HTI Press. Rabu (3 Juli 2013), Pimpinan DPD 2 HTI Kota Bogor, Gus Uwik (Ketua DPD 2) beserta Tim LF; M. Irfan (Ketua LF), H. Ray Iskandar (LF), Imam Syafi’i (LF), Nashrullah (LF), Firmansyah Abu Zaky (LF) dan Erwin Wahyu (Infokom DPD 2) diterima oleh pelaksana harian [Plh] Sekdakot Bogor Bapak Ade Syarif Hidayat di ruang tamu Balaikota Bogor.
Dalam kesempatan tersebut Pak Ade Syarif menyampaikan bahwa kondisi perpolitikan di kota Bogor sudah memanas. Hal ini disebabkan oleh semakin dekatnya pelaksanaan Pilwakot Bogor. “Kondisi perpolitikan saat ini rawan. Banyak hal yang harus dipersiapkan agar bisa terkendali semua,” jelas Pak Ade.
Apalagi ada sebagian kalangan masyarakat yang mengkhawatirkan ada salah satu pasangan yang mendapat dukungan dari GKI Yasmin. Jika apabila nanti pasca Pilwakot mendatang, salah satu calon yang akan membuka kembali kasus GKI Yasmin, sesuai dengan arahan di atasnya. Dan bahkan sampai saat ini pun, pemerintah masih didatangi oleh Pihak Asing, baik NGO maupun perwakilan resmi mempersoalkan GKI Yasmin yang terkesan diskriminasi,” Tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Gus Uwik menyampaikan bahwa HTI sering mendapat masukan dari masyarakat terkait kondisi perpolitikan Bogor saat ini. “Kekhawatiran kami terkait pelaksanaan Pilwakot kali ini adalah terjadinya ‘selingkuh’ antara calon walikota dengan pengusaha atau pemegang kapital. Jika ini terjadi maka yang terjadi adalah jika terpilih menjadi walikota maka akan banyak muncul kebijakan dan keputusan politik yang mengedepankan kepentingan para pengusaha daripada untuk kepentingan rakyat banyak,” jelas Gus Uwik.
Masih menurut tokoh Muda Bogor ini, jika di lihat dari ‘kekuatan uang’ yang di punya oleh para calon walikota dan wakil walikota menunjukkan hampir seluruhnya tidak mempunyai uang yang banyak. Padahal untuk biaya ‘branding diri’ sehingga bisa di kenal banyak oleh masyarakat seperti dalam bentuk cetak poster, baliho, spanduk, kaos, dll ternyata membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Banyak fakta yang menyebutkan untuk menjadi calon walikota membutuhkan dana minimal 25 Milyar. Jika para calon sebagian besar bukan orang berduit maka bisa dipastikan bahwa mereka akan mendapatkan dana dari para pemilik modal,” tegas Gus Uwik.
Menurut Gus Uwik inilah yang menyebabkan politik dagang sapi dan politik kepentingan. Munculnya proyek-proyek dan kebijakan yang lebih mementingkan kepentingan pemilik modal yang akhir-akhir ini terjadi adalah bukti nyata adanya politik kotor ini. “Tidak ada makan siang gratis. Tidak mungkin, pengusaha atau pemilik Kapital memberikan uangnya dengan gratis tanpa ada deal tertentu,” jelas Gus Uwik.
Masih menurut Gus Uwik, ini semua terjadi karena bobroknya demokrasi. Sistem demokrasi telah melegalkan politik uang atas nama inilah biaya politik. Keburukan demokrasi lainnya adalah tidak ada bedanya antara ustadz dengan preman, antara orang yang bodoh dengan berilmu, antara guru dengan mucikari, antara polisi dengan pencuri. Semua sama-sama dihitung satu suara dana setara. “Inilah kenapa HTI mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem bobrok. Dan perlu diganti. Oleh sebab itulah HTI secara intens menyuarakan syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Sebab inilah solusinya. Sistem yang berasal dari Sang Pencipta yang pasti akan menyejahterakan manusia,” jelas Gus Uwik.
Memang, menurut Gus Uwik masih banyak pihak yang mispersepsi bahkan membenci ketika disebut syariat Islam dan Khilafah. Bahkan ada juga yang langsung apriori. “Padahal sesungguhnya syariat Islam dalam bingkai Khilafah, jika dipahami secara benar maka akan tergambar dengan gamblang bagaimana baiknya dan sempurnanya sistem Islam ini dalam menyejahterakan masyarakat,” jelas Gus Uwik lagi.
Mendengarkan penjelasan Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor tersebut, Plh Sekdakot Bogor mengatakan demokrasi saat ini memang penuh dengan kebohongan. “Al Qur’an dan Sunnah belum menjelma secara sempurna di seluruh aspek kehidupan baik di sektor politik, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Semuanya diatur oleh Yahudi,” tegas Ade Syarif kepada tim pengurus HTI. [] Fir