Washingtonpost.com (9/4), melaporkan meningkatnya pidato penuh kebencian dan serangan terhadap kaum Muslim di negara pulau itu dan memperingatkan bahwa sentimen tersebut jangan dibiarkan terus memburuk.
Pidato penuh kebendian, fitnah dan bahkan serangan terhadap perusahaan-perusahaan milik kaum Muslim dan tempat ibadah mereka oleh kelompok nasionalis Sinhala-Budha telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir, dan kelambanan pemerintah dan polisi telah mendorong tuduhan bahwa pemerintah mendukung gerakan itu, suatu hal yang mereka sangkal.
Sebuah resolusi yang disponsori AS di Sri Lanka pada Dewan HAM PBB bulan lalu juga menyatakan keprihatinannya atas diskriminasi agama.
Kelompok-kelompok yang dipimpin oleh para biksu Budha telah menyebarkan tuduhan bahwa umat Islam mendominasi bisnis dan mencoba mengambil alih negara dengan meningkatnya tingkat kelahiran mereka dan secara diam-diam mensterilkan penduduk Sinhala-Budha. Kaum Muslim merupakan 9 % populasi Sri Lanka, sementara kaum Sinhala-Budha hampir merupakan 75 % dari 20 juta penduduk negara itu.
Sebuah kelompok relawan Muslim yang tidak ingin disebut namanya karena takut akan tindakan pembalasan telah mendokumentasikan 33 kejadian sejak tahun 2011 termasuk serangan terhadap tempat-tempat ibadah.
Sison juga menyatakan keprihatinannya atas ancaman lanjutan dan serangan terhadap media lokal pada hampir empat tahun setelah berakhirnya perang saudara dan ketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan berbagai peristiwa pembunuhan, penculikan dan penyerangan terhadap para wartawan.
“Saya tahu bahwa ruangan ini penuh dengan wartawan yang sadar bahwa serangan terhadap media terus terjadi sampai hari ini, dan bahwa pelakunya jarang ditangkap. Atau, jika ditangkap, mereka hampir tidak pernah dihukum,” katanya.
Menurut Amnesti Internasional, sedikitnya 14 wartawan dan staf media telah dibunuh oleh yang dicurigai sebagai paramiliter pemerintah dan para pemberontak sejak awal tahun 2006. Yang lainnya telah ditahan, disiksa atau telah hilang sementara 20 wartawan lainnya telah meninggalkan negara itu karena diancam untuk dibunuh, katanya.
Perang saudara yang dilancarkan oleh pemberontak Macan Tamil untuk menciptakan sebuah negara merdeka berakhir pada tahun 2009 setelah pasukan pemerintah mengalahkan kelompok pemberontak itu.
Pekan lalu, sekelompok pria bertopeng bersenjatakan pentungan menyerang para pekerja kantor surat kabar Uthayan di bekas zona perang di negara itu. Surat kabar yang mendukung pemerintahan otonom bagi etnis minoritas Tamil sering menjadi sasaran serangan selama perang saudara itu. (rz)