Oleh: Akhiril Fajri
Humas HTI Lampung
Provinsi Lampung sebetulnya kaya akan potensi Sumber Daya Alam (SDA). Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) di Lampung kini ada 11 blok migas dan geotermal (energi panas bumi) yang terdapat di Lampung. Menurut Kabid Migas dan Energi Lampung Ir. Arlinawati, status 11 blok migas itu bervariasi. Ada yang sudah masuk dalam tataran penawaran, ada yang tengah dalam proses eksplorasi, bahkan satu blok sudah ada yang produksi.
Untuk tataran produksi, di satu blok sudah dilakukan. Yakni di blok offshore (lepas pantai) South East Sumatera yang terletak di perairan Kabupaten Lampung Timur. Produksi dilakukan perusahaan asal Tiongkok, CNOOCH. Mereka memperoleh kontrak pengeboran dari perusahaan Maxus pada 2007.
Selain itu, potensi SDA lainnya di Provinsi Lampung yang juga siap dieksplorasi saat ini adalah energi panas bumi (geotermal). Bahkan PT Chevron Geothermal telah memberikan komitmennya untuk mengembangkan energi panas bumi di Suoh-Sekincau, Lampung Barat. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini akan memenuhi target Pemerintah Pusat dan daerah untuk merealisasikan proyek sumber daya panas bumi yang diperkirakan mampu menghasilkan daya 500 mw. (lampungpost.com)
Namun, ironinya, dibalik potensi SDA yang dimiliki oleh lampung, justru APBD Lampung kini defisit dan tidak sanggup untuk memperbaiki jalan-jalan transportasi yang kini banyak berlubang dan berdampak pada angka kecelakaan lalu-lintas yang semakin meningkat. Di sisi Lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Lampung, jumlah penduduki miskin di Lampung telah mencapai lebih dari 1,7 juta jiwa. Data tersebut berdasarkan jumlah Tumah Tangga Miskin atau RTM yang mencapai 554 ribu keluarga dengan asumsi setiap keluarga beranggotakan 4 orang (lampung.bps.go.id).
Pertanyaannya mengapa hal itu bisa terjadi? Dimanakah peran Pemda selama ini dalam menjaga potensi SDA Daerah? Padahal, solusi yang diberikan Pemda dengan mengeluarkan penawaran potensi SDA ke swasta ini sama sekali tidak tepat, itu sama artinya pemerintah telah menggadaikan potensi alam untuk kesejahteraan. Sebagaimana halnya, yang dialami warga pelosok di desa Ulu Belu dan Suoh Lampung Barat, dimana akses Listrik tidak mereka dapat. Padahal di dekat mereka ada sebuah proyek Geotermal yang kini di kelola oleh Chevron.
Sebab itu, pemberian izin perusahaan-perusahaan asing yang ada di negeri ini fokusnya hanyalah bagaimana cara agar produksi meningkat tajam dan keuntungan meningkat bagi perusahaan mereka saja. Kalaupun ada program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah sekitar industri, itu kecil sekali. Ingatlah, hanya 10% yang masuk ke APBD daerah, selebihnya masuk ke perusahaan Cevron dan CNOOCH.
Tentu saja melihat kondisi ini, ada kekeliruan dari manajemen pengelolaan kekayaan alam di daerah ini, terutama yang dalam Islam masuk dalam sektor kepemilikan umum seperti Listrik, minyak dan gas. Kebijakan ekonomi Indonesia yang berbasis kapitalis telah memberikan sumbangan paling besar bagi kondisi di atas. Selama ini sektor kepemilikan umum lebih banyak diserahkan kepada perusahaan multinasional/asing. Akibatnya, hasil kekayaan alam yang seharusnya kalau dikelola langsung oleh negara bisa digunakan untuk rakyat, disedot oleh perusahaan asing. Keuntungan pun sebagian besar untuk perusahaan asing.
Padahal, dalam pandangan Islam sektor hilir migas, dan keberadaan fasilitas kilang minyak (refinery) untuk mengolah BBM dan infrasruktur pendistribusiannya adalah fasilitas umum yang juga menjadi harta milik umum. Rasulullah saw bersabda, ”Kaum Muslim bersekutu(memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, padang, dan api” (HR Abu Dawud).
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan tiga benda dalam hadist tersebut dilihat dari ’illat-nya bahwa ketiganya dibutuhkan masyarakat sebagai fasilitas umum. Api dianalogikan sebagai sumber energi. Sedangkan padang di-qiyas-kan sebagai hutan. Karakteritik fasilitas umum adalah jika ia tidak tersedia maka akan mengakibatkan sengketa untuk mendapatkannya. Dengan demikian, secara keseluruhan industri migas termasuk harta milik umum.
Islam pun juga dengan tegas menggariskan kebijakan ini, bahwa kepemilikan umum adalah milik rakyat yang harus dikelola oleh negara secara baik untuk kesejahteraan rakyat, sehingga problem defisit APBD, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas jalan rusak yang selama ini terus terjadi akan dapat terselesaikan. Sebab itu, dengan potensi yang dimiliki oleh Lampung ini jika dikelola dengan Syariah di bawah naungan Khilafah maka kesejahteraan yang kita nantikan akan bisa terwujud. Semoga!.