Seorang filsuf Amerika membeberkan misteri dan rahasia tentang keinginan kuat Amerika Serikat dan entitas Zionis untuk tetap mempertahankan rezim Suriah yang dipimpin oleh Basyar al-Assad.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar untuk penelitian “Republik”, seorang pemikir sekaligus filsuf Amerika, Noam Chomsky menegaskan bahwa “Berbagai pembicaraan tengah berkembang tentang niat Barat untuk memasok senjata kepada oposisi. Namun saya berpikir bahwa fakta-fakta ini menyesatkan.”
Chomsky mengungkapkan bahwa “Faktanya, jika Amerika Serikat dan “Israel” punya keinginan kuat untuk menjatuhkan rezim Suriah, niscaya akan ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan sebelum sampai pada pilihan untuk mempersenjatai oposisi, dan itu merupakan kumpulan pilihan yang tersedia, misalnya, Amerika mendorong “Israel” untuk memobilisasi kekuatannya terhadap front utara, yang tidak akan membangkitkan keberatan internasional. Di mana hal ini akan memaksa rezim untuk menarik beberapa pasukannya, dan meringankan pasukan oposisi di sejumlah front.”
Pemikir Amerika itu menekankan bahwa “Namun hal ini tidak terjadi, dan tidak akan pernah terjadi selama sikap Amerika Serikat dan “Israel” tidak benar-benar ingin melihat jatuhnya rezim Assad, mungkin ia tidak menyukai rezim, namun itu adalah rezim yang sudah biasa merespon setiap kebutuhannya, sehingga setiap alternatif yang mereka tidak mengenalnya, mungkin dalam hal ini keadaannya akan menjadi lebih buruk. Jadi, yang lebih baik baginya adalah mengawasi rakyat Suriah yang tengah dibantai dan dihancurkan.”
Filsuf Amerika itu menambahkan: “Semakin menjadi jelas, bahwa tidak ada yang membenarkan intervensi “Hizbullah” yang seharusnya tidak ada intervensi di Suriah, dan beraktivitas untuk memperkuat perannya sebagai kekuatan ekonomi dan sosial di Lebanon, dan pendekatan konsep pencegahan dengan cara lain, yaitu sebuah konsep yang menurut pendapat saya, tidak berlandaskan pada cara yang sama, di mana sebagai orang meyakininya.”
Chomsky mengungkapkan bahwa yang mendorong “Hizbullah” untuk mengambil alih al-Qushair adalah untuk “mencegah penurunan kekuatan rezim Suriah, melalui blokade pasokan yang sampai pada mereka dari Iran. Akibatnya, kekuatan militer mereka akan lemah secara bertahap dalam menghadapi “Israel”, dan inilah alasan utama untuk menjaga senjata. Sehingga “Hizbullah” melakukan intervensi di al-Qushair.”
Ia menekankan bahwa bahwa “dalam hal ini, sekarang belum diperhatikan terkait apa yang terjadi di dalam “Israel”, dan ini adalah kesalahan besar. Sebab ada pembicaraan bahwa “Israel” telah mengetahui dari perang pada 2006 bahwa setiap perang yang terjadi di Lebanon tidak akan didasarkan pada prinsip pertarungan darat yang lama dengan “Hizbullah”, namun itu hanyalah perang kilat dan cepat, dengan tujuan pemusnahan massal, bahkan bisa saja untuk menghancurkan Lebanon hanya dalam waktu dua hari. Sementara kekuatan pencegahan “Hizbullah” tidak berarti sama sekali bagi mereka.”
Dan tentang bagaimana mereka dapat menggulingkan Assad, maka sang filsuf itu menjelaskan bahwa “Suriah bisa hancur, dan orang-orang Kurdi di beberapa daerah mereka mungkin akan memisahkan melalui hubungan dengan Kurdistan Irak. Sehingga hal ini akan membagi sisa wilayah Suriah menjadi dua bagian, di mana sebagian saja yang didominasi Assad. Dan ini benar-benar mengerikan dan menyakitkan bagi rakyat Suriah dan Suriah sendiri. Tetapi, sayangnya ini adalah perkara yang menjadi tujuan di sana.”
Dikatakan bahwa “Amerika Serikat mungkin akan menerima hal itu, dan Israel juga akan merasa sangat senang dengannya, di mana Suriah akan terpecah-pecah dan terbelah seperti yang dialami oleh dunia Arab lainnya.” (islammemo.cc, 23/6/2013).