Noorsy: “Jakarta tidak Berwibawa di Mata Papua”

ichsanuddin noorsy

Pengamat Kebijakan Publik Ichsanuddin Noorsy menilai pertemuan gubernur dan 16 bupati Papua dengan Presiden Obama di Amerika membuktikan tidak berwibawanya Jakarta. “Jakarta tidak lagi berwibawa. Jakarta tidak lagi berwibawa di depan pemimpin Papua, di mata orang-orang Papua!” tegasnya kepada mediaumat.com, Kamis (25/7).

Menurut Noorsy, pertemuan itu juga membuktikan bahwa UU Otsus Papua tidak ada gunanya. Karena pertemuan gubernur dan 16 bupati Papua itu melanggar prinsip-prinsip bahwa kepala daerah tidak punya hak untuk melakukan hubungan politik luar negeri kecuali melalui Jakarta.

Tetapi repotnya Jakarta tidak berwibawa. “Lebih dari itu, Jakarta tidak punya harkat dan martabat! Apakah itu hanya terjadi pada kasus Papua? Saya pernah bilang pada Media Umat, sesungguhnya Jakarta kehilangan wibawa harkat dan martabatnya bukan hanya di mata Papua, tetapi secara umum Jakarta memang sudah kehilangan harkat dan martabat karena selalu memenuhi dikte kemauan asing.”

Buktinya tidak permartabatnya Jakarta pernah dibeberkan Noorsy dihadapan sejumlah tokoh Papua. “Saya kebetulan bertemu dengan sejumlah tokoh Papua, pada saat saya bercerita tentang bagaimana Freeport dalam kontruksi Forbes Wilson. Beberapa orang Papua terkejut ketika saya menceritakan dengan sungguh-sungguh bagaimana tambang Gresberg itu latar belakangnya itu berkaitan dengan UU Penanaman Modal tahun 1963 dan UU Pertambangan tahun 1967.”

Intinya adalah Freeport meminta tiga hal, ungkap Noorsy kepada mereka. Freeport meminta kepada pemerintah Amerika untuk diteruskan ke Indonesia dan hingga sekarang tetap berlaku. Pertama, Freeport minta royalti tidak lebih dari satu persen. tidak ada bagi hasil (profit sharing). Kedua, tunduk pada ketentuan investasi. Ketiga, Freeport yang mengelola habis-habisan, tidak ada campur tangan pemerintah Indonesia.

Makanya ketika pemerintah Republik Indonesia mengajukan renegosiasi kontrak pada Freeport, “saya orang pertama di depan para penambang Indonesia yang bekerja di Freeport, yang mengatakan bahwa Freeport akan menolak. Karena posisi perjanjian mereka demikian kuat secara politik dan secara hukum,” aku Noorsy.

“Makanya, kemudian, dubes Amerika dan wakilnya mengatakan rencana renegosiasi Indonesia yang mau meninjau kembali semua perjanjian yang berjalan sama juga dengan merusak aturan main.”

Pada saat yang sama, Amerika pun bermain pada tokoh-tokoh utama di Papua. Seperti kebiasaan yang mereka lakukan dari dulu hingga sekarang, Amerika tidak berhenti melakukan politik belah bambu. Namun sayangnya orang-orang Papua tidak memahami secara baik tentang prilaku Amerika yang seperti ini.

Maka sesungguhnya publik bisa melihat bagaimana Papua Nugini tidak bisa lepas dari Australia. Bagaimana Timor Leste tetapi dalam posisi pengaruh Australia dan Amerika. “Gubernur dan 16 bupati Papua itu harus melihat kenyataan tersebut!” tegas Noorsy.

Bukti lain bahwa Jakarta sudah kehilangan wibawa harkat dan martabat adalah kenaikan BBM pada Juni kemarin. “Itu hanyalah dalam rangka memenuhi tuntutan asing, untuk disodorkan sebagai sebuah prestasi pada pertemuan Apec di Bali Oktober mendatang!” tuding Noorsy.

Noorsy juga mengatakan: “Jadi sangat kelihatan Jakarta memang tidak punya harkat martabat. Cuma bagian dari inlander, bagian dari kawasan titik pusat penghisapan, yang titik pusat pengorganisasiannya ada di Menteri Keuangan, BI, ditambah lagi dengan OJK, ditambah lagi sekarang dengan ESDM.”

Noorsy pun menyebutkan kasus 16 bupati dan gubernur Papua ini merupakan pelajaran paling mahal, bahwa politik luar negeri Indonesia tidak mungkin dilakukan dengan model seperti sekarang. “Buat saya ini bukti bahwa prinsip satu musuh terlalu banyak dan seribu kawan kurang, itu tidak bisa diterapkan. Dan memang mimpi. Sebuah mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan.”

Lagi-lagi, lanjut Noorsy, mestinya Jakarta ambil kaca, bercermin diri, mengapa situasi pemerintahan sejak 2005 sampai sekarang tidak juga menunjukkan harkat martabat bangsa yang lebih baik.

Seperti dilansir detik.com (25/6) Gubernur Papua menyatakan dirinya dan 16 bupati pegunungan Papua akan bertemu dengan Obama di Amerika pada Juli ini. (meidaumat.com, 25/7/2013)

 

2 comments

  1. Joko Prasetyo

    RALAT UNTUK: “… UU Penanaman Modal tahun 1963 dan UU Pertambangan tahun 1967.”

    RUU PMA seakan dirancang oleh Mohmmad Sadli (Penggagas Kapitalisme Pancasila) dengan dukungan penuh United States Agency for International Development (USAID).
    Diminta oleh Forbes Wilson (Freeport McMoran) dalam rangka Freeport berinvestasi di Grasberg Timika dengan syarat :
    a. Investasi dilindungi
    b. Menerima iklim investasi
    c. Tanpa bagi hasil kecuali royalti.

    Syarat itu disetujui Presiden AS Lyndon Johnson dan didukung CIA (Bradley R Simpson, 2008: 232-234) dan diterapkan Pemerintahan Soeharto. Terbitlah UU 1/67 ttg PMA (ditandatangani Soekarno) pada 10 Jan 1967 (rancangan PMA disiapkan USAID diserahkan ke pihak Indonesia pada 25 Des 1966) dan UU Pertambangan No. 8/71
    Pasal 6 ayat 1 UU 1/67 : Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut: (a) pelabuhan-pelabuhan; (b) produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk umum; (c) telekomunikasi; (d) pelajaran; (e) penerbangan; (f) air minum; (g) kereta api umum; (h) pembangkitan tenaga atom; serta (i) mass media.

    Ichsanuddin Noorsy

  2. Bukti lain bahwa Jakarta sudah kehilangan wibawa harkat dan martabat adalah kenaikan BBM pada Juni kemarin. “Itu hanyalah dalam rangka memenuhi tuntutan asing, untuk disodorkan sebagai sebuah prestasi pada pertemuan Apec di Bali Oktober mendatang!” tuding Noorsy….
    +++++INDONESIA TIDAK BISA MERDEKA+++++Cara terbaik adalah REVOLUSI…lawan negara amerika dan konco2nya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*