Dipublikasikannya hasil studi yang menunjukkan Indonesia sebagai bagian dari operasi badan intelijen Amerika CIA untuk melakukan rendering (pemindahan seseorang ke negara lain tanpa proses hukum) dinilai Yahya Abdurrahman sebagai bukti rezim demokratis Indonesia sebagai alat untuk memerangi Islam.
“Bukti rezim demokratis negeri ini rela menghinakan diri jadi alat kolonial AS untuk memerangi Islam dan umat Islam,” tegas Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut kepada mediaumat.com, Jum’at (8/2).
Seperti diberitakan tempo.co (6/2), Open Society Foundation meluncurkan hasil studi berjudul Globalizing Torture: CIA Extraordinary Rendition and Secret Detention. Dalam laporan tersebut diungkap bahwa paska tragedi 9/11 tersebut CIA bekerjasama dengan 54 negara termasuk Indonesia.
Negara-negara tersebut berpartisipasi dalam operasi perburuan orang-orang yang dituding Amerika sebagai teroris dengan berbagai cara: ada yang menyediakan penjara di wilayah mereka; membantu penangkapan dan pemindahan tahanan; menyediakan wilayah udara domestik dan bandaranya untuk penerbangan rahasia yang mengangkut tahanan; menyediakan informasi intelijen yang mengarah ke penahanannya. Di tahanan, mereka diperlakukan dengan aneka penyiksaan.
Sedangkan Indonesia, beber studi tersebut, setidaknya telah melakukan rendering terhadap tiga orang yang diminta Amerika yakni Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru dan Omar al-Faruq.
Madni ditangkap intelijen Indonesia di Jakarta, berdasarkan permintaan CIA. Ia lantas ditransfer ke Mesir.
Nasir ditangkap di Indonesia tahun 2003 dan ditahan di sini sebelum ditransfer ke Yordania. Nasir selanjutnya dipindahkan ke fasilitas CIA di lokasi yang tidak diketahui sebelum akhirnya dipindahkan ke Yaman, Mei 2005.
Sedangkan Faruq ditangkap di Bogor pada 2002 sebelum ditahan di penjara rahasia CIA. Dia ditahan di Bagram, Afganistan, tapi melarikan diri, Juli 2005. Faruq mati ditembak pasukan Inggris di Basra, Irak, tahun 2006. (Mediaumat.com, 9/2)