Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menyatakan bukan hanya sinetron Tukang Bubur Naik Haji (RCTI) dan Ustadz Fotocopy (SCTV) saja yang dianggap melecehkan simbol Islam.
“Banyak sinetron lain yang merusak bahkan mengganggu akidah. Model-model sihir begitu, mayat terbang, alam ghaib, itu semua mengganggu itu,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Kamis (25/4).
Namun menurutnya, menegur dan memberikan sanksi kepada penyelenggara televisi yang menyiarkan sinetron tersebut bukan kewenangan Kemenkominfo. “Kalau saya punya kewenangan sudah saya tutup dari dulu,” ujarnya.
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini pun menuturkan bahwa pasca reformasi seperti diatur dalam UU No 32 Tahun 2002, kewenangan Kemenkominfo –dulu Departemen Penerangan—untuk mengontrol isi (konten) siaraan televisi dan radio dicabut. Untuk selanjutnya menjadi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Begitulah di dalam Undang-Undangnya, kalau kewenangan orang kita ambil, disalahkan lagi. Pasca reformasi begitu diaturnya,” ungkapnya.
Namun demikian, Tifatul pun akan mengingatkan KPI.
“Hal-hal seperti ini akan kami ingatkan lagi kepada KPI, semestinya dia bertanggungjawab. Jangan berlepas tangan juga KPI di situ. KPI juga perlu dibekali agar memberikan sanksi itu jangan hanya tegur-teguran saja. Karena biasanya akan diabaikan. Ke depan ini perlu aturan yang lebih tegas sehingga KPI bisa memberikan sanksi bahkan bila perlu denda secara materi.”
Di samping itu, Tifatul pun meminta agar masyarakat proaktif menyikapi masalah sinetron yang merusak ini.
“Masyarakat harus proaktif, datangi MUI, kirim surat, desak MUI-nya kirim surat. Desak NU-nya atau Muhammadiyahnya untuk kirim surat. Ngapain berorganisasi kalau tidak membela umat! Masyarakat juga bisa datang langsung ke SCTV-nya protes!” tegasnya.
Ia pun menyatakan: “Semuanya bisa memprotes, seperti MUI, Muhammadiyah, NU dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya. Masa kita mau cuek saja? Ayo bergerak, jangan pada diam juga pemimpin umat ini.”
Kalau umat sudah bersatu, tidak akan berani mereka. “Kalau yang maju satu-satu, dikasih duit oleh oknum tertentu, begitu lagi televisinya. Maka harus kompak. Karena kebenaran yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir,” pungkasnya. (mediaumat.com, 26/4)