Skenario Baru Penjajahan di Indonesia

BULETIN AL-ISLAM EDISI 360

Dalam pekan-pekan terakhir ini setidaknya ada 3 (tiga) isu politik penting di Tanah Air yang sangat menentukan nasib Indonesia ke depan.

Pertama: Perjanjian Pertahanan (DCA/Defence Cooperation Agreement) antara RI dan Singapura. Sejak awal Perjanjian DCA ini bermasalah. Di antara isinya jelas-jelas disebutkan: (1) Indonesia dibagi-bagi dalam empat wilayah latihan perang Singapura, yaitu Alpha Satu, Alfha Dua, Bravo dan daerah Baturaja. (Kompas, 19/6). (2) Angkatan Bersenjata Singapura diizinkan untuk menembakan rudal di wilayah Indonesia, menggelar latihan militer di laut, darat dan udara bersama pihak ketiga; termasuk di Natuna (Media Indonesia, 20/5). Pihak ketiga yang dimaksud kemungkinan adalah AS dan Inggris (juga Israel), yang telah lama bersekutu dengan Singapura. Pasalnya, Singapura sudah merintis kerjasama pangkalan militer dengan Amerika Serikat dan Inggris.

Dalam implementasinya, belum apa-apa Singapura juga sudah bertindak tidak senonoh. Sebagaimana diberitakan, secara sepihak Singapura ngotot ingin mengatur sendiri latihan militer di wilayah Bravo tanpa melibatkan TNI (Detik.com, 14/06). Lebih dari itu, belum juga perjanjian tersebut diratifikasi oleh DPR, implementasinya sudah berjalan. Enam kapal perang Angkatan Laut Singapura, Malaysia, Inggris, AS dan Jepang dikabarkan telah melakukan latihan militer dan masuk ke perairan Riau. Lalu mereka mengubah haluan ke Natuna setelah diusir oleh Patroli TNI AL (Jawa Pos, 23/5). Kehadiran militer AS di perairan Indonesia jelas hanya semakin membuka peluang bercokolnya kekuatan asing di Indonesia.

Kedua: Usulan Kongres Amerika untuk memberikan sanksi baru kepada Indonesia berupa restriksi (pengurangan bantuan) militer kepada TNI karena Indonesia dinilai lamban dalam melakukan reformasi TNI dan dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM oleh TNI di Timtim tahun 1999. Dalam hal ini, tampak bahwa AS berupaya terus memperlemah posisi dan kekuatan TNI. Jelas, tekanan AS terhadap Indonesia, dalam hal ini TNI, tampaknya dimaksudkan agar TNI lebih serius lagi dalam bekerjasama dengan AS. Namun, AS tetap tak menghendaki TNI kuat. Buktinya, kerjasama bersifat terbatas, sementara persenjataan TNI tetap diembargo.

Selain itu, tekanan AS terhadap TNI kali ini sangat mungkin ditujukan agar Pemerintah segera menuntaskan implementasi DCA RI-Singapura yang tersendat-sendat. Pasalnya, AS juga tentu berkepentingan dengan Perjanjian DCA RI-Singapura ini, karena bisa menjadi salah satu pintu masuk bagi AS untuk bisa turut mengontrol Indonesia, baik secara langsung maupun melalui Singapura sebagai sekutunya.

Ketiga: Mencuatnya kembali isu terorisme, khususnya sejak sebelum hingga pasca penangkapan Abu Dujana. Polanya pun sama dengan penangkapan para tersangka teroris sebelumnya. Pola tersebut adalah opini lebih dulu dipublikasikan lalu konstruksi hukum baru disusun. Contoh: perubahan Yusron menjadi Abu Dujana bukan melalui proses hukum, tetapi melalui pengembangan opini. Bahkan opini tersebut sering dimunculkan pertama kali oleh pihak asing (Australia). Dengan begitu, ada kesan yang sangat kuat, bahwa perang melawan terorisme tersebut seolah-olah hanya menjalankan sebuah skenario di luar hukum. Pola ini membuat perburuan terhadap para tersangka teroris hanya mengarah pada kelompok tertentu (Islam).

Memang, sebagaimana terungkap melalui penjelasan pihak Kepolisian, Abu Dujana mengakui semua tindakan terorismenya. Tetapi, Sri Mardiyati, istri Yusran Mahmudi, yang selama ini oleh pihak Kepolisian disebut sebagai “Abu Dujana” menyatakan, “Saya tidak kenal Abu Dujana. Suami saya bernama Yusran atau dikenal Ainul Bahri,” tegas Mardiyati ketika ditanya wartawan tentang sejauhmana kedekatannya dengan Abu Dujana. Dia yakin, proses penangkapan polisi terhadap suaminya yang dianggap teroris hanyalah rekayasa untuk memuaskan dunia Barat. Suaminya, katanya, hanyalah perngrajin tas biasa. “Saya menyangkal semua yang diekspos media massa,” tegasnya lagi (Republika, 19/6).

Benar-tidaknya keterlibatan Abu Dujana dalam serangkaian tindakan terorisme memang harus dibuktikan di Pengadilan. Namun, satu hal yang pasti, bahwa perang melawan terorisme ini adalah agenda AS dan sekutunya untuk menjaga dominasinya menguasai dunia, khususnya Islam, setelah musuh utama mereka, yakni Komunisme, berhasil diruntuhkan. Namun, karena AS dan sekutuhnya tidak berani secara terang-terangan menyatakan sistem dan ideologi Islam sebagai musuhnya, maka dibuat skenario besar yang menyasar kelompok-kelompok Islam. Indonesia sendiri adalah salah satu negeri kaum Muslim yang dibidik. Selain posisinya yang strategis secara geopolitis, kaya sumberdaya alam, juga karena potensi ancamannya dari umat Islam yang merupakan terbesar di dunia. Keberhasilan AS di Indonesia dalam perang melawan terorisme jelas akan berpengaruh terhadap dunia Islam.

Lihatlah, bagaimana respons salah satu jubir Deplu AS, Edgar Vazquez, di Washington DC, dikutip Antara Kamis (14/6) waktu setempat, setelah Abu Dujanah tertangkap. “Kami mengucapkan selamat kepada kepolisian dan Pemerintah Indonesia atas penangkapan terhadap Abu Dujana dan sejumlah tersangka tuduhan teroris lainnya,” Hal yang sama juga dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Alexander Downer, seperti dilaporkan Antara dari Canberra, Rabu, menyatakan, “Mereka (Indonesia) telah melakukan pekerjaan sangat-sangat bagus dalam beberapa tahun terakhir ini, dan sangat wajar mereka menerima ucapan selamat penuh dari negara seperti Australia yang menjadi korban terorisme,” katanya (Antara.co.id, 13/6). Bukan hanya pujian, dana pun digelontorkan untuk program perang melawan terorisme tersebut. “Untuk tahun fiskal yang sekarang (2007) belum diketahui berapa jumlah bantuan yang akan diberikan untuk Indonesia, entah lebih rendah atau lebih tinggi. Tapi saya kira, tidak akan berkisar jauh dari yang sebelumnya (4,8 juta dolar),” kata seorang pejabat Deplu AS dikutip Antara, Kamis. (Hidayatullah.com, 15/6).

Anehnya, meski Indonesia dianggap berhasil dalam perang melawan terorisme, opini bahwa terorisme di Indonesia masih tetap potensial terus dikembangkan oleh sejumlah kalangan. Salah satunya oleh Sidney Jones dari International Crisis Group (ICG). Dia menyatakan, penangkapan Abu Dujana tak berpengaruh besar terhadap kekuatan Jamaah Islamiyah (JI). Sebab, JI bukan hanya organisasi teroris tapi punya jaringan sosial dan ekonomi “JI akan eksis walaupun mungkin sementara fokus dalam dakwah dan membangun organisasi,” ujar peneliti asal Amerika Serikat ini dalam Topik Minggu Ini di SCTV, Rabu (13/6) (Liputan6.com, 16/6). Namun ada yang patut dicatat, sebagaimana diakui oleh Sidney Jones, bahwa perang melawan terorisme ini adalah perang ideologi. Karenanya, seperti kata Bush, perang ini tidak akan pernah berhenti.

Skenario Melemahkan Indonesia

Perjanjian DCA, isu pelanggaran HAM oleh TNI dan terorisme ini sebenarnya hanyalah alat yang digunakan oleh negara kafir penjajah untuk mengkokohkan cengkeramannya di Indonesia khususnya, dengan terus-menerus melemahkan kekutan Islam dan umat Islam di satu sisi, dan TNI sebagai alat pertahanan negara, di sisi lain. Negara kafir penjajah juga tahu, jika Islam dan umat Islam di satu sisi, dan TNI di sisi lain, bersatu akan menjadi kekuatan bagi Indonesia yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun. Karena itu, sejak awal berdirinya negara ini, hubungan antara ketiganya sengaja dibuat tidak harmonis, dengan berbagai fitnah dan tuduhan yang dialamatkan pada Islam dan umatnya. Setelah itu, mereka dihadap-hadapkan dengan TNI.

Dalam konteks sekarang, umat Islam terus-menerus dilemahkan oleh negara-negara kafir penjajah dengan isu terorisme ini. Adapun TNI dilemahkan oleh AS dan sekutunya dengan terus-menerus mengungkit-ungkit pelanggaran HAM oleh TNI yang berkonsekuensi pada embargo senjata ataupun pembatasan bantuan militer. Dengan begitu, AS berharap, TNI semakin melemah, lalu mau bekerjasama dan tunduk pada semua kemauannya. Jika kedua faktor kekuatan negeri ini—umat Islam dan TNI—berhasil dilemahkan, tentu AS akan semakin leluasa mengangkangi negeri ini. Apalagi ditambah dengan faktor ketiga, yakni kontrol dan penguasaan AS atas wilayah Indonesia, baik secara tidak langsung dengan memanfaatkan Australia dan Singapura yang kedua-duanya sering menjadi corong AS di Asia Tenggara, maupun secara langsung, yaitu dengan kehadiran militer AS di wilayah perairan Indonesia.

Karena itu, sejak awal Hizbut Tahrir Indonesia telah mengingatkan, bahwa isu terorisme, pelanggaran HAM dan terakhir Perjanjian DCA, bukan hanya merugikan Indonesia, tetapi sekaligus menjadi alat dan perangkap yang sengaja digunakan oleh negara kafir penjajah untuk melemahkan kekuatan negeri ini. Belum lagi carut-marutnya gambaran kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang terus-menerus menggerogoti ketahanan Indonesia sebagai salah satu negeri Islam terbesar.

Karena itu pula, umat Islam di negeri ini harus benar-benar menyadari bahaya tersembunyi di balik ketiga isu tersebut. Pertama, Allah dengan tegas mengingatkan kita, agar tidak pernah memberikan jalan kepada kaum kafir penjajah untuk menguasai negeri dan wilayah kita, sehingga orang-orang Mukmin di negeri ini benar-benar dikuasai dan dijajah oleh mereka:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً

Sekali-kali Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnakhkan orang-orang Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141).

Kedua, Rasulullah saw. juga mengingatkan, bahwa tidak layak orang Mukmin dipatuk ular pada lubang yang sama, lebih dari sekali. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:

«لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ»

Tidak layak seorang Mukmin dipatuk oleh ular dari lubang yang sama dua kali. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Wahai kaum Muslim:

Bukankah seruan-seruan kami telah sampai kepada Anda. Seruan-seruan ini lahir bukan dari hawa nafsu dan ambisi, tetapi murni lahir dari keikhlasan semata-mata karena kecintaan kami pada negeri Islam terbesar ini, berikut rakyatnya. Semua ini kami lakukan semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Karena itu, sambutlah peringatan dan seruan Allah tersebut dengan penuh ketundukan sebagai bukti keimanan kita:

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri. (QS as-Sajdah [32]: 15). []

KOMENTAR AL-ISLAM:
Pemerintah Inggris Memberikan Penghargaan “Kesatria” kepada Salman Rushdie, penulis novel The Stanic Verses, yang dinilai melukai Dunia Islam (MetroTV, 28/6).

Sudah banyak bukti permusuhan orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum Muslim. Para penguasa Muslim sudah seharusnya bangkit melawan mereka!

4 comments

  1. lagi-lagi mereka membuat makar tapi ingat wahai kaum muslim Allah Adalah Dzat pembuat makar dan akan senantiasa akan menolong hambanya yang ikhlas menolong Agama tuk diterapkan syariahnya dalam bingkai Khilafah.

  2. kaum kafir..ingatlah keadilan Allah akan segera datang,uamt islam bersatulah,ALLAHHU AKBAR. (*_*)

  3. Karakter mereka adalah bahwa sesuatu yang kita anggap musuh adalah kawan bagi mereka. Dan begitu pula sebaliknya

  4. Semakin hebat strategi politik yang mereka(AS & sekutunya) gunakan, menunjukkan semakin hebat ketakutan mereka akan bangkitnya ideologi, syariah, dan khilafah islam di muka bumi. Lanjutkan perjuangan tuk tegakkan khilafah!Allahuakbar!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*