Hancurnya Partai Islam Karena Terjebak Demokrasi Berbasis Logistik

Banyaknya degradasi identitas dalam partai berbasis Islam dinilai karena ketidakseriuasan memperjuangkan nilai ideologinya sendiri. Demikian pernyataan pengamat politik Dr Yudi Latief.

Yudi tidak menampik bahwa kebutuhan logistik (duit, red) menjadi salah satu senjata utama memenangkan sebuah kampanye. Iapun menguatkan pernyataannya bahwa untuk memenuhi kebutuhan logistik itu dominasi pemodal menjadi penting.

Menurutnya, kebanyakan kasus negatif yang menimpa pada partai – partai Islam pasti terkait pada kebutuhan logistik mereka menjelang kampanye.

Lebih dalam ia mengkaji banyak partai Islam terjebak, lalu larut untuk memenuhi kebutuhan logistiknya akhirnya kehilangan identitas moralnya.

“Dari sinilah gagasan partai terbuka akhirnya ada untuk mengejar kebutuhan logistik itu,” tegas Doktor sosial-politik lulusan The Australian National University, Australia ini dalam seminar “Quo Vadis Partai Islam dalam Arus Demokrasi Liberal” di Jakarta, Ahad (10/02/2013).

Yudi latif dalam paparannya menilai seharusnya partai Islam bisa lebih percaya diri dengan identitas moral dan ideologinya. Mengapa? Karena menurutnya semua suara yang diperebutkan dalam demokrasi di Indonesia adalah sebagian besar suara Muslim.

“Karena itu harus dipertanyakan kemana arah partai Islam itu? Apa tujuan partai itu berjuang?” tambah pria kelahiran Sukabumi yang pernah lama nyantri di Pondok Pesantren Darussalam, Gontor-Ponorogo, Jawa Timur ini.

Yudi masih optimis bahwa partai Islam masih memiliki kemungkinan mendominasi suara di 2014 dengan membawa demokrasi berbasis Ideologi bukan justru terjebak pada strategi logistik.

Namun, jika ukuran demokrasi hanya dinilai dari sudut pandang logistik semata, bukan hanya kemerosotan yang terjadi pada partai Islam. Lebih dari itu ia berpendapat bahwa Partai Islam justru termasuk yang mengokohkan kapitalisme didalam demokrasi itu sendiri.

“Inilah momentum bunuh diri partai Islam yang sebenarnya,” tambahnya lagi.

Akhirnya menurut Yudi lagi, Mengklaim identitas Islam menjadi tidak mudah ketika gagasan partai terbuka nyatanya tidak efektif. Pada kondisi yang lain Yudi masih bercerita, dilematis itu telah membuat sesama partai Islam sendiri tidak harmoni karena pandangan pragmatis lebih mendominasi dibandingkan ikatan ideologi.

“Padahal Bung karno sendiri pernah berkata cara melawan kekuatan uang (logistik) adalah kekuatan ideologi.”

Pada kondisi yang lain Yudi melihat ada 50 persen suara umat Islam menjadi golput. Lebih menyedihkan ketika sebagiannya tetap memilih tapi ke kubu nasionalis dan sekuler karena krisis kepercayaan atas perilaku partai Islam itu sendiri. (hidayatullah.com, 11/2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*