Jakarta, Kompas – Pemerintah dinilai masih lemah dalam berhadapan dengan korporasi. Hal ini terlihat dari lambannya sikap dalam melindungi dan memenuhi hak-hak korban semburan lumpur panas Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim saat memaparkan catatan akhir tahun Komnas HAM tentang Kondisi HAM tahun 2008 di Jakarta, Selasa (9/12). Persoalan semburan lumpur panas Lapindo Brantas mengakibatkan masalah pelik dari aspek teknis dan sosial.
”Pemerintah kewalahan menghentikan semburan, merelokasi warga yang tempat tinggalnya tergenang lumpur, dan meminta pertanggungjawaban Lapindo Brantas Inc sebagai operator eksplorasi sumur Banjar Panji Sidoarjo,” kata Ifdhal.
Ia melanjutkan, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo, warga mendapat ganti rugi secara bertahap.
”Namun, penyelesaian ganti rugi itu berlarut-larut dan korban belum juga mendapatkan haknya, ditambah dengan masih dilakukannya negosiasi ulang pembayaran ganti rugi,” ujar Ifdhal.
Ifdhal menjelaskan, kapasitas dan kecepatan negara merespons penyelesaian hukum kasus pelanggaran HAM masih rendah meski ada perbaikan legislasi dan kebijakan terkait HAM.
Ratifikasi konvensi
Secara terpisah, Pejabat Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam) Asmara Nababan dalam siaran persnya, terkait catatan akhir tahun HAM, menyebutkan, DPR dan pemerintah harus segera meratifikasi Konvensi Hak Sipil Politik, serta Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. DPR dan pemerintah harus mengambil langkah konsisten dalam menegakkan hukum atas peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan.
Elsam juga meminta DPR dan pemerintah harus tegas menjalankan reformasi TNI supaya wibawa DPR dan pemerintah tidak direndahkan. Beberapa agenda reformasi TNI adalah soal bisnis TNI, keberadaan dan fungsi komando teritorial, serta pengadilan militer. (Kompas, 10/12/08)
LAPINDO –>LAwan terus para peminPIN yang masa boDoh..! Maju terus!