Melihat realita banyaknya jalan-jalan di Kota Bogor yang rusak, berlubang-lubang dan terkikis aspalnya, baik jalan utama maupun jalan arteri, mengundang keprihatinan bagi Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor, Gus Uwik.
Kondisi jalan rusak tersbut semakin terlihat parah ketika hujan turun, jalan-jalan tersebut seperti kubangan kerbau.
“Misalkan Jalan Pajajaran, Otista dan di daerah Cipaku kondisinya berlubang dan rusak, sangat menganggu pengguna jalan, bahkan sampai ada pengendara yang terjatuh dan terluka karena kondisi tersebut, banyak yang bertanya kemana Pemerintah Kota?,” beber Gus Uwik.
Kepada Bogorplus.com, pada Jumat (15/2/13), Gus Uwik mengatakan, rusaknya jalan tersebut karena memang kurang memadainya darinase yang ada, sehingga ketika hujan turun, air tidak tersalurkan ke jalur-jalur air yang ada, namun justru melimpah ruah di jalan.
Kondisi inilah yang menyebabkan jalan akhirnya terkikis oleh limpasan air. Ditambah lagi mobil yang melewati jalan tersebut terlalu banyak, menyebabkan beban jalan tersebut terlalu over.
“Tata kelola jalan dan pengaturan kendaraan belum menjadi perhatian serius pemerintah. Seharusnya, pemerintah membuat drainase yang baik, ini kan masalah terulang tiap tahun di setiap musim hujan, kenapa tidak ada penyelesaian secara sistemik dan tuntas?,” tanya Gus Uwik.
Gus Uwik menyoroti ini memang Pemerintah Kota dan jajarannya, belum mempunyai perencanaan yang matang dan sigap ketika menghadapi fasilitas umum yang rusak akibat digunakan.
“Seharusnya ketika ditemui ada jalan yang rusak, maka pemerintah melalui dinas terkait segera memperbaiki jalan yang ada ketika kondisi memungkinkan, bukan dibiarkan begitu saja,” jelas Gus Uwik.
Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Al-Khaththab RA tatkala pihaknya menjadi kepala Negara, beliau pernah berujar:, “Seandainya, ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di Akhirat nant.l
“Inilah keagungan Khalifah Umar RA, Jangankan manusia, nasib seekor binatang sekalipun tak luput dari bahan pemikiran, perhatian dan tanggung jawabnya,” terang Gus Uwik.
Khalifah Umar RA. membuktikan ucapannya, sepanjang sejarah kepemimpinannya, telah banyak riwayat yang menunjukkan betapa tingginya kepedulian beliau terhadap rakyatnya, misalnya setiap malam selalu berkeliling untuk mengontrol keadaan rakyatnya.
Beliau tak segan-segan memanggul sendiri gandum di atas pundaknya untuk diberikan kepada seorang janda dan keluarganya saat diketahui bahwa mereka sedang kelaparan, padahal saat itu beliau adalah seorang penguasa besar, dengan kekuasaan yang membentang sepanjang jazirah Arab, Timur Tengah, bahkan sebagian Afrika.
“Jika Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. begitu gelisah memikirkan seekor keledai karena khawatir terperosok akibat jalanan rusak, bagaimana dengan para penguasa sekarang?
Meski ribuan ruas jalan rusak, bahkan sebagiannya rusak parah dan telah menimbulkan banyak korban jiwa, para penguasa sekarang seolah tidak peduli. Banyak jalanan rusak tidak segera diperbaiki, seperti sengaja menunggu korban lebih banyak lagi,’ tukas Gus Uwik.
Kondisi menyejahterakan tersebut hanya akan terjadii tatkala syariat Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah dan diatur oleh seorang khalifah, yang amanah lagi peduli kepada rakyatnya, bukan dalam kondisi system demokrasi sekarang. Pemerintah akhirnya hanya mementingkan kelompok dan kepentingannya saja.
“Rakyat hanya disapa dan diperhatikan ketika akan pemilihan kepala daerah saja, setelah itu dibiarkan saja,’ terang Gus Uwik. (bogorplus.com, 15/2)