Gus Uwik, Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor menyatakan, bahwa beberapa logika yang disampaikan oleh pemerintah melalui tim sosialisasi penyesuaian harga BBM lebih tepat dikatakan berbohong dan tidak berdasarkan fakta.
Beberapa alasan pemerintah menaikkan harga BBM, diantaranya pertama, alasan untuk menghemat anggaran. Menurut Gus Uwik, dalam APBN 2013, memang disebutkan bahwa subsdi BBM mencapai Rp 274,7 triliun. Pemerintah menilai angka subsidi itu harus dikurangi mengingat besarnya subsidi itu telah mengurangi kemampuan pembiayaan kebutuhan lain yang dianggap lebih penting, misalnya anggaran untuk infrastruktur 2013 yang hanya sekitar Rp 200 triliun, atau untuk sektor kesehatan yang hanya sekitar Rp 30 triliun.
Lebih lanjut Gus Uwik menyatakan, bahwa benar secara nominal subsidi BBM naik pesat dari hanya sebesar Rp 90 triliun tahun 2005, menjadi Rp 193 triliun pada tahun 2013. Bahkan bila memasukkan energi listrik, yang di dalamnya juga ada subsidi untuk BBM, total akan mencapai Rp 274,7 triliun. Namun bisa membengkak menjadi Rp 300 triliun karena kuota 40 juta kilo liter pasti akan terlampaui. “Meski secara nominal subsidi terus meningkat, tapi secara prosentase, porsi subsidi BBM terhadap APBN hampir tetap,” tegas Gus Uwik.
Menurut pemerintah, dengan menaikan BBM menjadi Rp 6.500/liter akan dihemat APBN sebesar Rp 21 trilyun. “Pertanyaannya, apakah sedemikian gentingnya kondisi APBN kita sehingga subsidi harus segera dikurangi mengingat selama ini APBN tidak pernah terserap semua. Tahun 2012 saja ada sisa Rp 32,7 trilyun. Jadi, dari sisa anggaran tahun 2012 itu, tambahan subsidi BBM bisa ditutupi, bahkan masih sisa Rp 11,7 trilyun,” ujar Gus Uwik.
Alasan kedua yang dipakai pemerintah menurut Gus Uwik adalah alasan BBM bersubsidi dinikmati mobil mewah itu. “Ini adalah bohong,” tegasnya.
Menurut data dari kepolisian, jumlah kendaraan mewah di Indonesia tidak lebih dari 5 persen. Artinya, sekitar 95 persen kendaraan terkategori tidak mewah dan layak mendapat subsidi, imbuh Gus Uwik.
“Jadi dengan menaikkan harga BBM justru akan membebani 95 persen pengendara kendaraan yang terkategori tidak mewah, yang realitasnya kita bisa melihat di jalanan sekarang sudah dipenuhi dengan kendaraan roda dua,” tegasnya.
Oleh karena itu, menurut Gus Uwik rencana kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM harus ditolak karena kebijakan dzolim dan menyengsarakan rakyat.
“Saya mengingatkan pemerintah bahwa menaikkan harga BBM di tengah kesulitan hidup seperti sekarang ini bisa mendorong timbulnya gejolak sosial akibat tekanan ekonomi yang tak tertahankan oleh puluhan juta rakyat miskin. Dan gejolak itu bukan tidak mungin akan berkembang menjadi semacam revolusi sosial sebagaimana telah terjadi di sejumlah negara Timur Tengah,” kata Gus Uwik. (bogorplus.com, 16/6)