HTI Press. Jakarta– Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan tegas menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas), karena merupakan pintu masuk pengembalian era reformasi ke rezim represif ala Orde Baru, dan membungkam suara kritis masyarakat terhadap pemerintah.
“Kami menolak RUU Ormas disahkan menjadai UU. Ini pembungkaman terhadap sikap kritis masyarakat,” tegas Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, saat aksi menentang pengesahan RUU Ormas, di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/3).
Selain itu, RUU ini dinilai mendiskriminasi ormas biasa dengan ormas yang merupakan sayap partai politik (parpol), sehingga mengesankan parpol mau menang sendiri.
“Harusnya, RUU ini mengatur semua ormas dan harus tunduk pada RUU ini. Bukan ormas milik parpol diistimewakan,” tegas Ismail Yusanto.
RUU ini juga dinilai mengusung semangat mengontrol dan represi ala Ore Baru dengan menghidupkan kembali ketentuan asas tunggal Pancasila, sebagaimana diatur Pasal 2 RUU ini. RUU ini juga melarang keras ormas berpolitik, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan pemerintah bisa mengontrol ketat Ormas melalui Pasal 58, 61, dan 62.
Kemudian, definisi ormas juga sangat luas, sehingga alih-alih RUU ini memberikan ruang gerak yang lebih longgar untuk kemajuan masyarakat melalui partisipsi ormas dalam pemberdayaan masyarakat, RUU ini membungkam sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih.
“Ini merupakan kemunduran besar TAP MPR No XVIII tahun 1998 sudah membatlkan TAP MPR No II tahun 1978, termasuk di dalamnya tentang asas tunggal,” tegasnya.
Menurutnya, RUU Ormas ini juga bisa dituding sebagai upaya membangkitkan trauma masyarakat terhadap otoritarianisme gaya Orde Baru.
Aksi ini diilkuti mayoritas kaum hawa. Mereka membawa sejumlah poster yang berisi berbagai tulisan penentangan pengesahan RUU Ormas. Selain itu, tampak spanduk besar dipasang di atas pintu gerbang gedung DPR-MPR menentang pengesahan RUU ini.[] (GATRAnews 28/3/2013)