APBN Lebih Terbebani Utang, Bukan Subsidi BBM

Anggaran negara selama ini dinilai lebih banyak terbebani oleh kewajiban pembayaran utang yang rata-rata menghabiskan 25 persen APBN per tahun, bukan oleh subsidi bahan bakar minyak (BBM), seperti yang kerap dikeluhkan pemerintah. Selain itu, anggaran juga dianggap boros untuk belanja rutin pegawai ketimbang untuk pembangunan dan fasilitas kesejahteraan rakyat.

Meski demikian, pemerintah dianggap tidak memiliki upaya yang cerdas untuk mengurangi kebergantungan pada utang atau mengurangi defi sit. Hal itu terlihat dari rendahnya upaya pemerintah menggenjot sumber penerimaan dalam negeri serta upaya efi siensi anggaran. Mengenai tekanan beban utang terhadap APBN itu dikemukakan oleh anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Minggu (16/8).

“Tanpa penggelembungan belanja pegawai pun daya atau kemampuan APBN sudah tergerogoti. Utamanya karena beban kewajiban mencicil pokok dan bunga utang luar negeri plus utang dalam negeri. Beban yang satu ini masih terbilang besar karena alokasinya mencapai 25 persen dari total APBN,” ujar Bambang yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) itu.

Posisi total utang pemerintah pada April telah mencapai 2.023,72 triliun rupiah, sedangkan tahun ini pembayaran bunga utang 113,2 triliun rupiah, dengan cicilan pokoknya 58,4 triliun rupiah dan surat utang negara yang jatuh tempo 2013 sebesar 71 triliun rupiah sehingga totalnya 241 triliun atau 21 persen dari belanja APBN. Pembayaran utang itu termasuk subsidi bunga obligasi rekapitalisasi perbankan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar 70 triliun rupiah per tahun.

Sementara itu, besaran subdidi BBM di APBN 2013 hanya 193,8 triliun rupiah atau sekitar 12 persen dari total APBN. Dalam APBN-P 2013 ditetapkan defi sit sekitar 190,1 triliun rupiah atau 2,23 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan rencananya akan ditutupi dari utang dalam negeri sebesar 194,5 triliun rupiah dan utang luar negeri minus 4,4 triliun (artinya total utang luar negeri berkurang 4,4 triliun).

Meski akan mengurangi subsidi BBM, pemerintah berencana menambah utang baru 390 triliun rupiah tahun ini. Selain tekanan beban utang, lanjut Bambang, APBN saat ini terjangkiti dua penyakit akut, yakni penyerapan yang sangat lamban dan ketidakjelasan prioritas peruntukan. Dia mengungkapkan APBN tahun-tahun terakhir sangat boros untuk belanja rutin pemerintah, termasuk gaji PNS pusat dan daerah.

“Dengan posturnya yang demikian, APBN jelas tidak prorakyat. Muncul kesan, prioritas peruntukan APBN lebih untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan pejabat negara serta PNS ketimbang memperbaiki kesejahteraan rakyat. Contoh kasusnya adalah BBM bersubsidi,” kata Bambang. Meski beban utang sudah sangat berat, pengamat ekonomi INDEF, Enny Sri Hartati, menilai pemerintah tidak memiliki langkah progresif mengurangi kebergantungan pada utang.

“Mengurangi utang itu ada dua, yakni menambah penerimaan atau mengurangi belanja. Kalau pemerintah mau meningkatkan belanja silakan, asal jangan diambil dari utang,” ujar Enny. Menurut dia, Indonesia tidak perlu berutang jika pemerintah memiliki strategi menggenjot penerimaan dalam negeri karena potensi penerimaan domestik sangat besar.

“Optimalkan penerimaan negara. Penerimaan sektor perpajakan masih bisa diandalkan untuk menutupi bolong-bolong APBN. Tetapi, anehnya, pemerintah justru menurunkan target penerimaan pajak,” papar dia.

Hal ini, kata Enny, mengindikasikan pemerintah malas mencari sumber penerimaan negara baru.

Keanggotaan IMF

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mendesak DPR untuk membuka mata dan menggugat pemerintah terkait pembayaran kenaikan kuota ke-14 atas keanggotaan pada Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 38 triliun rupiah.

Fitra menduga dana tersebut berasal dari anggaran siluman dan diputuskan tanpa melibatkan parlemen. Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi , mengungkapkan alokasi anggaran itu tidak tercantum pada APBN 2012 dan 2013. Meski begitu, pemerintah tetap akan membayar sesuai dengan Surat Menkeu kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Nomor S-303/ MK.01/2012 tertanggal 12 April 2013.(koran-jakarta.com, 17/6)

One comment

  1. Pemerintah yang benar-benar bodoh. Pemimpinnya adalah kaki tangan penjajah USA, dan anggota DPR nya adlah para kaum miskin yang lapar dan haus akan uang dan kekuasaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*