Rasa keadilan dirasakan makin jauh dari harapan masyarakat. Contohnya hal itu terlihat dalam kasus vonis bagi koruptor. Seperti diberitakan kompas.com (13/1/2013), Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Angelina Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan US$ 1,2 juta dari Grup Permai.
Vonis itu dirasakan oleh masyarakat jauh dari rasa keadilan. Betapa tidak koruptor yang telah merugikan negara dan membahayakan masyarakat hanya dihukum ringan. Vonis ini makin melengkapi daftar panjang vonis ringan yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap para koruptor selama ini. Disisi lain, tak sedikit rakyat kecil dihukum berat hanya karena mencuri barang yang tidak seberapa, seperti maling ayam, mengambil sandal, mengambil dua tandan pisang, selusin piring, dan sebagainya.
Semua itu hanyalah sebagian kecil dari bukti bobroknya sistem hukum di negeri ini. Selama ini hukum hanya tajam ke bawah kepada rakyat kecil dan sebaliknya tumpul ke atas kepada pejabat, politisi dan pemilik modal.
Kebobrokan itu makin diperparah oleh para penegak hukum yang juga rusak dan bengkok. Hal itu tampak dari adanya dua orang hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) yang tertangkap tangan sedang menerima suap. Juga ada hakim tertangkap sedang pesta narkoba dengan diteman oleh pelacur. Sementara di tempat lain, ada hakim yang selingkuh. Bobroknya hakim bukan hanya terjadi pada pengadilan tingkat bawah, tetapi juga terjadi di tingkah Mahkamah Agung. Buktinya terlihat pada diri hakim agung Ahmad Yamanie yang memalsukan putusan kasasi MA dan akhinya dipecat pada pertengahan Desember tahun lalu. Ia terbukti melakukan pemalsuan berkas putusan peninjauan kembali (PK) terpidana gembong narkoba Hengky Gunawan. Ia mengubah berkas putusan PK Hengky Gunawan dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara. Hengky yang di tingkat kasasi dihukum mati, hukumannya dikurangi menjadi 15 tahun. Namun, oleh Ahmad Yamanie malah dikurangi lagi.
Bobroknya para hakim itu juga diakui oleh Komisi Yudial (KY). KY menilai integritas hakim perlu dipertanyakan, bahkan sebagian besar penegak hukum di Indonesia dalam kondisi bobrok (mediaindonesia.com, 5/11/2012). Ini menjadi bukti bahwa reformasi belum bisa memperbaiki sistem hukum dan para hakimnya. Anggota Komisi Yudisial, Taufiqurrohman Syahuri, mengatakan, era reformasi belum mampu menyumbang perbaikan dari segi moral para hakim di Indonesia. Dia mengatakan, independensi hakim tidak lebih baik dibanding sebelum reformasi bergulir. Taufiq mengatakan, mafia peradilan memang bercokol di lingkungan para hakim. Mafia itu, bisa terdiri dari anggota panitera, pejabat, hingga hakim sendiri. “Semua bersifat struktural.” (okezone.com, 10/12/2012).
Semua itu menunjukkan betapa rusaknya sistem hukum di negeri ini. Rusaknya sistem hukum itu sebenarnya wajar belaka. Kerusakan sistem hukum itu disebabkan oleh dua hal utama: Pertama, karena memang hukumnya sendiri rusak. Sebab hukum yang ada adalah hukum buatan manusia yang tidak bisa lepas dari kepentingan disamping terbatas pengetahuannya dan lemah. Selama hukum yang dipakai masih hukum buatan manusia, maka selama itu pula kerusakan hukum akan terus terjadi. Kedua, karena aparat penegak hukum banyak yang bengkok dan rusak. Kebengkokan dan kerusakan aparat penegak hukum itu dipengaruhi dan mempengaruhi sistem hukum yang rusak. Hukum yang rusak akan makin rusak dengan aparat yang rusak.
Untuk mewujudkan sistem hukum yang baik, yang bisa memberikan keadilan dan menjamin rasa keadilan untuk masyarakat, maka yang pertama harus dilakukan adalah mengganti hukum produk manusia dengan hukum-hukum Islam yang berasal dari sisi Allah yang Maha Adil dan maha Bijaksana. Cukuplah dalam hal ini pertanyaan Allah SWT dalam al-Quran:
] أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ [
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50)
Setelah hukum diganti dengan hukum-hukum Islam, maka aparat penegak hukum haruslah aparat yang memiliki ketakwaan dan paham benar terhadap hukum-hukum Islam. Untuk itu aparat yang ada bisa diperbaiki dengan membina ketakwaan mereka dan memahamkan mereka dengan hukum-hukum Islam. Juga dengan mengganti aparat yang bobrok dengan aparat yang bersih, baik dan bertakwa atau mengangkat aparat penegak hukum yang baru yang telah terbina ketakwaannya dan memiliki pemahaman hukum yang baik. Disamping itu, aparat yang menyimpang harus ditindak keras dan dihukum sesuai kesalahannya menurut hukum Islam.
Semua itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan Syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai al-Khilafah ar-Rasyidah. Penerapan syariah islam dan penegakanKhilafah inilah yang merupakan langkah pertama dan mendesak untuk menyelesaikan semua problem dan kerusakan, termasuk untuk mewujudkan sistem hukum yang bisa memberikan keadilan dan menjamin rasa keadilan untuk masyarakat. Wallah a’lam bi ash-shawab. []