HTI Press, Bogor. Tokoh Muda Bogor Gus Uwik tawarkan dua solusi Islam untuk meminimalisir angka pengidap HIV/AIDS. “Pertama adalah meningkatkan keimanan setiap individu masyarakat dan kedua peran pemerintah dalam memberi sanksi tegas dan membuat efek jera bagi pelaku dan penyebar HIV/AIDS,” ungkapnya saat beraudiensi dengan Kepala Bidang Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Lingkungan (P3KL), Jum’at (18/10) di Kantor Dinas Kesehatan, Bogor.
Menurut Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bogor tersebut, faktor keimanan menjadi filter bagi setiap individu dalam menentukan perbuatannya. Jika beriman maka dia akan mampu menolak perbuatan yang tercela dan dilarang oleh agama walau segudang iming-iming menanti.
Pembentukan keimanan masyarakat bukan hanya tugas individu dan ormas Islam semata. “Justru inilah yang seharusnya dilakukan oleh Negara. Negara membuat aturan yang bisa memaksa setiap individu mempunyai keimanan yang kuat,” jelasnya.
Selain itu, masih menurut Gus Uwik, adanya sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kejahatan perlu ditegakkan. Sebagai misal, ketika penderita HIV/AIDS melakukan zina maka pelaku tersebut harus dihukum rajam hingga meninggal jika dia sudah menikah. Jika belum menikah di hukum cambuk sebanyak 100 kali. Jika penderita HIV/AIDS menularkan penyakitnya via narkoba maka dia akan di hukum cambuk, dipenjara dan sebagainya.
Ia menyatakan sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Saud Al Utaibi dalam kitabnya Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah dan Abdurrahman Maliki dalam kitabnya Nizhamul Uqubat sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya.
Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. “Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Gus Uwik, jika sanksinya tegas seperti ini maka para pengindap HIV/AIDS tidak akan berani melewati dua gerbang masuk dan menyebarnya HIV/AIDS yakni zina dan narkoba.
“Di sinlah peran negara. Negara harus betul-betul serius menangani HIV/AIDS. Mantapnya keimanan masyarakat dan adanya sanksi yang tegas dan membuat jera hanya akan bisa muncul jika syariat Islam ditegakkan dalam bingkai Khilafah. Tidak mungkin bisa berjalan dalam sistem demokrasi-liberal sekarang,” jelas Gus Uwik.
Sebelumnya, Kepala P3KL Edi Darma kepada para pemuda yang tergabung dalam organisasi HTI Bogor yang terdiri dari Gus Uwik, M Irfan, Ray Iskandar dan Firmansyah Abu Zaky menyatakan data yang dimiliki oleh Dinkes terdapat 1.990 orang yang terinfeksi virus HIV/AIDS di Kota Bogor pada tahun 2013 ini. Dari data di atas saat ini penularan terbanyak bukan lagi melalui ‘jarum tajam’ namun saat ini berkembang melalui ‘jarum tumpul’ alias seks bebas.
Dinkes akan melakukan screaning terhadap para orang-orang yang memakai narkoba dan terduga terinsfeksi HIV/AIDS di usia 17-39 tahun, karena para pemakai narkoba dan zat adiktif lainnya, punya kecenderungan menularkan virus ini kepada banyak orang, terutama kepada pasangannya, ataupun melalui alat suntik yang digunakan berulang-ulang.
Saat ini Dinas Kesehatan masih dipusingkan bagaimana menghentikan para pelaku narkoba dan HIV/AIDS ini. Padahal usaha-usaha penanggulangan penyebaran virus HIV/AIDS ini telah banyak dilakukan.
Oleh karenanya untuk sementara, usaha yang dilakukan sebagai solusi agar tidak HIV/AIDS tidak menular dikalangan para pelaku seks bebas dan ODHA ialah melalui kondomisasi. Tujuannya agar mereka tidak menularkan kepada pasangannya yang tidak mempunyai penyakit yang sama.
“Kami senang jika agama diberi porsi lebih dalam penanggulangan ini. Kami di Dinas kesehatan tidak mungkin bisa berbuat banyak, walaupun secara jelas agama melarang perbuatan pemakaian narkoba dan seks bebas tersebut,” ungkap Edi Darma.[]Fir/Joy