Pentolan Maarif Institute kembali mencoba mengadu domba sesama ormas Islam. Melalui lisan dan tulisan Zuly Qodir dalam buku terbarunya, “HTI dan PKS Menuai Kritik: Prilaku Gerakan Islam Politik di Indonesia” ia mencoba mengusik kerukunan Muhammadiyah dengan Hizbut Tahrir Indonesia.
Dalam bedah bukunya, Jum’at (26/7) di Aula Maarif Institute, Jakarta Selatan, sosiolog Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut menyatakan HTI “sering menciptakan konflik dengan organisasi-organisasi keagamaan moderat di Indonesia, seperti NU dan Muhammadiyah. Konflik ini, selain terjadi di tingkat elite, juga terjadi di akar rumput.”
Ia juga menyatakan konflik tersebut terjadi lantaran, “kasus perebutan masjid, ajakan mendirikan kelompok pengajian sendiri, perebutan aset organisasi, serta pelabelan kelompok tertentu sebagai liberal dan sesat.”
Peneliti senior Maarif Institute ini juga mengatakan, “HTI dan PKS telah kehilangan akhlak dalam berpolitik sebab telah merugikan Muhammadiyah dan NU di Indonesia. HTI dan PKS jelas-jelas telah mendapatkan reaksi keras dari kedua ormas Islam itu dan menyebabkan terjadinya konflik di tingkat bawah.”
Untuk menanggapi pernyataan tersebut, wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo berbincang dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Apakah HTI diundang sebagai nara sumber dalam diskusi buku tersebut?
Tidak.
Apakah Anda menyayangkan kenapa tidak diundang? Padahal sedang membicarakan HTI?
Tidak. Itu hak mereka. Biar saja. Mungkin dengan itu (dengan tidak mengundang HTI), mereka merasa lebih nyaman untuk ngomong apa saja tentang HTI, termasuk memfitnah HTI tanpa sungkan.
Lucu sekali, mereka sering mengajari kita untuk gemar berdialog, tapi ini acara malah seolah menutup pintu dialog: mengkritik tapi orang yang dikritik tak pernah diberi kesempatan untuk menjawab atau menjelaskan.
Dalam Buku ini dikatakan HTI merebut masjid dan tidak berakhlak, bagaimana pandangan Anda?
Saya tidak mengerti tuduhan itu. Coba tunjukkan, dimana dan kapan HTI pernah merebut masjid? Bahwa banyak anggota HTI ikut memakmurkan masjid, dan di antaranya mungkin ada masjid yang didirikan oleh Muhammadiyah atau NU, ya ndak masalah to?
Bukankah tiap masjid, meski itu didirikan oleh sebuah lembaga, hakikatnya adalah untuk seluruh umat Islam, dan setiap umat Islam berkewajiban untuk memakmurkan masjid itu.
Jadi, jelas sekali ini bukan sebuah kritik, tapi fitnah. Tuduhan tanpa dasar. Kalaulah mungkin mereka pernah mendapat info soal ini, mestinya mereka melakukan tabayun atau konfirmasi dulu kepada kita, tapi itu tidak pernah dilakukan. Tahu-tahu sudah disebar, seolah-olah benar bahwa HTI merebut masjid. Jadi siapa sebenarnya yang tidak berakhlak?
HT dan PKS dikatakan menimbulkan konflik di grassroot apakah benar?
Ini tuduhan apa lagi. Dimana dan kapan HTI pernah menimbulkan konflik di akar rumput? Selama ini kita berdakwah di berbagai tempat di Indonesia, baik di wilayah yang notebene adalah basis Muhammadiyah atau NU ataupun organisasi lain, tidak pernah terjadi apa yang disebut konflik.
Yang ada adalah justru kita mendapatkan respon yang sangat baik. Bahwa ada perbedaan pendapat di sana sini, itu wajar, tapi setelah dijelaskan toh kemudian terjadi saling pengertian.
HT disebut-sebut menggunakan dakwah untuk kepentingan politik, bagaimana?
Kepentingan politik apa yang dimaksud? Kalau yang dimaksud adalah politik kekuasaan semata-mata, siapapun tahu, HTI tidak terlibat dalam percaturan politik seperti itu. HTI bukanlah peserta pemilu.
Tapi kalau yang dimaksud kepentingan politik adalah segala usaha bagi tegaknya kembali Syariah dan Khilafah, ya memang Hizbut Tahrir didirikan untuk misi itu. Lagi pula, apa yang salah dengan misi ini? Bukankah Syariah dan Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam, dan kita semua wajib untuk mewujudkannya?
Bagaimana sebenarnya hubungan HTI dengan Muhammadiyah, bukankah Jubir dan pimpinan HTI lain sering berinteraksi dengan pimpinan Muhammadiyah, utamanya dengan Pak Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah?
Hubungan HTI dan Muhamaddiyah sangat bagus. Komunikasi kita juga berjalan sangat lancar. Dalam banyak isu, seperti soal RUU Ormas baru lalu, kemudian soal UU Migas, juga soal kedzaliman Densus 88 dan isu lainnya, HTI dan Muhammadiyah serta Ormas Islam lain bahu membahu untuk memberikan respon secara lugas.
Bahkan setelah melalui dialog yang matang diantara ormas Islam, termasuk di dalamnya HTI, UU Migas khususnya pasal mengenai BP Migas akhirnya bisa dibatalkan melalui MK. Jadi siapa bilang ada konflik antara HTI dan Muhammadiyah?
Apakah pandangan penulis mencerminkan hubungan sebenarnya HTI dan Muhammadiyah?
Tidak sama sekali. Saya tidak mengerti, penulis itu sedang bercerita soal apa, karena semua yang dikatakan itu sama sekali tidak faktual. Mungkin dia mendapat satu dua fakta, tapi lalu digeneralisir seolah telah terjadi seperti yang dia bilang.
Apa kira-kira kepentingan penulis buku ini?
Saya tidak tahu. Tidak jelas. Kalau disebut untuk kepentingan akademis, apakah tulisan yang lebih mirip gosip itu bisa disebut tulisan ilmiah? Kalau disebut untuk kepentingan umat Islam, tulisan itu saya lihat malah justru cenderung mengadu domba antar komponen umat yang sejatinya selama ini telah terjalin hubungan yang sangat bagus.
Melalui SOLI (Silaturahim Organisasi dan Lembaga Islam) yang diprakarsai oleh Pak Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, yang HTI termasuk di dalamnya misalnya, Ormas dan Organisasi Islam bisa duduk bersama membicarakan banyak hal menyangkut kemaslahatan umat.
Dalam SOLI itu, HTI malah diminta untuk mengkoordinir dalam menanggapi masalah-masalah keumatan aktual. Pak Din, saya nilai orang yang sangat menginginkan kebersamaan di antara Ormas Islam, tapi sekaligus juga sangat menghargai perbedaan.
Dan itu, ia buktikan ketika tanpa mengindahkan tekanan, Pak Din tetap hadir memberikan orasi dalam Konferensi Khilafah Internasional pada 2007 lalu di Gelora Bung Karno. Dari sini terlihat, Penulis sesungguhnya orang yang tidak tahu persis dinamika hubungan antar Ormas Islam, khususnya antara HTI dan Muhammadiyah, tapi memaksakan diri menulis tentang soal ini. Jadi hasilnya ngawur.
Tapi kalau buku ini ditujukan menggembirakan pihak-pihak yang menginginkan perpecahan di tubuh umat, kiranya cukup berhasil. Mungkin itu yang penulis maui. Allahu’alam. (Mediaumat.com, 27/7/2013)
ya begitulah orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, jadi kalau nulis ya ngawur, kaya orang mimpi. HTI terus jalin ukhuwah dg saudara2 sesama muslim, dan terus berjuang untuk menegakan syariah dan khilafah. Allahu Akbar.
Ayo satukan hati dan jiwa kita sesama muslim..menuju SHIROTOL MUSTAQIM..yang berpegang teguh pada AL QURAN…AL HADIST..ALLAHHUAKBAR…