Sri Lanka Mengikuti Langkah Burma!

Sejak sekitar dua bulan lalu, terjadi peningkatan tekanan dan pelecehan terhadap kaum Muslim di Sri Lanka, yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, terutama setelah adanya provokasi anti-Muslim oleh para biksu Buddha, dan seruan untuk memboikot semua bisnis yang dimiliki oleh kaum Muslim, termasuk yang menjadi sasarannya adalah semua yang berbau Islam; seperti perempuan Muslim yang mengenakan hijab.

Bulan lalu, telah dilancarkan beberapa serangan di kota Kolombo, kota industri terbesar, serta ibukota perdagangan dan budaya di negeri ini. Hal itu menyebabkan eskalasi serangan terhadap kaum Muslim hingga meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya gelombang kekerasan etnis di negara yang belum pulih dari perang saudara antara pemerintah dan Front Pembebasan Macan Tamil.

Di jalan di Kolombo, ada empat perempuan Muslim yang sedang berjalan, lalu mereka dihadang oleh beberapa orang laki-laki, dan meminta mereka agar melepaskan pakaiannya dengan menggunakan kata-kata kasar dan sarat penghinaan, sebagaimana mereka diminta untuk meninggalkan negara itu. Juga dalam sebuah kejadian yang lain, seorang sopir bus menolak memberikan tiket pada seorang wanita Muslim yang mengenakan jilbab kecuali melepas jilbabnya, setelah salah seorang penumpang yang beragama Buddha mengatakan pada sopir itu bahwa ia tidak akan pernah sudi berada dalam satu bus dengan seorang wanita Muslim. Ketika ia menolak untuk melepas jilbabnya, maka ia dipaksa untuk turun, dan disuruh menunggu bus yang lain.

Setelah serangkaian insiden serius tersebut, termasuk tindakan provokatif para ekstrimis Buddha terhadap kaum Muslim, maka kehidupan kaum Muslim di Sri Lanka berada dalam bahaya, di mana seorang wanita Muslim yang bekerja sebagai guru mengatakan: “Sasarannya adalah wanita yang memakai jilbab (jubah) atau cadar. Sehingga membuat kami khawatir dan takut untuk berjalan sendirian di jalanan.” Ia juga sependapat dengan kebanyakan wanita Muslim yang merasa prihatin dengan aksi kekerasan untuk melarang pemakaian jilbab (jubah) dan dan himar (kerudung).

Dalam hal ini, seorang wanita pekerja pos, bernama Rabiah Shadiqi mengatakan: “Sementara kami tidak tahu sejauh mana efektivitas upaya ini secara komprehensif, sehingga tindakan-tindakan tersebut mengakibatkan rasa tidak enak terhadap kami.” Namun seorang pemudi berusia 29 tahun mengatakan bahwa “Perasaan anti-Muslim terbatas pada jumlah tertentu saja, artinya bahwa tidak semuanya mengadopsi cara-cara permusuhan ini.”

Sementara itu, Ridwan Muhammad, pemilik toko kelontong di pusat ibukota, Kolombo mengatakan bahwa “Penjualan menurun secara signifikan sejak Januari lalu. Sebab lembaga Buddha “Bodo Bala Sina” menyebarkan poster di seluruh negeri yang isinya menyerukan masyarakat untuk memboikot took-toko yang dimiliki oleh kaum Muslim, dan mengancam akan melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang melakukannya.”

Bahkan dengan diliput oleh media resmi dan televisi Sri Lanka, para biksu Buddha menyerang toko pakaian yang dimiliki oleh kaum Muslim. Mereka melempari toko yang memiliki pakaian di “Fashion Bug”, yang populer di kalangan rakyat Sri Lanka. Mereka juga melakukan penghinaan kepada kaum Muslim, pemilik toko, serta menyerang wartawan yang ingin meliput insiden itu.

Dalam konteks yang sama, Azad Sally, pemimpin masyarakat Muslim berkata: “Serangan terhadap Tamil telah berakhir tanpa menyelesaikan krisis dan masalah apapun. Dan sekarang mereka sedang dalam proses pemburuaan terhadap kaum Muslim, dimana hampir semua kaum minoritas di negara ini terancam.” Dalam hal ini, para biksu Buddha telah membantu penyebaran seruan permusuhan terhadap kaum Muslim di kalangan anak-anak muda melalui seruan provokasi, dan teori konspirasi yang beredar di media jejaring sosial.

Sebuah kelompok Islamis yang tidak mau menyebutkan namanya karena takut pembalasan terhadap mereka, telah mendokumentasikan sekitar 33 serangan terhadap kaum Muslim sejak September 2011, yang meliputi lima serangan baru-baru ini terhadap tempat-tempat ibadah kaum Muslim, serta serangan terhadap perusahaan dan toko-toko milik kaum Muslim, selain menyerang merek “Halal”, dimana umat Buddha menuntut agar menghentikan produksinya karena diduga memaksa warga untuk memakannya, serta berusaha untuk mengeluarkan undang-undang yang melarang wanita Muslim mengenakan hijab.

Tidak ada keraguan bahwa serangan ini telah meningkatkan kekhawatiran di hati kaum Muslim, apalagi diduga bahwa pemerintahan tidak hanya menolak untuk melindungi mereka, tetapi juga terlibat serius dalam ketegangan ini. Semua tuduhan ini dibantah oleh pemerintah Sri Lanka. Namun, tuduhan ini semakin terang setelah polisi berdiri dan diam saja saat serangan terhadap “Fashion Bug”.

Setelah pernyataan yang dibuat oleh Menteri Pertahanan Sri Lanka Gotabhaya Rajapaksa yang membela para biksu Buddha, dengan mengakatan bahwa ia selalu memberikan perlindungan bagi negara, agama dan budaya, juga selalu berjalan di jalur yang benar, “di mana Muhammad Salim, seorang pekerja Muslim, menilai pembelaan menteri pertahanan terhadap aksi para biksu Buddha telah melahirkan kekhawatiran dan kecurigaan”.

Dan meskipun sudah mendapat kecaman luas dari berbagai organisasi dan lembaga-lembaga internasional, baik Islam dan non-Islam, namun semua itu tidak akan cukup untuk menghentikan gelombang kekerasan jika telah pecah. Sehingga harus bergerak cepat sebelum Sri Lanka mengikuti jejak tetangganya, Burma. Sebab, apa yang terjadi pada kaum Muslim di sana, sudah bukan rahasia lagi bagi siapapun (islamtoday.net, 14/4/2013)

One comment

  1. Ummat benar-benar membutuhkan Khilafah, karena hanya Khilafah saja yang mampu melindungi dan menyelamatkan umat dari penghinaan demi penghinaan yang terus dilancarkan oleh musuh-musuh Allah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*