Tarif Listrik Naik, Kado Pahit di Awal Tahun

Mediaumat.com. Padahal, jika PLN mampu melakukan efisiensi maka potensi penghematan anggaran sangat besar sehingga tak perlu menaikkan tarif tenaga listrik.

Memasuki tahun baru 2013, pemerintah memberikan kado istimewa kepada rakyat. Sayangnya kado tersebut bukan membuat senang, tapi sebaliknya justru kado pahit yang membuat rakyat sedih.

Kado tersebut tidak lain adalah naiknya tarif dasar listrik/tarif tenaga listrik (TDL/TTL) sebesar 4,3 persen mulai awal tahun. Jika kenaikan tersebut berlaku tiga bulan sekali, maka selama setahun rakyat akan terbebani kenaikan TTL sebesar 15 persen.

Alasan yang membuat pemerintah ‘kebelet’ menaikkan TTL adalah menekan subsidi listrik. Pada APBN 2013, pemerintah menghitung subsidi listrik mencapai Rp 80,9 trilyun. Kalkulasinya dengan menaikkan TTL, pemerintah menghemat anggaran subsidi listrik sebesar Rp 11,8 trilyun.

“Dana sebanyak itu (Rp 11,8 trilyun) nantinya untuk perbaikan infrastruktur rakyat kecil, perumahaan sederhana, penyediaan sanitasi. Semuanya untuk kesejahteraan rakyat,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Pemerintah juga menjamin kenaikan TTL tidak akan memberatkan beban rakyat  karena hanya untuk pelanggan di atas 1300 Volt Ampere (VA). Sedangkan pengguna dengan beban 450 VA dan 900 VA tetap berlaku tarif lama. “Kenaikan secara bertahap dipastikan tidak akan membebani masyarakat dari tagihan listriknya setiap bulan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Pertanyaan apa benar kenaikan TTL tidak akan memberatkan beban rakyat? Jika alasan kenaikkan TTL untuk mengurangi beban subsidi listrik di APBN, maka alasan tersebut justru patut dipertanyakan. Sebab kinerja perusahaan plat merah tersebut terbilang buruk.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat inefisiensi di tubuh PT PLN (Persero) pada tahun 2011 mencapai Rp 37,6 trilyun dan tahun lalu sekitar Rp 867 milyar. Inefisiensi tersebut terjadi karena beberapa pembangkit PLN tidak menggunakan gas atau batubara sebagai bahan bakar, malah memakai solar.

Ini terjadi karena pemerintah tidak bisa menjamin pasokan gas dan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Bahkan yang terjadi dua komoditas bahan bakar tersebut justru lebih banyak lari ke luar negeri. Apakah kesalahan kebijakan pemerintah itu harus dibebankan ke rakyat dengan menaikkan tarif listrik?

Padahal, jika PLN mampu melakukan efisiensi, maka potensi penghematan anggaran sangat besar. Diperkirakan, efisiensi di hulu (pembangkit) dengan menggunakan bahan bakar gas dan batubara, pemerintah bisa mengantongi uang hingga Rp 37 trilyun. Jauh lebih besar ketimbang uang dari menaikkan tarif listrik yang hanya  Rp 14,5 trilyun.

Artinya, dengan efisiensi saja, pemerintah sudah meraup untung besar. Apalagi kemudian jika PLN bisa mengawasi pencurian listrik. Untuk wilayah Jakarta Raya dan Tangerang diperkirakan mencapai Rp 14,3 milyar. Bagaimana jika dihitung untuk seluruh Indonesia? Belum lagi indikasi bocornya anggaran di PLN yang dikorup.

Karena itu pemerintah juga tidak perlu lagi membebankan rakyat dengan menaikkan TTL. Memang kenaikkan TTL hanya untuk pengguna dengan beban 1.300 VA, tapi efek domino yang bakal terjadi cukup besar. Biaya produksi kalangan industri sudah pasti akan naik. Beban tersebut akan dialihkan ke konsumen.

Wakil Ketua Umum Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Kadin, Bambang Sujagad, memperkirakan, kenaikan tarif listrik akan meningkatnya biaya produksi sebesar lima persen, belum termasuk efek kenaikan upah buruh. Kalangan industri dipastikan akan meningkatkan harga jual karena biaya produksi meningkat.

Kondisi itu menyebabkan daya saing produk dalam negeri dibandingkan produk impor makin menurun. Produk dalam negeri akan terkena beban tambahan kenaikan TTL dan upah. Sebaliknya, produk impor tidak dipengaruhi kedua hal tersebut,  sehingga harganya akan lebih murah. “Jika pasar tidak menerima produk dengan harga tinggi, maka konsekuensinya akan banyak pekerja yang dirumahkan, sebagai langkah efisiensi,” tambah Bambang.

Kebijakan kenaikan TTL memang sulit diterima. Apalagi tujuannya menekan angka subsidi listrik. Selain itu juga efek domino kebijakan ini akan besar. Jika pemerintah serius mengurusi rakyat, justru bukan memangkas subsidi, tapi menambah porsi subsdi untuk rakyat. Joe lian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*