MHTI Gelar Round Table Discussion Produk Pangan Impor Amankah?

HTI-Press. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menggelar Round Table Discussion (RTD) bertajuk ‘Produk Pangan Impor Amankah?’, Jum’at, (07/11/2008) di Ruang utama Wisma Tamu Landhuis, Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga Bogor.

Acara dibuka dengan penayangan fakta temuan zat melamin yang terdapat pada susu bubuk bayi, makanan anjing, dan telur di Cina. Melamin telah mengakibatkan 5.824 bayi keracunan dan 1.500 ekor anjing mati. Pencemaran zat melamin juga ditemukan pada produk susu Nestle di Taiwan, dan semakin tingginya kadar zat racun tersebut pada makanan di Korea Selatan. Tayangan tersebut cukup mencegangkan peserta.

“Baru-baru ini Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) RI telah menetapkan beberapa produk makanan yang menggunakan bahan susu bubuk dari Cina yang tercemari zat melamin untuk ditarik dari pasaran demi keamanan pangan masyarakat,” kata Ir. Tien Gartini, M.Si. yang bertugas di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan BPOM RI.

Kasus ini bukan yang pertama kali. Tahun 2007, BPOM telah menemukan tujuh produk pangan impor Cina yang mengandung formalin dari 39 produk diantaranya: White Rabbit Creamy candy, permen Kiamboy, Classic Candy, Blackcurrat, White Rabbit yang bernomor Depkes RI SP no. 231/10.09/96, White Rabbit, dan manisan plum. Belum lagi kehalalan pangan yang beredar dimasyarakat perlu juga mendapatkan perhatian.

Ir.Tien Gartini, M.Si menjelaskan BPOM sebagai sebuah lembaga mengawasi keamanan (thoyib) makanan dan obat-obatan yang beredar di masyarakat melakukan pre market, yaitu, pemeriksaan makanan sebelum dijual ke konsumen dari sisi mutu maupun gizinya. “Dari hasil uji laboratorium balai POM yang berjumlah 26 lab, kemudian ditentukanlah apakah makanan tersebut aman untuk dikonsumsi yang kemudian dikeluarkan no MD untuk produk yang lolos uji.” Begitu pula setelah makanan beredar di konsumen pengawasan terus dilakukan. Jika ditemukan penyimpangan, maka akan dicabut izin registrasi bahkan izin industri terhadap produk yang bersangkutan. ”Untuk produk impor, maka BPOM melakukan pengawasan ke pelabuhan-pelabuhan bongkar muat masuknya barang impor, yaitu: Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan pelabuhan di Makasar,” ujar Ir.Tien Gartini, M.Si.

Derasnya pangan impor yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan jumlah sumberdaya manusia BPOM. Apalagi adanya pelabuhan ‘tikus’ di perbatasan Malaysia, Kalimantan dan di Selat Malaka menyebabkan produk impor sulit dikontrol. Belum lagi transaksi ilegal di tengah laut dengan kapal-kapal kecil. Ti

Menurut Ir. Tien Gartini, M.Si mengatakan para pelaku yang diketemukan telah memproduksi makanan tidak thoyib dapat dikenai sanksi berdasarkan UU Pangan, yaitu kurungan lima tahun penjara atau denda 600 juta. Sedangkan berdasarkan UU Perlindungan Konsumen didenda kurungan enam tahun penjara atau denda dua milyar. Dalam kenyataannya pelanggar sering hanya dikenai denda Rp 150 ribu. “Tidaklah mengherankan kita dapat menemukan banyak sekali produk berbahaya, utamanya produk impor, beredar di masyarakat.”

Dr. Anna Prianani Roswien selaku pengurus dan auditor halal LPPOM MUI pusat sangat lugas menjelaskan wewenang LPPOM MUI (Lembaga Pengkaji Pangan Obat-obatan dan Kosmetika). “Berdirinya lembaga ini adalah sebagai jawaban atas kekhawatiran umat Islam di Indonesia akan beredarnya produk tidak halal di masyarakat.” Tepatnya satu tahun setelah ditemukannya (dicurigai) salah satu produk mengandung lemak babi oleh mahasiswa Brawijaya, Malang hanya dengan melihat komposisi terhadap produk tersebut. Sertifikasi halal dikeluarkan Komisi Fatwa (KF) MUI pertama kalinya pada tahun 1993 dan beranggotakan 29 orang yang terdiri dari organisasi Islam dari seluruh Indonesia serta auditor yang kebanyakan dari dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Sertifikasi dikeluarkan MUI berbahasa Indonesia, Inggris dan Arab, sehingga dapat dipergunakan oleh berbagai negara. MUI pada saat ini bergabung dengan World Halal Council dan presidennya dari MUI, Ibu Prof. Aisyah Girindra dan Dr. Ir. H. Didratun Zaman. H.

Ibu Dr. Anna Prianani Roswien yang juga staf pengajar Departemen Biokimia, FMIPA IPB ini memaparkan sampai tahun 2008 produk yang bersertifikasi halal masih berada pada angka di bawah 10 persen dengan jenis produk 15.000 unit. ”Produk-produk tersebut diproduksi oleh 2.372 perusahaan lokal dan 259 perusahaan luar negeri yang kebanyakan dari Cina,” kata Dr. Anna. Produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika dinyatakan halal tidak hanya dari bahan pembuatannya tetapi juga prosesnya berdasarkan kajian ilmiah yang dilaksanakan oleh auditor LPPOM MUI dan kajian syariah dari seluruh anggota KF MUI. Hanya saja, proses sertifikasi halal bersifat sukarela (belum diwajibkan) dan berlaku selama 2 tahun, kemudian setelah habis masanya perusahaan bisa memperpanjangnya. Inilah yang menjadi penyebab mengapa masyarakat masih menemukan banyak produk yang tidak bersertifikasi halal LPPOM MUI.

Bagi seorang muslim, mengkonsumsi produk yang halal dan Thoyyib adalah harga mutlak yang harus dipenuhinya. Jika tidak, maka efek samping yang akan diterima bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga diterima atau tidaknya suatu amal. Seperti hadist nabi SAW memiliki arti: “Ya Sa’ad jagalah makananmu niscaya kamu menjadi seorang yang mustajab do’amu, demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya; sesungguhnya adakalanya seseorang memasukkan makanan yang haran dalam perutnya lalu tidak diterima amalnya selama empat puluh hari. Dan setiap orang yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram (tipuan) atau riba maka neraka lebih tepat untuk tempatnya.” Standar halal dan thoyyib merupakan standar pangan yang telah ditietapkan oleh allah SWT Sang Pencipta manusia. Imam Ibnu Katsir menafsirkan halalan Thoyyiban dalam surat An-Nahl ayat 114 sebagai semua makanan yang di bumi halal dan baik, lezat tidak berbahaya bagi tubuh, akal pikiran dan urat syaraf manusia. Demikian penjelasan Desniar, S.Pi, M.Si dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) yang juga berprofesi sebagai dosen di Fakultas Perikanan, IPB.

”Adanya masalah krisis pengadaan dan keamanan pangan adalah dikarenakan penerapan sistem ekonomi neoliberalisme yang memaksa semua negara membuka pasarnya secara bebas atas perdagangan produk pangan,” tandas Desniar, S.Pi, Msi. Dibawah payung WTO (World Trade Organization) negara-negara maju semisal Amerika, Inggris, dan Prancis telah menjadikan negara-negara miskin dan berkembang tidak akan menang dalam persaingan pasar. Pasar ini telah disetting tanpa proteksi tarif maupun non tarif dan subsidi apa pun. Apalagi negara Amerika, Perancis dan Inggris menguasai modal jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara miskin. Walhasil, derasnya produk import yang lolos maupun tidak lolos uji BPOM bahkan LPPOM MUI pun tidak dapat dibendung lagi. Ditambah lagi lemahnya penerapan hukum di Indonesia semakin menambah luasnya peredaran produk tidak halal dan thoyyib di masyarakat.

Diskusi yang dipandu oleh Sri Nuryati, S.Pi, M.Si. ini semakin mendalam ketika peserta dipersilahkan untuk mengemukakan pendapatnya. Diskusi dihadiri peserta dari berbagai kalangan baik dosen, instansi pemerintah, ibu rumah tangga, pemerhati kesehatan dan mahasiswa. Kesimpulan diskusi ini perlu adanya regulasi dan edukasi untuk seluruh komponen masyarakat agar mampu memilih pangan yang aman. Para intelektuallah yang seharusnya memiliki perhatian yang lebih besar.

Round Table Discussion ini merupakan RTD Muslimah HIzbut Tahrir Indonesia kedua yang diselenggarakan di Kampus IPB Darmaga. (mhti)

One comment

  1. Selamat buat MHTI. Muslimah2 kampus merapatlah dalam barisan MHTI. Niscaya anda akan menjadi Muslimah Sejati : Shalehah & cerdas politik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*