Ketua DPD Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Kalimantan Tengah
Email : hadian.abufarhan@gmail.com
Puncak acara Muktamar Khilafah (MK) yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada 2 Juni lalu menandakan akhir dari rangkaian acara MK yang digelar pada 31 kota dari Aceh hingga Papua. Kota Palangkaraya sebagai tuan rumah MK se Kalimantan Tengah sendiri Alhamdulillah dengan izin Allah SWT sukses menggelar MKdi Stadion Tuah Pahoe pada 12 Mei lalu. Seruan mulia bagi penegakan Syariah dan Khilafah dalam setiap acara MK kian menggema dan mengguncang bumi nusantara. Meski demikian, tak sedikit yang mencibir dan menganggap MK hanya sekedar konser. Ya, sebagaimana sebuah konser musik, sebelum acara biasanya di awali dengan publikasi jor joran untuk menarik perhatian publik. Ketika hari H, pertunjukan disajikan semenarik mungkin sehingga mampu menghipnotis para peserta. Gegap gempita dan kemeriahan begitu terasa sepanjang acara berlangsung. Namun, begitu acara selesai, semua kegembiraan akan lenyap dan segera terlupakan berganti rasa letih.
Memang benar, setelah MK, tak ada yang berubah. Kehidupan berjalan seperti biasa. Tidak ada gejolak sosial atau dampak politis yang signifikan pasca MK. Umat pun kembali larut dari rutinitas kehidupan yang serba sekuler. Sementara opini syariah dan khilafah seolah kembali tenggelam karena kalah bersaing dengan hiruk pikuk pesta demokrasi. Sampai disini, perhelatan MK yang digelar HTI pada berbagai kota dapat dianggap sia sia karena tidak membawa perubahan apapun.
Pendapat ini sepintas benar, namun sesungguhnya sangat nyeleneh karena bersandar pada pemikiran yang dangkal. Harus diakui, secara realitas kasat mata tidak ada yang berubah pasca MK. Namun, pada tataran kesadaran politis sesungguhnya telah terjadi peningkatan dukungan umat untuk kembali kepada syariah dan khilafah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil survey Pew Research Center yang menyebutkan bahwa 72 persen Muslim Indonesia mendukung hukum Islam sebagai hukum resmi negara ini. Untuk Malaysia sebesar 86 persen dan Thailand 77 persen. Survey opini publik ini yang dilakukan antara tahun 2008-2012 pada 39 negara dan wilayah di Afrika, Asia dan Eropa, melibatkan 38.000 responden. Di Indonesia sendiri, pusat penelitian melakukan wawancara tatap muka dengan 1.880 Muslim di 19 provinsi antara tanggal 28 Oktober dan 19 November 2011. Penelitian ini memiliki margin error sebesar 3,4 persen. Hasil survey ini semakin menguatkan hasil survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga studi sebelumnya yang memiliki kesimpulan sama yakni mayoritas umat Islam di Indonesia setuju dengan penerapan Syariah Islam.
Data tersebut menunjukkan secara gamblang telah terjadi peningkatan kesadaran umat Islam yang semakin jenuh dengan kehidupan demokrasi liberal dan ingin kembali pada aturan Islam. Hal ini merupakan buah kerja keras yang dilakukan oleh berbagai gerakan dawah Islam. Satu diantaranya adalah HTI. Melalui aktivitas shiraul fikr (pertarungan pemikiran) dan kifahu siyasi (perjuangan politik), HTI melakukan pembinaan dan pengkaderan kepada umat agar memiliki kesadaran ideologis dengan menjadikan Islam sebagai satu satunya asas dalam membentuk pola pikir dan pola sikap. Dengan demikian, umat mampu berpikir secara syar’i dan mampu merasakan berbagai persoalan yang di hadapi baik pada level indivu, keluarga, masyarakat hingga. Pada saat bersamaan, umat senantiasa menyandarkan solusi atas seluruh problematika tersebut dari sudut pandang Islam. Umat menjadi sadar bahwa sistem demokrasi sekuler yang bercokol saat ini merupakan akar masalah dari krisis multidimensi yang melanda negeri ini. Umat juga memahami bahwa dalam pandangan Islam demokrasi merupakan sistem kufur karena merampas kedaulatan Allah SWT sebagai pembuat hukum dan diserahkan kepada kedaulatan manusia. Akibatnya, produk hukum yang dihasilkan penuh kekurangan, sarat potensi konflik dan cenderung dipengaruhi kepentingan si pembuatnya yakni manusia itu sendiri. Tak heran jika semakin demokratis negeri ini, kehidupan masyarakat justru semakin tertekan dan tertindas oleh berbagai kebijakan zalim seperti kenaikan harga BBM dan TDL. Hal ini semakin tampak dan nyata dalam kehidupan kita baik di pusat hingga daerah. Pemerintahan demokratis melalui pemilukada secara langsung terbukti gagal menghasilkan pemimpin bersih dan amanah. Hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri sejak 2005 hingga akhir Mei 2013 jumlah kepala daerah yang tersandung pidana korupsi tercatat 294 orang dan diperkirakan meningkat hingga 300 orang pada akhir tahun ini. (republika.co.id)
Untuk itu, HTI sebagai partai dawah ideologis internasional sejak 52 tahun yang lalu tetap istiqomah melakukan pembinaan dan penyadaran umat melalui berbagai sarana dan media yang ada. Harapannya, umat menjadi sadar bahwa kesejahteraan dan keadilan dalam demokrasi hanyalah kebohongan yang penuh ilusi. Pada saat bersamaan, diharapkan terbentuk kesadaran bersama bahwa solusi tuntas atas seluruh problematika yang dialami negeri ini dan masyarakat dunia adalah dengan mencampakkan demokrasi dan menegakkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Ismiyah.
Pelan namun pasti, umat Islam menjadi sadar bahwa demokrasi merupakan sistem bobrok yang tak layak dipertahankan. Untuk itu, diperlukan sebuah perubahan. Namun, tidak sembarang perubahan. Bukan perubaha ala reformasi yang sekedar mengganti rezim tanpa mengganti sistem yang sudah rusak. Umat Islam, khususnya di Indonesia tidak ingin masuk ke jebakan yang sama untuk kedua kalinya. Perubahan yang benar adalah perubahan yang sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul SAW. Perubahan yang benar tersebut senantiasa bersandar kepada ideologi Islam saja, bukan berlandaskan ide ide sempit seperti sukuisme dan nasionalisme. Perubahan yang bersifat mendunia dan bukan lokalitas yang dibatasi oleh sekat sekat geografis. Perubahan yang dimaksud tak lain adalah perubahan besar dunia menuju tegaknya Syariah dan Khilafah. Inilah yang menjadi urgensi perhelatan akbar MK kali ini yakni sebagai sarana menyatukan visi, misi dan seluruh sumber daya umat Islam seluruh dunia bagi terwujudnya Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Dengan kata lain, MK memiliki peran strategis sebagai media katalisator dan pemersatu potensi umat dalam menyongsong detik detik tegaknya Khilafah. Sehingga agenda utama yang diusung bukan lagi memperdebatkan keabsahan konsep Khilafah. Sebab, konsep Khilafah merupakan perkara yang pasti karena bersandar dalil yang qathi (sahih) dan menjadi jumhur (kesepakatan) para ulama. Bukan pula meragukan kembalinya Khilafah. Sebab, tegaknya kembali Khilafah merupakan sebuah kepastian karena merupakan janji Allah. Kewajiban mengangkat seorang imam atau khalifah yakni wajibnya menegakkan Khilafah Islamiyah itu dinyatakan di dalam banyak nas al-Quran dan hadits Rasulullah saw secara manthuq maupun mafhum. Juga didasarkan pada Ijma’ Shahabat dan qaidah syar’iyyah. Dalil dari al-Quran antara lain adalah ayat-ayat yang mewajibkan kita untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah (QS al-Maidah [5]: 48, 49).Juga ayat-ayat al-Quran yang mewajibkan berbagai hukum seperti qishash bagi pembunuh (QS al-Baqarah [2]: 178), hukum potong tangan bagi pencuri (QS al-Maidah [5]: 38), hukum cambuk bagi pezina bukan muhshan (QS an-Nur [24]: 2), hukum-hukum jihad dan politik luar negeri, perintah taat kepada ulil amri (QS an-Nisa [4]: 59), dan sebagainya. Semua perintah, hukum dan kewajiban tersebut tidak mungkin terlaksana secara sempurna tanpa diangkatnya seorang imam atau khalifah yakni tanpa tegaknya Khilafah Islamiyah. Karenanya tegaknya Khilafah Islamiyah adalah wajib sebab menjadi kunci terlaksananya secara sempurna semua perintah, hukum dan kewajiban itu. Dalil dari hadits diantaranya sabda Rasulullah SAW :
«
“Barangsiapa yang mati sedang di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR Muslim, no 1851). (Buletin Al Islam 660)
Namun, tak kalah penting dari itu semua adalah bagaimana mempersiapkan Indonesia menjadi bagian dari Khilafah Islamiyah yang tak lama lagi akan tegak di bumi As Syam Suriah dengan izin Allah. Kabar gembira tersebut disampaikan melalui lisan Rasul Muhammad SAW dalam hadist riwayat Imam Ahmad yang berbunyi “…..Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Tanda tanda itu sudah terlihat jelas. Ketua Kantor Media Hizbut Tahrir Suriah Hisham Al Baba menyatakan bahwa rezim Bashar Al Assad tak lama lagi akan jatuh. “Fakta yang terjadi di Suriah, rezim Bashar Al Assad hampir jatuh, sudah mendekati kehancuran,” ungkapnya dalam diskusi makan malam usai Muktamar Khilafah, Ahad (2/6) di Hotel Sahid, Jakarta. (mediaumat.com) Sehingga, kalau pertanyaannya apa lagi setelah MK ? Jawabnya jelas yakni menyatukan perjuangan kaum muslimin seluruh dunia beserta ahlul quwwah (militer/pemilik kekuatan) dengan mengerahkan segenap harta, jiwa dan raga demi satu tujuan yakni tegaknya institusi Khilafah Islamiyah. Tegaknya Khilafah akan menyatukan seluruh kaum muslim dari barat hingga timur, menegakkan hukum-hukum Islam, menjaga darah dan kehormatan umat Islam, menghancurkan kekufuran serta menebarkan rahmat bagi sekalian alam. “Layar telah terkembang. Pantang biduk pulang ke pantai. Pergilah dan teruslah kalian berjuang ! Jangan kembali pulang, hingga kemenangan itu datang.” Ya Allah, saksikanlah kami telah menyampaikan.
Wallahualam bias showab