HTI Press – FGD (Foccus Group Discussion) tentang “Adam Malik, Agen CIA?” yang diselenggarakan DPD I HTI Jabar dan Lembaga Penelitian (Lemlit) UNPAD pada hari Sabtu malam (06/12/08) diapresiasi luar biasa oleh para peserta. Terbukti, tokoh intelektual Jabar banyak yang menyempatkan untuk hadir bahkan mengeluarkan argumen, menyampaikan pendapat hingga perdebatan hangat. Diantara tokoh yang hadir adalah Dr. Dede Mariana (Pakar Ilmu Politik UNPAD), Kol (Pur) Herman Ibrahim (Pengamat Intelijen), Muradi, M.Si., MSc. (Dosen FISIP Unpad), Farid Wadjdi (Pimred Medua Umat), Dr. Cecep Dharmawan (Dosen UPI), Dr. Syahidin (Dosen UPI), Shidarta (Serikat Pekerja PT DI), Arim Nashim, SE., M.Si. dan beberapa tokoh lainnya.
Di awal diskusi, Muradi yang pernah diundang pemerintah AS ke Pentagon sangat yakin, bahwa Adam Malik adalah agen CIA. Walaupun demikian, para peserta sepakat bahwa, tidak begitu penting membahas Adam Malik, apakah dia intelijen ataukah bukan, yang penting menurut Dr. Dede Mariana adalah mengkritisi kepentingan di balik kontroversi tersebut. Bahkan Herman Ibrahim menilai bahwa membahas tema ini sangatlah penting, karena menyangkut dengan lemahnya negara, harga diri dan kehormatan sebuah bangsa. Sementara itu, Ust. Farid Wadjdi menegaskan, bahwa saat ini terjadi ketidakjelasan ideologi apa yang dianut Indonesia? Sehingga masyarakat, termasuk para tokoh tidak faham, mana kawan dan lawan.
Berbeda halnya dengan Islam, yang memetakan dunia menjadi Darul Islam dan Darul Kufur. Sementara Darul Kufur terbagi menjadi pertama, kafir mu’ahid, yakni Negara kufur yang terikat perjanjian. Terhadap negara Kafir Mu’ahid ini, Khilafah memperlakukannya sesuai dengan butir-butir perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian ini bisa dalam bentuk perjanjian perdagangan/ekonomi, bertetangga baik, sains dan teknologi, atau hubungan diplomatik (pembukaan kedutaan besar/konsulat). Kedua, Negara Kafir Hukman, yakni Negara yang tidak terikat perjanjian apapun. Terhadap mereka, negara Khilafah bersikap waspada dan tidak dibolehkan membina hubungan diplomatik. Penduduknya dibolehkan memasuki negeri-negeri Islam, tapi harus membawa paspor dan visa khusus untuk setiap perjalanan. Contoh negara ini adalah Korea Utara, Korea Selatan, Kuba, dan lain-lain. Ketiga, Negara kafir muhaariban fi’lan, yakni Negara yang jelas-jelas memerangi ummat Islam. Terhadap mereka, negara Khilafah memperlakukannya sebagai kondisi dalam perang. Seluruh penduduknya tidak dibolehkan memasuki Negara Khilafah Islam, karena mereka dianggap musuh. Contoh negara seperti ini adalah Amerika Serikat, Israel, dan Inggris. Dengan gambaran seperti diatas, maka sangatlah jelas bagaimana kita harus menyikapi Negara-negara seperti AS, termasuk agen-agen nya, tentunya.
Walhasil, memang tidak begitu penting membahas Adam Malik itu agen atau bukan. Hal penting buat kita adalah, jika pun benar Adam Malik itu seorang intelijen, maka bagaimana dengan pejabat tinggi dan wakil rakyat kita saat ini? Betulkah para pejabat tinggi kita steril dari kepentingan dan agenda asing? Atau, malah sebaliknya? Wallahu A’lam.(Humas HTI Jabar)
dibalik pembahasan “apakah adam malik agen CIA atau bukan”, masih banyak para pejabat dan LSM komprador yang memihak kepentingan CIA di Indonesia. semestinya, mereka inilah yg harus disoroti dan diwaspadai, karena mereka masih bebas gentayangan di negeri ini mengobok-obok dari dalam dengan menggunakan baju WNI.
tidak susah mencari pejabat dan lsm yang loyal pada CIA (baca : AS). baik dalam isu terorisme, pornografi, pengelolaan SDA ataupun isu-isu lainnya.
semoga kedepan umat semakin cerdas, sehingga dapat melihat agen2 CIA yg saat ini masih beroperasi di negerinya, dan mencampakkanya ke tempat sampah bersama ideologi yang ditawarkannya…
semoga…