Yahya Abdurrahman menilai pemerintah tidak benar-benar serius menangani banjir. “Kalau menangani banjirnya ya adalah keseriusannya. Tapi kalau dibilang benar-benar serius juga tidak,” ungkap Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia, seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 98 (1-14/2).
Contoh keseriusannya, adanya pengerjaan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Revitalisasi sungai di beberapa tempat juga dijalankan. “Keseriusannya di situ,” ungkapnya.
Tapi di sisi lain, tidak serius. Contohnya pada 2008, Menteri Rahmat Witular ngomong Puncak itu akan ditertibkan, makanya ada beberapa vila ditertibkan, termasuk Soetioso membongkar vilanya sendiri. “Harusnya kan cuma 200 vila atau apa gitu yang boleh di bangun di Puncak, namun sekarang sudah ada 600 vila! Itu berarti kan tidak serius,” bebernya.
Contoh lainnya, sudah tahu wilayah resapan di Jakarta itu harus besar. Tapi buktinya malah semakin sedikit. Bantaran kali Ciliwung juga tidak selesai-selesai. Di Pluit ada 12 pompa, nyatanya yang jalan cuma tiga. Sembilannya macet, rusak. “Kalau dilihat dari sini, berarti tidak serius,” tegasnya.
Jadi ada proyek-proyek yang dikerjakan tetapi banyak juga kebijakan yang tidak dikerjakan. Yang lebih tidak serius lagi itu kan, masalah banjir ini sudah bertahun-tahun, puluhan tahun. Semua orang juga sudah tahu sebabnya apa. Solusinya seperti apa juga sudah tahu. Pemerintah juga sudah melakukan perencanaan-perencanaan tata ruang wilayah. Bikin grand design, bikin sekian proyek.
Tetapi kenyataannya peraturan tinggal peraturan, pelaksanaannya entah kemana. Begitu sekarang terjadi banjir, semuanya ribut! Kemudian bikinlah rencana-rencana baru. “Kita lihat saja apakah rencana itu akan dijalankan atau tidak. Karena biasanya kalau banjir sudah berlalu, lupa lagi,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo