasi, diarahkan dan diawasi oleh asing. Sebagai contoh, terkait UU Pengadaan Tanah, perumusan RUU tersebut melibatkan ADB (Asian Development Bank). ADB secara konsisten mendorong pemerintah melakukan berbagai reformasi kebijakan untuk menguatkan peran swasta melalui skema Public Private Partnership (PPP) dan kebijakan liberalisasi, yang berdampak pada peminggiran peran masyarakat dalam pembangunan. Semangat menguntungkan swasta inilah yang tampak jelas pada UU Pengadaan Tanah.  Terkait UU Pendidikan Tinggi, Bank Dunia sangat berperan dalam melahirkan UU Pendidikan Tinggi itu melalui program jangka panjang pendidikan tinggi atau yang biasa dikenal dengan Higher Education Long Term Strategy (HELTS).  Sementara itu terkait campur tangan asing dalam RUU Pangan, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Insititut Pertanian Bogor (IPB) Didin S Damanhuri, ada kehadiran kartel multinasional pangan dalam penyusunan RUU Pangan. Pasalnya, saat ini devisa impor produk pangan di Indonesia ditaksir melebihi US$ 50 miliar per tahunnya. Didin menyebutkan, penelitian yang dibuatnya pernah merilis sebetulnya impor beras merupakan rekayasa belaka. Bukan pada aspek pengamanan stok pangan pemerintah. Langkah tersebut tidak lain hanya mencari rente (rent seeking) (kabarbisnis.com, 7/12/11).

UU semestinya melindungi hak-hak rakyat, mengedepankan kepentingan rakyat, menghilangkan kedzaliman terhadap rakyat dan merealisasi rasa keadilan.  Namun bukannya seperti itu, sebaliknya UU yang dilegislasi tahun 2012 ini justru berpotensi mengancam hak rakyat seperti yang bisa ditangkap dari UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU Pendidikan Tinggi, UU Penanganan Konflik Sosial dan UU Pangan. Di sisi lain UU juga terlihat mengedepankan kepentingan para pemilik modal (kapitalis) daripada kepentingan rakyat.  Hal itu tampak dalam UU Pengadaan Tanah, UU Pendidikan Tinggi dan UU Pangan.

Beberapa UU yang disahkan tahun 2012 ini juga memiliki spirit liberalisasi.  Hal itu tampak dalam UU Pendidikan Tinggi dan UU Pangan.  Dalam UU Pendidikan Tinggi ruh liberalisasi itu misalnya tampak dalam hal pengelolaan PT yang dijelaskan dalam pasal 62-68. Di antaranya PT memiliki otonomi pengelolaan baik dalam bidang akademik maupun nonakademik.   Dengan begitu, UU Pendidikan Tinggi itu terlihat mirip dengan UU BHP yang dibatalkan oleh MK dan hanya berbeda kemasannya saja.

Di luar UU yang sudah dilegislasikan, selama tahun 2012 ini juga ada pembahasan RUU yang banyak menyedot perhatian dan energi publik yaitu RUU Ormas dan RUU Kamnas.  Keduanya juga memiliki banyak kesamaan spirit.  Keduanya adalah RUU yang diteruskan dari prolegnas tahun sebelumnya.  Keduanya dianggap memuat spirit represif.  Keduanya juga dicurigai lebih mengusung kepentingan kekuasaan.

Seperti itulah wajah legislasi selama tahun 2012.  Legislasi dilakukan dengan banyak mengabaikan kepentingan dan aspirasi masyarakat, sering tanpa melalui proses dan kajian yang mendalam, lebih mengedepankan kepentingan kapitalis dan memundurkan kepentingan rakyat.  Dis amping itu, juga kental spirit liberalisasi, kadang mengusung spirit represif dan memberi peluang UU dijadikan alat demi kepentingan tertentu dan kekuasaan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*