HTI Press. Jakarta. Prof Dr Ing Fahmi Amhar menyatakan kalau banjir itu cuma insidental, maka itu persoalan teknis belaka. Tetapi kalau banjir itu selalu terjadi, berulang, dan makin lama makin parah, maka itu pasti persoalan sistemik.
“Kalau banjir sistemik itu dapat selesai dengan bendungan baru, pompa baru, kanal baru dll, maka itu sistem-teknis,” ungkap peneliti utama di Geospatial Information Agency (former Bakosurtanal) tersebut kepada mediaumat.com, Ahad (20/1)
Namun, kalau itu menyangkut tata ruang yang tidak dipatuhi, kemiskinan yang mendorong orang menempati sempadan sungai, keserakahan yang membuat daerah hulu digunduli, sistem anggaran yang tidak adaptable untuk atasi bencana, pejabat yang tidak kompeten dan abai mengawasi semua infrastruktur, dsb, maka itu sudah terkait dengan sistem-non teknis.
“Sistem non teknis kalau saling terkait dan berhulu pada pemikiran mendasar bahwa semua ini agar diserahkan kepada mekanisme pasar dan proses demokratis, maka persoalannya sudah ideologis,” beber aktivis Hizbut Tahrir Indonesia tersebut.
Kalau benar masalahnya ideologis, maka benar bahwa usaha tuntas mengatasi banjir itu adalah mengganti ideologi itu dengan Islam. “Dan sebuah negara yang ideologinya Islam, disebut Khilafah,” pungkasnya.[] (Mediaumat.com, 20/01)
Ganti sistemnya, ganti rezimnya