HTI Press, Malang. Drs Kasiyadi SH, MM mewakili kepala dinas tenaga kerja dan transmigrasi kota Malang, dalam Forum Tokoh di Suhat Indah E1 yang bertema Pengusaha Untung Buruh Sejahtera dengan Sistem Syariah Islam, (Jum’at,6/4), mengatakan: “patokan UMR dihitung berdasarkan daftar kebutuhan selama satu bulan seorang lajang limit paling rendah”.
Berbeda dengan Kasiyadi, pemateri dari HTI Malang, Husnudin, MM mengatakan bahwa upah dihitung berdasar mekanisme keridhoan antara ajir dan musta’jir, antara buruh dan majikan berdasar suplay and demand pasar.
Husnudin beralasan bahwa kebutuhan akan jaminan kesehatan dan kebutuhan lain pekerja bukan menjadi tanggung jawab pengusaha tetapi masuk dalam domain pemerintah sebagai bagian dari obligasinya.
Ia katakan: “Gaji (upah) diukur berdasar kemanfaatan jasanya. Diukur dari hukum pasar, dari permintaan dan penawaran pasar. Negara tidak boleh campur tangan dalam penentuan gaji. Upah yang sepadan bisa diterima oleh pekerja dan pengusaha, tidak ada pematokan UMR”. Menurutnya UMR berasal dari konsep kapitalis.
Menolak disebut konsep kapitalisme, Kasiyadi menjelaskan bahwa UMR adalah bentuk jalan tengah sebagai perlindungan atas para pekerja. Selain itu ada terobosan dinas tenaga kerja dengan UMK, upah minimum kerja, untuk membedakan pekerja lama dan pekerja baru.
Menanggapi komentar Kasiyadi akan perlindungan terhadap pekerja berkaitan dengan titik temu UMR, Husnudin memberi solusi bahwa keinginan dua kutub yang berlawan terhadap besaran upah itu dapat dijembatani dengan adanya badan arbritase yang berfungsi sebagai juru taksir yang ditunjuk oleh pemerintah.
Selama Islam diterapkan sepanjang sejarah tidak pernah dikenal problem perburuhan, problem perburuhan adalah buah dari keserakahan para kapitalis. [] MI HTI Malang