Oleh Paul Joseph Watson & Kurt Nimmo
Sebagai buntut dari serangan Boston Marathon, dimana pihak berwenang berjuang untuk mempertahankan cerita resmi yang cocok dalam dalam menilai foto-foto yang menunjukkan banyak pria yang teridentifikasi dengan pakaian yang sama dan juga memakai ransel hitam di lokasi ledakan, maka perlu untuk melihat kembali bukti-bukti mengapa pemerintah harus menjadi tersangka utama dalam setiap kekejaman teroris.
Tuduhan palsu terorisme – yakni serangan yang dibuat atau didalangi oleh pemerintah dan kemudian disalahkan kepada kelompok lain – adalah taktik yang sudah dilakukan selama hampir 2.000 tahun.
Nero dan Kebakaran Besar Roma
Konsul dan sejarawan Romawi, Cassius Dio, rekan sebayanya Suetonius dan yang lainnya mengatakan bahwa Kaisar Nero bertanggung jawab atas Kebakaran Besar Roma pada tahun 64 Masehi.
Legenda menyebutkan bahwa Nero membakar sepertiga kota itu sebagai alasan untuk membangun Domus Aurea, sebuah kompleks megah berukuran 300 hektar dengan patung dirinya yang menjulang tinggi, Patung Colossus Nero.
Sebelum terbakar, Senat Romawi telah menolak tawaran kaisar untuk menjadikan sepertiga kota untuk memberikan jalan bagi ‘Neropolis,’ sebuah proyek pembaharuan perkotaan.
Sejarawan Romawi, Tacitus, menulis bahwa ketika penduduk Roma menganggap Nero bertanggung jawab atas kebakaran itu, dia kemudian menyalahkan orang-orang Kristen karena ‘membenci umat manusia’?? dan mulai membakar.
Perang Spanyol-Amerika: Ingat The USS Maine
Pada tahun 1800-an, Amerika Serikat mencari alasan untuk mengeluarkan Spanyol dari Kuba. Investasi bisnis Amerika ada pada gula, tembakau dan besi di pulau Karibia.
The U.S.S. Maine kemudian dikirim ke Havana pada bulan Januari tahun 1898 untuk melindungi kepentingan bisnis AS setelah terjadinya pemberontakan lokal. Tiga minggu kemudian, pada pagi hari tanggal 15 Februari, suatu ledakan yang menghancurkan sepertiga bagian depan kapal yang berlabuh di pelabuhan Havana, menewaskan lebih dari 270 pelaut Amerika.
Presiden McKinley menyalahkan Spanyol setelah Penyelidikan Pengadilan atas Angkatan Laut AS menyatakan bahwa sebuah tambang angkatan laut menyebabkan ledakan.
Surat kabar Amerika menyalahkan Spanyol meskipun buktinya tidak cukup. “Anda lengkapi gambarnya dan saya hiasi dengan perang,”? kata koran William Randolph Hearst kepada Frederic Remington setelah ilustrator melaporkan bahwa situasi di Kuba tidak menjamin terjadinya invasi.
Sejumlah sejarawan dan peneliti kemudian berpendapat bahwa kapal itu diledakkan oleh Amerika Serikat untuk memberikan dalih palsu agar bisa menyerang Kuba dan mengusir Spanyol.
Amerika Serikat menduduki Kuba dari tahun 1898 hingga tahun 1902, meskipun amandemen resolusi gabungan Kongres AS melarang menganeksasi negara itu.
Dalih Wilson untuk Perang: Tenggelamnya Kapal Lusitania
Hampir dua ribu wisatawan, termasuk seratus orang Amerika, tewas pada tanggal 7 Mei 1915, ketika sebuah U-boat Jerman menterpedo RMS Lusitania, sebuah kapal mewah Cunard Line Inggris.
Sebelum tenggelam, Kedutaan Besar Jerman di Washington mengeluarkan sebuah peringatan. Surat kabar Amerika Serikat menolak memuat peringatan itu atau mengakui klaim Jerman bahwa kapal itu membawa amunisi.
Pemerintah Wilson mengeluarkan protes diplomatik yang membingungkan setelah tenggelamnya kapal itu dan mengeksploitasi tragedi itu dua tahun kemudian sebagai alasan bagi Amerika untuk memasuki Perang Dunia Pertama.
Hampir seratus tahun kemudian, pada tahun 2008, penyelam menemukan bahwa Kapal Lusitania membawa lebih dari empat juta amunisi senapan.
“Ada berton-ton barang yang disimpan dalam kargo yang tidak berpendingin yang ditandai sebagai keju, mentega dan tiram,” kata Gregg Bemis, seorang pengusaha Amerika yang memiliki hak atas bangkai kapal itu dan mendanai eksplorasi, kata The Daily Mail.
Zaman Diktator Fasis Hitler: Kebakaran Reichstag
Pada bulan Februari 1933, sebulan setelah meyakinkan Presiden Jerman bahwa parlemen harus dihapus, Hitler dan Nazi membakar Reichstag.
Hitler kemudian mendesak Presiden Hindenburg untuk mengeluarkan sebuah dekrit darurat yang membatasi kebebasan pribadi, termasuk hak bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, pembatasan hak berserikat dan berkumpul, penggeledahan rumah-rumah tanpa surat perintah, penyitaan properti, dan perampasan barang pos, telegraf dan penyadapan lewat komunikasi teleponn diperbolehkan di luar batas hukum jika diperintahkan.
Nazi menggunakan dekrit itu untuk menindak lawan-lawan politik mereka. Mereka bekerja di belakang layar untuk memaksa melalui Undang-Undang Enabling Act, yang secara hukum memperbolehkan Hitler untuk memperoleh kekuasaan yang sempurna dan membangun kediktatorannya.
Gestapo Reichsmarschall Hermann Goring akan mengakui bahwa, “Orang-orang selalu dapat dipaksa untuk melakukan penawaran dari para pemimpinnya. Hal itu mudah. Yang harus anda lakukan adalah memberitahu mereka bahwa mereka sedang diserang dan mencela kelompok pasifis karena kurangnya rasa patriotisme dan mengungkap bahwa negara dalam bahaya. Hal ini berlaku dengan cara yang sama di negara manapun. ”
Peristiwa yang Mengawali Perang Dunia: Insiden Gleiwitz
Enam tahun setelah kebakran Reichstag, Nazi mementaskan Insiden Gleiwitz. Komando Nazi menyerbu sebuah stasiun radio Jerman di Gleiwitz, Upper Silesia, Jerman. Serangan itu merupakan bagian dari Operasi Himmler, yakni serangkaian operasi yang dilakukan oleh SS katika Hitler menetapkan memerintahkan menginvasi Polandia dan inilah awal Perang Dunia Kedua.
Para operator SS yang mengenakan seragam pasukan Polandia menyerang stasiun radio, kemudian menyiarkan pesan-pesan anti-Jerman di Polandia, lalu membunuh dan meninggalkan tubuh seorang Jerman yang dikenal bersimpati dengan Polandia. Mayatnya kemudian ditunjukkan kepada pers sebagai bukti bahwa Polandia telah menyerang stasiun radio.
Tuduhan Palsu Teror oleh Israel: Peristiwa Lavon
Pada tahun 1954, Israel mengaktifkan sebuah sel teroris untuk menanggapi Amerika Serikat karena berteman dengan pemerintah Mesir dan pemimpin Pan-Arab, Gamal Abdel Nasser. Israel khawatir Nasser akan menasionalisasi Terusan Suez dan melanjutkan blokade Mesir atas pengiriman barang-barang ke Israel melalui kanal.
Perdana Menteri Israel, David Ben Gurion, memutuskan suatu serangan teroris palsu untuk menyerang kepentingan Amerika di Mesir yang akan membuat getir hubungan kedua negara. Dia merekrut dan mengirim sebuah sel teror yang berpura-pura menjadi teroris Mesir.
Namun, rencananya, mengandung suatu cacat yang fatal. Sel rahasia Israel, Unit 131, telah disusupi oleh intelijen Mesir. Setelah seorang anggota sel itu ditangkap dan diinterogasi, dia mengungkapkan rencana itu dan hal ini menyebabkan penangkapan orang lebih banyak. Agen-agen Israel dalam suatu pengadilan terbuka mengungkapkan rincian rencana untuk membom Perpustakaan Badan Informasi AS, yang dimiliki oleh Metro-Goldwyn Mayer milik Inggris, sebuah terminal kereta api, kantor pos pusat, dan target-target lainnya.
Untuk menyimpangkan tuduhan, pemerintah Israel berusaha menjebak Menteri Pertahanannya sendiri, Pinhas Lavon, namun niat sebenarnya dari rencana itu akhirnya terungkap ke publik.
Operasi Northwoods: Mentargetkan Warga Amerika
Dalam perang rahasia melawan rezim komunis di Kuba di bawah Operasi Mongoose oleh CIA, Kepala Staf Gabungan AS secara bulat mengusulkan tindakan terorisme yang disponsori negara di samping Amerika Serikat.
Rencananya termasuk menembak jatuh pesawat yang dibajak Amerika, tenggelamnya kapal-kapal AS, dan penembakan orang Amerika di jalan-jalan Washington DC. Rencana yang keterlaluan bahkan termasuk bencana NASA yang disengaja yang dilakukan secara bertahap yang akan menewaskan astronot John Glenn.
Karena kegagalan CIA yang memalukan dalam invasi di Teluk Babi Kuba, Presiden Kennedy menolak rencana itu pada bulan Maret 1962. Beberapa bulan kemudian, Kennedy membantah sang penulis rencana itu, Jenderal Lyman Lemnitzer, untuk menjabat masa jabatan kedua sebagai pejabat militer tertinggi negara.
Pada bulan November 1963, Kennedy dibunuh di Dallas, Texas.
Teluk Tonkin: Serangan Hantu Pada Militer AS
Pada tanggal 4 Agustus 1964, Presiden Lyndon Johnson di televisi nasional mengatakan bahwa Vietnam Utara telah menyerang kapal-kapal AS.
“Tindakan kekerasan yang berulang-ulang terhadap angkatan bersenjata Amerika Serikat harus dibalas tidak hanya dengan pertahanan kewaspadaan, namun juga dengan jawaban positif. Balasannya akan diberikan pada saat saya berbicara malam ini, “kata Johnson.
Kongres segera menyetujui Resolusi Teluk Tonkin, yang memberikan Johnson otoritas yang pasti disetujui untuk melakukan operasi militer terhadap Vietnam Utara. Pada tahun 1969, lebih dari 500.000 tentara bertempur di Asia Tenggara.
Johnson dan Menteri Pertahanan, Robert McNamara, telah memperdaya Kongres dan rakyat Amerika. Bahkan, Vietnam Utara tidak pernah menyerang USS Maddox, sebagaimana yang diklaim Pentagon, dan “bukti yang jelas ” dan “tidak beralasan” dari serangan kedua terhadap kapal perang AS adalah sebuah tipuan belaka.
Operasi Gladio: Teror yang disponsori negara yang disalahkan kepada Kelompok Kiri
Setelah Perang Dunia Kedua, CIA dan C16 Inggris berkolaborasi melalui NATO pada Operasi Gladio, sebagai upaya untuk “berlindung di belakang tentara” untuk melawan komunisme dalam ketika terjadi invasi Soviet di Eropa Barat.
Gladio secara cepat melampaui misi aslinya dan menjadi jaringan teror rahasia yang terdiri dari milisi sayap kanan, unsur-unsur kejahatan yang terorganisir, para provokator dan unit-unit militer rahasia. Apa yang disebut berlindung di belakang tentara, secara aktif berada di Perancis, Belgia, Denmark, Belanda, Norwegia, Jerman, dan Swiss.
“Ketegangan Strategi” Gladio dirancang untuk menggambarkan kelompok-kelompok politik sayap kiri di Eropa sebagai kelompok teroris dan menakut-nakuti rakyat untuk memberikan suaranya bagi pemerintah otoriter. Untuk melaksanakan tujuan ini, operasi Gladio melakukan sejumlah serangan teroris yang mematikan yang dituduhkan kepada kelompok kiri dan Marxis.
Pada bulan Agustus 1980, operasi Gladio membom sebuah stasiun kereta api di Bologna, yang menewaskan 85 orang. Kejadian itu awalnya dituhkan kepada Brigade Merah, namun kemudian ditemukan bahwa unsur-unsur fasis dalam polisi rahasia Italia dan Licio Gelli, Kepala Masonic Lodge P2, bertanggung jawab atas serangan terror itu. Kelompok fasis lainnya, termasuk seniman avant garde, Nazionale dan Ordine Nuovo, dimobilisasi dan terlibat dalam terror tersebut.
Operasi Gladio akhirnya merenggut nyawa ratusan orang di seluruh Eropa.
Menurut Vincenzo Vinciguerra, seorang teroris Gladio menjalani hukuman seumur hidup karena membunuh beberapa polisi, alasan Gladio adalah sederhana. Hal ini dirancang untuk memaksa orang-orang tersebut, masyarakat Italia, untuk berpaling kepada negara agar meminta jaminan keamanan yang lebih besar. Ini adalah logika politik yang ada di belakang semua pembantaian dan pemboman yang tidak mendapatkan hukuman, karena negara tidak bisa menghukum dirinya sendiri atau menyatakan dirinya bertanggung jawab atas apa yang terjadi.
Teror di Era Modern
Di Amerika Serikat, zaman modern terorisme didefinisikan oleh kebijakan FBI yang mengobarkan dan memprovokasi para teroris untuk melakukan serangan melalui jebakan-jebakan.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh New York Times tahun lalu, sebagian besar rencana teror dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir adalah “difasilitasi oleh FBI”
Yang paling terkenal adalah kasus FBI yang mengarahkan rencana teror pemboman World Trade Center tahun 1993.
Sebelum serangan itu dilakukan, FBI menempatkan seorang informan bernama Emad A. Salem dalam kelompok radikal Arab di New York yang dipimpin oleh Ramzi Yousef. Salem kemudian diperintahkan untuk mendorong kelompok itu untuk melaksanakan pemboman yang menargetkan menara kembar World Trade Center. Di bawah ilusi bahwa proyek itu merupakan operasi dengan serangan penuh, Salem meminta FBI bahan peledak berbahaya tiruan yang akan dia gunakan untuk merakit bom dan kemudian menyampaikan kepada kelompok itu.
Pada titik ini, FBI mengeluarkan Salem dari kelompok itu dan memberikan kelompok tadi dengan bahan peledak yang asli, yang mengarah kepada serangan tanggal 26 Februari yang menewaskan enam orang dan melukai lebih dari seribu orang. Kegagalan FBI untuk mencegah pemboman itu dilaporkan oleh New York Times pada bulan Oktober 1993, serta CBS News.
Pembom dengan Pakaian Dalam
Pengacara Detroit, Kurt Haskell, melihat seorang pria berpakaian rapi membantu “pembom dengan pakaian dalam ” Umar Farouk Abdulmutallab melewati keamanan sebelum dia melakukan percobaan serangan terhadap sebuah pesawat pada Hari Natal 2009 meskipun ada fakta bahwa pembom itu tidak memiliki paspor, selain fakta bahwa ayahnya sendiri telah memperingatkan para pejabat intelijen AS dari ancaman yang ditimbulkan oleh Abdulmutallab sebulan sebelum serangan percobaan itu.
Kemudian muncul bahwa Departemen Luar Negeri diperintahkan untuk tidak mencabut visa Abdulmutallab oleh “para pejabat kontraterorisme federal” meskipun pembom itu dituduh memiliki keterkaitan dengan jaringan teroris.
Haskell menyatakan bahwa Abdulmutallab membawa bom palsu dan merupakan korban penipuan yang tanpa dia sadari yang merupakan kasus lain jebakan pemerintah.
Hal ini tidak berarti banyaknya kasus-kasus yang melibatkan serangan palsu yang diarahkan atau diprovokasi oleh pemerintah – sebagaimana usaha untuk mengisi sebuah buku berukuran ensiklopedia dengan bahan peledak– namun itu menjadi pengingat bahwa mereka yang melupakan sejarah ditakdirkan untuk mengulanginya, dan hanya orang yang berpikiran dangkal dan naif yang akan gagal untuk bisa menyoroti peran keterlibatan negara segera setelah terjadi serangan teroris. (rz; www.infowars.com 19 April, 2013)
*********************
Paul Joseph Watson adalah editor dan penulis untuk Infowars.com dan Prison Planet.com. Dia adalah penulis Order Out Of Chaos. Watson juga merupakan host untuk Infowars Nightly News.
(catatan : analisis diatas tidak mencerminkan pendapat redaksi )