HTI Press. Pasca Muktamar Khilafah di GBK Jakarta yang dihadiri lebih seratus ribu peserta, Hizbut Tahrir kembali mengundang para tokoh dalam acara workshop Tokoh terbatas. Sejumlah pimpinan ormas dan tokoh Islam hadir dalam Workshop Tokoh Terbatas yang diselenggarakan oleh Lajnah Fa’aliyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (LF DPP HTI). Workshop yang mengambil tema “Menyongsong Tegaknya Khilafah” itu dimulai pukul 8.30 dan berakhir pukul 12.00 pada Kamis (20/6) di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta.
Diantara puluhan tokoh yang nampak hadir dalam Workshop itu adalah: H.M. Mufti (Ketua Umum SII); Najamuddin (PP Muhammadiyah); Prof. Musjby (DDII/); M. Sabil Raun (Al Ittihadiyah); Amin Lubis (Ketua PERTI); Dedi (LAPMAS); Yosmardin (Pengamat Politik & Pemerintahan); Ahmad Wijaya (Perhimpunan Masyarakat Islam); Muhammad Natsir (Parmusi); Muhammad Sinawi (Korp Mubaligh Jakarta) dan Iing Solihin (PERSIS).
Setelah mengikuti pengantar materi workshop yang disampaikan oleh Ketua DPP HTI, Rohmat S. Labib, para tokoh kemudian menanggapi dan menyampaikan pandangannya. Forum diskusi yang dipandu oleh Ust. Dr. Riza Rosadi itu mengerucut pada pandangan akan pentingnya tokoh umat memperteguh tekad demi menyongsong tegaknya syariah dan Khilafah.
“Saya menangis ketika melihat ratusan ribu orang di GBK yang mengibarkan bendera Nabi dengan tulisan syahadat itu. Selama puluhan tahun hidup baru masuk GBK saat acara Muktamar Khilafah kemarin dan baru bisa melihat orang kibarkan bendera umat islam itu. Bahkan tadi ketika di awal acara sekilas diputar pengantar film itu saya tak mampu menahan air mata. Ini karena sangat rindu untuk segera tegaknya Khilafah,” ungkap prof. Musjby (DDII/Persaudaraan Moeslim Internasional).
Sementara, Sekretaris PP Muhammadiyah DR. Najamuddin menyampaikan bahwa sebenarnya Metodologi islam itu sudah ada, hanya saja kita yang tervirus dengan metodologi barat sehingga perjuangan umat islam ini belum berhasil. Umat semua lini disadarkan. Jika semua lini paham maka semua bisa menuntut tegak syariah. Maka waktu sangat tergantung dari kehendak Allah. Jika Allah mau cepatkan maka akan cepat. Kita tinggal rapatkan shof yang tertib untuk bisa mendapat pertolongan Allah. “saya berharap Hizbut Tahrir jangan berlama-lama dan segera masuk mengambil alih kekuasaan untuk menerapkan syariah Islam,” tegas Najamudin.
Senada dengan Najamudin, salah seorang tokoh dari PERSIS Iing Solihin mengatakan bahwa suka atau tidak suka, ada berita bahwa sebentar lagi akan tegak Khilafah. Persoalannya adalah ukuran waktunya sebentar itu kapan. Meski kita harus optimis, tapi optimis ini perlu tahapan nyata. “kita harus mempersiapkan umat ini agar tahu persis tahapan tegaknya Khilafah agar bisa bersama-sama berjuang dan mendukung demi tegaknya Khilafah,“ tegas Iing Solihin.
Nada pesimis terhadap partai saat ini diungkapkan oleh Ahmad Wijaya (Perhimpunan Masyarakat Islam). “Kita tak bisa berharap perubahan dari partai “ondel-ondel” yang ada sekarang. Mereka semua terjebak dalam sistem demokrasi dan pengkhianatan umat. Kita lihat kemungkaran dan kezaliman dilakukan oleh penguasa tapi justru pemimpin-pemimpin partai itu mendukungnya bersama membuat kezaliman,” tegas Ahmad.
Sementara Pimpinan Korp Mubaligh Jakarta (KMJ) Muhammad Sinawi sangat optimis Khilafah segera tegak karena itu janji Allah. “Kami siap mendukung perjuangan HTI untuk menegakkan Khilafah. Tegaknya Syariah dan Khilafah ini merupakan demi menggalakkan perintah Allah dan Rasulnya,” tegas Sinawi.
Pada Kesempatan itu, Pengamat Politik dan Pemerintahan (Pamong) Yosmardin mengingatkan bahwa perjuangan penegakan Syariah dan Khilafah sangat diterima masyarakat. Namun karena kita bekerja bukan di ruang kosong maka pasti orang yang tidak suka. Tentu mereka tidak akan tinggal diam. “Para Pejuang Syariah dan Khilafah sangat penting menjaga kelurusan niat dan menjalin komunikasi intens yang positif dengan aparat,” ungkap Yosmardin.
Menanggapi pernyataan para tokoh itu, Rohmat S. Labib menegaskan bahwa sudah saatnya kita tinggalkan demokrasi dan tegakkan Khilafah. “Cukup sudah umat ditipu dengan demokrasi selama ini. Sudah saatnya kita tinggalkan Demokrasi dan berjuang bersama demi tegaknya Khilafah,” tegas Labib.
Juru Bicara Hizbut Tahrir M Ismail Yusanto yang hadir memberikan tanggapan bahwa Tegaknya Khilafah tinggal sebentar. Waktunya jadi relatif. Prediksi NIC; tegaknya Khilafah 2020. Sekitar tujuh tahun lagi. Itu bisa disebut lama, bisa juga singkat, sebagaimana runtuhnya Uni Soviet dulu yang tiba-tiba saja runtuh. Ada kisah seorang peserta diskusi yang menyatakan. “Sebenarnya saya datang ingin menolak Khilafah. Tapi begitu sampai di sini saya justru mendukung,” ungkap orang itu. Jadi antara penolakan dan dukungan itu sangat tipis seperti masuknya sahabat Umar dalam Islam.
Terasa dekat karena kita merasa denyut nadi umat makin kencang. Dulu tahun 80an hanya segelintir, tapi kini ada 32 Provinsi yang denyutan nadi umat butuh Khilafah. Denyut syariah sudah besar tapi belum cukup besar untuk besarnya dukungan syariah bagi negeri ini yang sangat besar.
Di ujung penjelasannya, Ismail menawarkan kepada peserta untuk bisa berjuang bersama HTI. Bentuknya cukup sederhana. Pertama Halqah melakukan kajian ide HTI dengan kitab-kitab HTI yang berbasis Ilmu. Semua dikaji secara rasional. Boleh dibaca, diskusi banyak orang tidak dibatasi, semua boleh dikaji dengan bebas. “perlu kami tegaskan, kami tidak ingin mengajak bapak-bapak jadi anggota HTI. Tapi hanya mengajak kajian dan bergerak dakwah bersama HTI,” tegas Ismail.
Sebagai closing statement, pada kesempatan itu ketua LF DPP HTI Muhammad Rahmat Kurnia bertanya kepada para tokoh, “Apakah syariah itu haq (benar)?” Para tokoh menyambut serentak, “Haq!” Rahmat melanjutkan, “Apakah Khilafah itu haq?” Lagi-lagi, seluruh tokoh menjawab dengan mengatakan, “Haq!” Lalu, Rahmat mengajak para tokoh untuk melakukan Dharbul alaqah di tengah-tengah umat. Semua tokoh harus bicara menjelaskan kepada umat karena bicara dengan kata adalah senjata. Jika umat sudah tidak percaya pada sistem kufur dan pemimpin zalim maka umat akan mencari pemimpin yang baik dan sistem yang baik. Itulah Syariah dan Khilafah.
Di akhir workshop itu, para tokoh sepakat bahwa demokrasi yang kufur dan merusak harus segera ditinggalkan. Sebagai gantinya Syariah dan Khilafah harus terus disampaikan kepada jamaahnya masing-masing. []W_almaroky