Sabar dan ridha terhadap qadha’ (ketetapan) Allah SWT adalah di antara sikap teragung yang harus dimiliki seorang Mukmin. Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Amr bin Saad bin Abi Waqash dari ayahnya, “Saya kagum terhadap orang Mukmin. Jika kebaikan menimpa dirinya, dia memuji Allah dan bersyukur. Jika musibah menimpa dirinya, ia tetap memuji Allah dan bersabar. Karena itulah seorang Mukmin akan diberi pahala pada setiap perkara apapun yang menimpa dirinya.” (HR Ahmad, Abdurrazzaq, ath-Thabrani).
Anas bin Malik ra juga berkata, “Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau tiba-tiba tertawa dan berkata, “Tahukah kalian mengapa saya tertawa?” Para Sahabat berkata, “Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu.” Beliau kemudian bersabda, “Saya kagum terhadap seorang Mukmin. Sesungguhnya Allah SWT tidak menetapkan suatu qadha’ atas dirinya melainkan hal demikian adalah baik bagi dirinya.” (HR Ahmad).
Tentu saja, seorang Mukmin sejatinya bersikap sabar dan ridha terhadap apa pun ketetapan (qadha’) Allah SWT. Terkait hal ini, ada riwayat bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar berkata bahwa pernah ditanyakan kepada Aisyah, “Apa yang banyak dikatakan oleh Rasulullah SAW di rumahnya jika beliau sendirian?” Aisyah ra berkata, “Yang paling banyak beliau ucapkan saat sendirian di rumahnya adalah, ‘Perkara apa pun yang Allah tetapkan pasti bakal terjadi.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Salah satu tanda seseorang ridha terhadap qadha’ Allah SWT adalah dia akan selalu sabar. Ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Musya al-‘Asy’ari ra yang pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sabar itu adalah bentuk keridhaan.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Selain itu, Muhammad bin Muslim menuturkan bahwa seseorang pernah datang kepada Rasulullah SAW. Ia lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat/nasihat, tak perlu banyak-banyak, “Jangan kamu mencela Allah terkait dengan apapun yang telah Dia tetapkan untuk kamu.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi).
Kemudian, terkait firman Allah SWT (yang artinya): Siapa saya yang beriman kepada Allah, Allah pasti akan memberikan petunjuk kepada kalbunya (TQS At-Taghabun: 11), ‘Alqamah berkata, “(Di antaranya) terkait dengan musibah yang menimpa seorang Mukmin. Kemudian dia menyadari bahwa itu semata-mata datang dari sisi Allah. Karena itu ia menerima musibah itu dengan sikap pasrah dan ridha.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Seorang Mukmin yang ridha terhadap qadha’ Allah SWT akan merasakan ketentraman dan tidak mudah galau. Dalam hal ini, Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ridha adalah pintu Allah teragung, surga dunia dan ‘ketentraman’ para ahli ibadah.” (Ibn Abi ad-Dunya’).
Selain itu, sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT akan mendatangkan pahala dan sebaliknya. Terkait ini, suatu ketika Ali bin Abi Thalib ra pernah melihat Adi bin Hatim tampak muram dan sedih. Karena itu beliau bertanya, “Mengapa, saya lihat, engkau tampak muram dan sedih?” Adi bin Hatim balik bertanya, “Apakah tidak boleh saya mencucurkan air mata, sementara anak saya benar-benar telah terbunuh.” Ali bin Abi Thalib kemudian berkata, “Wahai Adi, ingatlah sesungguhnya siapa saja yang ridha terhadap qadha’ Allah yang menimpa dirinya, dia akan mendapatkan pahala; dan siapa saja yang tidak ridha terhadap qadha’ Allah yang menimpa dirinya maka terhapuslah amal-amalnya.” (HR Ibn Abi ad-Dunya).
Lalu bagaimana supaya kita dapat selalu ridha terhadap qadha’ Allah SWT? Tidak lain dengan meninggalkan syahwat. Demikianlah sebagaimana dituturkan oleh Ahmad bin Abi al-Hawari bahwa Abu Sulaiman pernah berkata, “Jika seorang hamba mampu meninggalkan syahwatnya maka dia akan menjadi orang yang ridha.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha, I/50).
Sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT juga bisa ditunjukkan dengan tidak banyak berangan-angan. Hafs bin Humaid bercerita bahwa ia pernah bersama-sama Abdullah bin al-Mubarak di Kufah saat putrinya meninggal. Ia lalu bertanya, “Apa itu ridha?” Abdullah bin al-Mubarak menjawab, “Ridha adalah tidak mengangan-angankan sesuatu yang berbeda dengan keadaannya.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha, I/51).
Sikap ridha terhadap qadha’ Allah SWT ditunjukkan secara jelas oleh sikap Umar bin al-Khaththab ra yang pernah berkata, “Tak masalah bagiku apapun kondisi yang terjadi, baik yang aku sukai ataupun yang tidak aku sukai. Sebab sesungguhnya aku tidak tahu apakah kebaikan itu ada dalam perkara yang aku sukai atau yang tidak aku sukai?” (Ibn Abi ad-Dunya’, Ash-Shabr wa ar-Ridha’, I/54).
Semoga kita bisa menjadi orang yang senantiasa sabar dan ridha terhadap apapun yang telah menjadi qadha’ Allah SWT. Amin. [] abi